Rangkuman Berita Utama Timteng, Senin 19 Desember 2016

Jakarta, ICMES: Teroris serangan puluhan bus khusus evakuasi penduduk, sementara Turki berusaha menyatukan kawanan bersenjata yang terusir dari Aleppo.

Di Irak, perang Mosul dinilai akan berkepanjangan dan membutuhkan kesabaran karena faktor cuaca dan lain-lain.

Perselisihan Mesir dengan Arab Saudi dan Qatar belakangan terus memburuk, dan Kairo tak sudi jadi kacung Riyadh.

Berita selengkapnya;

Teroris di Suriah Serang 20 Bus Evakuasi Penduduk Pro al-Assad di Idlib

Sebanyak 20 unit bus khusus untuk evakuasi penduduk dua distrik pendukung pemerintah Suriah di barat laut negara ini mendapat serangan dari teroris, namun hal ini tidak sampai menangguhkan preses implementasi sepenuhnya kesepakatan evakuasi penduduk di Aleppo.

Puluhan bus itu diserang, Minggu ((18/12/2016), ketika sedang menunggu perintah untuk memasuki distrik al-Fu’ah dan Kafriya yang dikepung oleh kawanan teroris di Idlib karena mayoritas penduduk dua daerah ini mendukung pemerintah Suriah. Sesuai kesepakatan segi tiga Rusia, Iran dan Turki, evakuasi penduduk dua distrik ini juga terkait dengan dengan kesepakatan mengenai evakuasi ribuan orang yang dikepung oleh tentara Suriah di Aleppo.

Al-Fu’ah dan Kafriya dikepung oleh sekitar 20,000 teroris, dan sedikitnya lima unit bus diserang sebelum masuk ke dua daerah ini untuk evakuasi penduduk.

Mereka menurunkan pengemudi lalu membakar beberapa unit bus dan tanki bahan bakar hingga semuanya hangus. Serangan ini terjadi setelah lima bus lain sudah masuk ke dua distrik itu.

“Ada kehendak bersama untuk menjalan kesepakatan, tapi ada pula kendala-kendala yang harus diatasi,” ujar sumber militer Suriah kepada AFP.

Sejauh ini masih simpang siur mengenai kelompok mana yang menyerang bus milik pemerintah Suriah tersebut.

Lembaga Observatorum Suriah untuk HAM (SOHR) menyatakan terjadi perselisihan antara kelompok teroris Ahrar Sham dan Jabhat al-Nusra yang belakangan berganti nama menjadi Jabhat Fath al-Sham (Jafash) mengenai evakuasi.  (mm/rayalyoum)

Turki Persatukan Kawanan Bersenjata Yang Terusir Dari Aleppo

Para pemimpin sebagian besar kelompok pemberontak Suriah yang meninggalkan Aleppo timur mengadakan pembicaraan intensif di kota Idlib, Suriah, atas permintaan para petinggi intelijen Turki.

“Pejabat tinggi Kementerian Intelijen Turki meminta kehadiran delegasi koalisi Suriah untuk membahas kondisi kelompok-kelompok ini setelah mereka pindah ke kota perbatasan Idlib,” ungkap sumber yang dekat kelompok oposisi Suriah di kota Gaziatep, Turki, kepada media independen Suriah, Aranews, Minggu (18/12/2016).

Dia menambahkan, “Turki bermaksud mengorganisir lagi kelompok-kelompok ini, menyiapkannya untuk tahap yang akan datang, dan menggabungkannya dengan Pasukan Perisai Furat.”

Menurutnya, sudah dimulai pembicaraan serius di antara 15 kelompok bersenjata untuk mendirikan front baru dengan nama “Dewan Islam Suriah” yang bermarkas di Idlib, dan bahkan daftar nama para pemimpinnya sudah jelas untuk memegang komando dewan ini.

Idlib merupakan satu-satunya provinsi di Suriah yang masih sepenuhnya dikuasai oleh kubu oposisi Suriah. Dua distrik al-Fu’ah dan Kafriya yang penduduknya mendukung pemerintah Suriah sehingga dikepung oleh kawanan bersenjata terletak di provinsi ini.

Abu Ammar Tiftaz, Mohammad al-Julani, Taufik, Abu Muhamamd al-Kurdistani, dan beberapa tokoh lain pemberontak Suriah telah mencapai suatu kesepakatan lalu mengumpulkan pasukan masing-masing di Idlib. Rencananya, Abu Ammar akan menjabat komandan umum Dewan Islam Suriah, sedangkan Mohammad al-Julani, gembong kelompok teroris Jabhat al-Nusra, akan menjabat komandan umum militer dewan ini.

Jafash tetap dipandang sebagai kelompok teroris oleh Rusia dan Suriah,  dan bahkan juga oleh Amerika Serikat, karena berganti nama dari Jabhat al-Nusra dan menyatakan memisahkan diri dari al-Qaeda semata-mata hanya supaya bisa keluar dari daftar organisasi teroris yang ada di tangan Rusia dalam operasi pembebasan Aleppo. (mm/farsnews)

Cuaca Kian Berat, Relawan Irak Terus Berjuang

Sekjen organisasi Badr, salah satu elemen kelompok besar relawan al-Hashd al-Shaabi, Hadi al-Amiri, menyatakan perang Mosul akan berkepanjangan dan membutuhkan kesabaran karena faktor cuaca dan lain-lain.

“Operasi militer di barat Mosul oleh poros al-Hasdh al-Shaabi masih berlanjut, bertolak dari jalur umum penghubung Baghdad -Mosul menuju barat Mosul. Para pejuang al-Hashd al-Shaabi baru membebaskan kawasan sepanjang lebih dari 90 km dan seluas lebih dari 5 km, sehingga luas total wilayah yang berhasil dibebaskan diperkirakan sekira 45,000 km persegi. Kemajuan cukup bagus meskipun kondisi alam sangat berat,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, “Beberapa waktu lalu mereka ‘berenang’ dalam debu di tengah cuaca, tanah, dan jalur-jalur penuh debu, serta dapat bertahan dalam kondisi sedemikian sulit dan berat. Sedangkan sekarang mereka bertahan di tengah suhu dingin, hujan, dan ‘menyelam’ dalam tanah liat. Tapi semua ini tak menghalangi mereka menunaikan kewajiban dan tanggungjawab mereka di depan Irak beserta kesucian dan bangsanya. Mereka terus bergerak membebaskan tanah-tanah barat Mosul hingga perbatasan Suriah, dan setelah kami tuntaskan bagian ini kami kembali untuk memutus  jalur antara Tal Afar dan Mosul serta membantu tentara, polisi federal dan pasukan kontra-terorisme dalam memenangi pertempuran.” (mm/alsumaria)

Masa Bulan Madu Berakhir, Mesir Tak Sudi Jadi Kacung Saudi

Perselisihan antara Arab Saudi dan Mesir belakangan terus memburuk, demikian pula antara Mesir dan Qatar, sehingga terefleksi dalam berbagai pernyataan sikap resmi dan perang media.

Kemlu Mesir belum lama ini merilis pernyataan yang menyayangkan sikap Dewan Kerjasama Teluk (GCC) terkait tuduhan resmi Mesir bahwa Qatar terlibat dalam beberapa aksi teror di Mesir. Kairo menyatakan telah mengajukan alasan-alasan yang solid dan akurat mengenai serangan teror bom bunuh diri di Gereja El-Botroseya (Santo Petrus dan Santo Paulus), Kairo, yang menewaskan 25 orang dan melukai 49 lainnya pada 11 Desember lalu.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Kairo, Ayman Samir, mengatakan, “Masa bulan madu antara Saudi dan Mesir sudah sepenuhnya berakhir.  Kedua pihak sekarang hanya berusaha mempertahankan hubungan normal, atau bahkan bisa jadi lebih rendah lagi.”

Dia melanjutkan, “Mesir bisa jadi bersedia menjadi mitra, atau kawan, atau saudara, tapi selamanya tidak akan pernah menjadi negara yang membuntuti negara lain, sementara Mesir adalah negara Arab terbesar dan bahkan terdiri atas seperempat penduduk dunia Arab.”

Hubungan Mesir dengan Qatar memburuk sejak Presiden Mesir Mohamed Morsi dikudeta oleh militer pada tahun 2013.

Mengenai serangan teror Gereja El-Botroseya, pemerintah Mesir menyebutkan bahwa pelakunya belakangan telah berkunjung ke Qatar dan di sana dia mendapat dukungan dari kelompok Ikhwanul Muslimin yang disokong Qatar. Pernyataan Mesir ini ditolak oleh GCC yang didominasi oleh Saudi. (mm/alalam)