Rangkuman Berita Utama Timteng Senin 8 Januari 2024

Jakarta, ICMES. Para pejuang resistensi Islam di Irak mengumumkan pihaknya telah melesatkan sejumlah rudal jelajah canggih “Arqab” ke target penting di kota Haifa di Palestina pendudukan pada hari-hari sebelumnya.

Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth (YA) mengutip pengakuan tentara Israel  bahwa serangan puluhan rudal Hizbullah telah memorak porandakan pangkalan udara  Meron Israel.

Sejak beberapa hari lalu beredar viral dan kontroversial di tengah warganet Arab video Imam Besar Al-Azhar Syeikh Ahmad Al-Tayyeb yang menyerukan aksi boikot minyak untuk mengubah situasi terkait dengan invasi militer rezim Zionis Israel di Gaza.

Berita Selengkapnya:

Perang Gaza Meluas, Para Pejuang Irak Gempur Israel dengan Rudal Jelajah Canggih

Para pejuang resistensi Islam di Irak mengumumkan pihaknya telah melesatkan sejumlah rudal jelajah canggih “Arqab” ke target penting di kota Haifa di Palestina pendudukan pada hari-hari sebelumnya.

Kubu resistensi Irak dalam sebuah pernyataannya pada hari Ahad (7/1) menegaskan bahwa serangan itu dilancarkan “demi  mendukung saudara-saudara kami di Gaza, dan sebagai tanggapan atas pembantaian yang dilakukan oleh entitas perampas (Israel) terhadap warga sipil Palestina, termasuk anak-anak, wanita, dan orang tua.”

Pernyataan tersebut juga menekankan bahwa mereka “akan terus menghancurkan benteng musuh,” dan menjanjikan “lebih banyak lagi.”

Dilaporkan bahwa kubu resistensi di Irak telah memasuki fase baru operasinya dengan menggunakan rudal jelajah  canggih jarak jauh.

Sebelumnya di hari yang sama,  kubu resistrensi Islam Irak mengaku telah menyerang pangkalan rezim pendudukan Israel di wilayah pendudukan Golan dengan pesawat nirawak, serta menyerang pasukan Amerika Serikat (AS) dan pangkalan mereka di Irak dan Suriah.

Pada tanggal 28 Desember 2023, mereka menyatakan telah menyerang sasaran penting di pemukiman Eilat di bagian selatan Palestina pendudukan “ dengan senjata yang sesuai”.

Sebelum menyerang Eilat, mereka mengaku telah menyerang sasaran penting di Laut Mediterania dengan senjata yang tepat, dan memastikan bahwa serangan itu menjatuhkan korban.

Para pejuang Irak telah puluhan kali menggempur pangkalan-pangkalan AS di Suriah dan Irak, sejak mereka memulai tanggapannya terhadap agresi Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, dengan menggunakan roket, drone, dan rudal balistik jarak pendek dan jauh. (raialyoum)

Media Israel: Puluhan Rudal Hizbullah Porak Porandakan Pangkalan Udara Meron Israel

Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth (YA) mengutip pengakuan tentara Israel  bahwa serangan puluhan rudal Hizbullah telah memorak porandakan pangkalan udara  Meron Israel.

YA mengaku diperbolehkan memuat laporan bahwa Hizbullah berhasil menimpakan banyak kerugian pada pangkalan kendali angkatan udara (BA 506) di Meron dengan salvo rudal yang tidak biasa pada hari Sabtu lalu.

Tentara Israel pada Ahad malam mengkonfirmasi  kehancuran beberapa infrastruktur deteksi pada pengawasan udara.

Sehari sebelumnya, Hizbullah  mengumumkan pemboman markas udara Meron Israel dengan 62 rudal, sebagai tanggapan atas pembunuhan tokoh Hamas Saleh Al-Arouri oleh Israel di pinggiran selatan Beirut belum lama ini.

Badan Penyiaran Israel  Kan melaporkan adanya perkiraan Israel bahwa jika kesepakatan tidak tercapai untuk menjauhkan Hizbullah dari perbatasan Lebanon maka hal ini dapat menyebabkan “perang terbatas” antara kedua belah pihak.

Juru bicara militer Israel Avichai Adraee mengumumkan bahwa Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Jenderal Herzi Halevy melakukan penilaian situasi pada hari Ahad di markas Divisi Tepi Barat, di hadapan Komandan Wilayah Tengah dan Komandan Divisi.

Halevy mengadakan dialog operasional dengan para komandan brigade regional yang beroperasi di wilayah tersebut.

Halevy mengatakan: “Tahun 2024 akan penuh tantangan, karena kita berperang di Gaza, dan bahkan saya tidak yakin bahwa pertempuran akan terus berlanjut sepanjang tahun, yang pasti kita akan berada dalam situasi perang di Gaza sepanjang tahun, dan hal ini akan terefleksi di kancah-kancah lain, termasuk Yudea dan Samaria (Tepi Barat), yang akan tetap waspada dan berusaha melakukan serangan-serangan teror. Oleh karena itu, kita  bertanggung jawab atas sejauh mana rencana ini dapat dihalangi atau digagalkan. Jadi, apa tugas kita? Kita harus menunjukkan tekad yang maksimal dalam pertempuran.”

Halevy menambahkan; “Di wilayah utara negara ini, Hizbullah telah memutuskan untuk memasuki perang ini. Kita, pada gilirannya, menanggung harga yang semakin meningkat untuk hal ini, mengingat bahwa kemarin mereka menderita kerugian tujuh orang tewas dan hancurnya dua target yang sangat penting untuk hal ini, dan kita terus menaikkan harga yang harus dibayar oleh Hizbullah  demi mewujudkan tanggung jawab dan tugas kita untuk mengembalikan penduduk di bagian utara negara ini ke rumah mereka, bukan bertentangan dengan keinginan mereka, tetapi dengan memastikan rasa aman dan keselamatan mereka.”

Sekjen Hizbullah Sayid Hassan Nasrallah dalam sebuah pidato pada hari Jumat lalu mengatakan bahwa “resistensi Islam (Hizbullah) telah melakukan lebih dari 670 operasi melawan Israel dalam waktu tiga bulan,” dan mencatat bahwa “48 situs perbatasan berulang kali menjadi sasaran serangan.”

Perbatasan Israel-Lebanon diwarnai eskalasi baku tembak, terutama antara tentara Israel dan Hizbullah, sejak pecahnya perang antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober, yang menimbulkan kekhawatiran akan perluasan konflik.

Israel memperingatkan bahwa mereka akan mengintensifkan aksi militernya jika Hizbullah tidak menarik diri dari perbatasan.

YA pada hari Ahad juga melaporkan bahwa tentara Israel gagal mencapai tujuan perang di Gaza meskipun memasuki bulan keempat, di tengah kerugian ekonomi terbesar, mencapai 217 miliar shekel ($59,35 miliar).

Hal ini dimuat dalam laporan ekstensif surat kabar tersebut dengan judul “Perang Paling Mahal – dan Tujuan Israel Belum Tercapai… Gambaran Situasi Setelah 3 Bulan.”

YA menyebutkan bahwa operasi darat, yang dimulai pada akhir Oktober lalu, mengumpulkan banyak pencapaian taktis setiap hari, namun tidak membuat Israel mampu mencapai tujuan perang. (raialyoum)

Perang Gaza, Imam Besar Al-Azhar Serukan Boikot Minyak, Tapi Malah Kontroversial

Sejak beberapa hari lalu beredar viral dan kontroversial di tengah warganet Arab video Imam Besar Al-Azhar Syeikh Ahmad Al-Tayyeb yang menyerukan aksi boikot minyak untuk mengubah situasi terkait dengan invasi militer rezim Zionis Israel di Gaza.

Dalam video wawancaranya dengan televisi resmi itu dia mula-mula mengingatkan bahwa Israel telah melakukan genosida yang tak memilih korban sehingga banyak di antaranya adalah anak kecil dan lansia.

Dia kemudian secara blak-blakan menyatakan seruan aksi boikot minyak barang satu minggu, yang menurutnya, pasti akan mengubah keadaan.

“Silakan melihat kemari, wahai Amerika, silakan, wahai Inggris. Kemarilah dan katakanlah kepada kami apa yang harus kita lakukan untuk (membuat) peta baru,” tuturnya dalam video itu.

Dia menambahkan, “Kami menunggu, menunggu apa? Yakni kami siap untuk perkembangan ini, dan di tangan kami ada segala sesuatu.”

Dia lantas menegaskan, “Hei Pak, seandainya kami memboikot minyak barang semingga saja maka urusan akan berubah, demi Allah. Seminggu saja, bukan untuk selamanya.”

Syeikh Ahmad Al-Tayyeb menjelaskan, “Seandainya kita (umat Islam) menutup pertambangan terhadap pabrik-pabrik Eropa, maka demi Allah, Anda akan mendapati pabrik-pabrik itu berhenti berputar.”

Dia kemudian menyayangkan aksi boikot demikian tidak dilakukan oleh negara-negara Arab dan Islam produsen minyak, dan dia menilai hal ini tak lain karena adanya perpecahan di tengah mereka.

Dia mengatakan, “Tapi, mengapa kita tidak bertindak demikian? Sebabnya jelas, yaitu perpecahan yang berkelanjutan. Dan mereka (pihak lawan) sangat menginginkan perpecahan ini berkelanjutan. Mereka juga memantau segala upaya untuk mengumpulkan para pemimpin, atau mempertemukan negara-negara Arab dan Islam.”

Dia juga menambahkan, “Saya punya data bahwa pantauan itu singkatnya ialah bahwa jangan sampai membiarkan satupun rumah (negara) di kawasan Arab berada dalam kondisi aman barang sehari.”

Tidak  jelas kapan wawancara itu diadakan, namun di tengah kontroversi yang ada terkait dengan pernyataan  itu, berbagai pihak menduga video itu merupakan rekaman lama yang kurang relevan dengan kebijakan Mesir yang masih menutup pintu perbatasan Rafah antara Mesir dan Jalur Gaza.

Sebagian warganet Iran menanggapi pernyataan itu dengan desakan supaya Syeikh Al-Tayyeb merilis fatwa syar’i yang berfokus pada pembukaan pintu perbatasan Rafah demi memudahkan penyaluran bantuan serta evakuasi para korban luka dari Gaza.

Beberapa pegiat medsos menyarankan Syeikh Al-Tayyib meninjau langsung pintu perbatasan itu, bukan malah diam dan tidak menyinggung masalah ini.

Tak hanya itu, sejumlah warganet dari negara-negara Arab produsen minyak  di Teluk Persia bahkan menyoal Al-Tayyib mengapa Mesir tidak menutup Terusan Suez dan tidak pula berhenti menjual gas kepada Israel. Menurut mereka, hal itu lebih efektif daripada urusan boikot minyak terhadap negara-negara Barat. (raialyoum)