Rangkuman Berita Utama Timteng Senin 18 Maret 2019

serangan-pejuang-palestina-17-maret-2019Jakarta, ICMES: Tiga orang Israel, dua di antaranya tentara dan satu lainnya warga imigran Zionis, tewas diterjang operasi ganda “penikaman dan penembakan” di persimpangan pemukiman Ariel di utara kota Salfit, Tepi Barat.

Pria bersenjata yang bertanggung jawab atas penembakan massal di dua masjiddi Selandia Baru dilaporkan media Israel pernah berkunjung ke negara legal Zionis ini pada dua setengah tahun silam.

Para pejabat Amerika Serikat (AS) menyatakan negaranya berencana mempertahankan sekira 1000 tentaranya di Suriah.

Berita selengkapnya:

Pejuang Palestina Mengamuk, 2 Tentara dan 1 Warga Israel Tewas

Tiga orang Israel, dua di antaranya tentara dan satu lainnya warga imigran Zionis, tewas diterjang operasi ganda “penikaman dan penembakan” di persimpangan pemukiman Ariel di utara kota Salfit, Tepi Barat, Sabtu (17/3/2019). Demikian dilaporkan kantor berita Palestina, Sama.

Serangan ini juga menyebabkan empat warga Zionis terluka parah dengan kondisi dua di antaranya koma.

Penyerang itu menikam seorang tentara Israel, kemudian merebut senjatanya dan menembak beberapa tentara lainnya. Dia mengemudikan mobil tentara, mengikuti sebuah bus menuju permukiman, melukai enam orang lainnya, lalu melanjutkan aksinya ke persimpangan ketiga dan menembak dua pemukim lainnya.

Pasukan Israel berusaha memburu pejuang Palestina itu dengan memblokir sejumlah desa dan kota serta beberapa jalan di utara pemukiman Salfit, serta meningkatkan keberadaan militernya di sekitar kawasan itu serta mendatangi desa Bruqin, sebelah barat Salfit.

Tentara Israel mengaku menyerbu desa Burqin di dekat lokasi peristiwa serangan, mengepung sebuah “sel” yang telah membantu operasi serangan, dan terlibat kontak senjata dengan mereka.

Lembaga Penyiaran Israel Makan melaporkan bahwa operasi ganda di pemukiman Ariel dan Getai Avishar di Tepi Barat tersebut menewaskan dua warga Israel dan melukai beberapa lainnya dengan kondisi satu di antaranya parah.

Mengutip koresponden militernya, Makan menambahkan bahwa dua warga Palestina telah menikam seorang warga Israel di persimpangan Ariel dengan pisau, merebut senjatanya, dan melepaskan tembakan, kemudian melanjutkan aksinya hingga Persimpangan Getai Avishar dengan melepaskan tembakan dari mobil hingga melukai beberapa orang. Pasukan militer Israel lantas memburu para tersangka.

Faksi pejuang Palestina Hamas memuji operasi serangan yang berlangsung pada Ahad pagi tersebut dan menyebutnya tindakan “heroik.”

“Operasi itu dilakukan sebagai tanggapan atas pelanggaran dan kejahatan pendudukan Israel dan apa yang terjadi di al-Quds (Yerussalem) dan Masjid Al-Aqsa berupa gangguan, penodaan dan serangan terhadap jamaah, penutupan Gerbang al-Rahmah, pelanggaran terhadap para tahanan di penjara zalim, serta penggalakan permukiman Zionis dan perampasan tanah Palestina,” tegas Hamas dalam sebuah pernyataan persnya.

Hamas menambahkan, “Operasi yang berani mati syahid itu menegaskan bahwa opsi perlawanan dalam segala bentuknya adalah opsi terkuat dan paling efektif untuk melawan rezim pendudukan, menggagalkan rencananya, dan melindungi serta membela hak-hak dan kesucian bangsa kami.”

Di pihak lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan menindak tegas orang-orang yang bertanggung jawab atas operasi serangan tersebut. (raialyoum)

Pelaku Teror Di Selandia Baru Pernah Berada Di Israel Dan Turki

Pria bersenjata yang bertanggung jawab atas penembakan massal di dua masjiddi Selandia Baru dilaporkan media Israel pernah berkunjung ke negara legal Zionis ini pada dua setengah tahun silam.

Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun,  warga negara Australia, ditangkap Jumat (15/3/2019), setelah melancarkan aksi brutal penembakan massal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, yang menggugurkan 50 orang dan melukai 50 lainnya.

Selama serangan Jumat pagi, Tarrant menembak mati puluhan orang di Masjid Al-Noor, lalu menyerang Pusat Islam Linwood, menggunakan senapan semi-otomatis sambil menyiarkan langsung pembantaian itu ke media sosial.

Menurut sebuah laporan Minggu malam oleh Channel 13 Israel, Tarrant telah berkunjung ke Israel dua setengah tahun sebelum pembantaian.

Seorang pejabat senior Israel mengatakan kepada saluran itu bahwa Tarrant dari Turki telah memasuki Israel pada 25 Oktober 2016 menggunakan paspor Australia dan visa turis standar tiga bulan, serta berada di Israel selama sembilan hari.

Laporan lain menyebutkan bahwa Tarrant adalah seorang pengembara yang sering menghabiskan waktunya di Pakistan, Turki, dan Bulgaria, di antara negara-negara lain dalam beberapa tahun terakhir.

Seorang pejabat senior Turki kepada CNN, Sabtu, mengatakan bahwa Tarrant telah beberapa kali melakukan perjalanan ke Turki dan “menghabiskan waktu yang lama di negara ini.”

Menurut kantor berita negara BTA, jaksa penuntut umum Bulgaria Sotir Tsatsarov mengatakan kepada wartawan bahwa dia juga baru-baru ini melakukan perjalanan ke Bulgaria, Rumania, dan Hongaria, dan Pada 2016, dia mengunjungi Montenegro dan Serbia.

Tarrant juga diyakini pernah berada di Pakistan utara. Pemilik Hotel Osho Thang di Nagar, di Gilgit-Baltistan di wilayah paling utara Pakistan, kepada CNN, Sabtu, mengatakan Tarrant telah mengunjungi hotelnya pada Oktober 2018. Pemilik hotel, yang tidak ingin disebutkan namanya karena alasan keamanan, menyebut Tarrant sebagai “turis biasa.”

“Yang saya ingat adalah dia penggemar makanan lokal. Dia akan meninggalkan hotel di pagi hari dan akan kembali di malam hari,” katanya.

Sabtu kemarin (17/3/2019), Tarrant dibawa ke pengadilan Christchurch di mana ia didakwa dengan berbagai tuduhan pembunuhan atas pembunuhan massal tersebut.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan Tarrant akan diadili di Selandia Baru, namun tidak jelas apakah Tarrant pada akhirnya akan diekstradisi ke negara asalnya, Australia. (arutsheva/cnn)

AS Akan Pertahankan 1000 Pasukannya Di Suriah

Para pejabat Amerika Serikat (AS) menyatakan negaranya berencana mempertahankan sekira 1000 tentaranya di Suriah, menurut surat kabar The Wall Street Journal.

Surat kabar ini, Ahad (17/3/2019), mengutip pernyataan para pejabat AS yang tidak disebutkan namanya bahwa militer AS berencana mempertahankan hampir 1000 personilnya di Suriah, sehingga menjadi sebuah perubahan sikap yang terjadi tiga bulan setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan penarikan pasukan secara total di Suriah.

Pada 19 Desember 2018, Trump mengumumkan keputusan penarikan 2000 pasukan negaranya dari Suriah, namun tanpa jadwal yang jelas, dan sembari berdalih dengan klaim bahwa AS telah berhasil mengalahkan kelompok teroris ISIS.

Pada 22 Februari, Gedung Putih mengumumkan bahwa pasukan AS “penjaga perdamaian” yang berjumlah sekitar 200 personil akan dipertahankan selama beberapa waktu di Suriah setelah penarikan.

Beberapa hari setelah keputusan tersebut Trump mengaku berencana mempertahankan 400 tentara AS dengan penempatan yang dibagi antara daerah aman yang dinegosiasikan di Suriah timur laut  dan pangkalan AS di Al-Tanf dekat perbatasan Suriah dengan Irak dan Yordania.

Sementara itu, Kepala Staf Umum Angkatan Iran, Mayjen Mohammad Baqeri, Minggu, menekankan keharusan penarikan pasukan asing dari wilayah Suriah, dan bahwa pasukan yang hadir tanpa koordinasi dengan pemerintah  cepat atau lambat akan keluar.

Dia mengatakan, “Masalah ini akan ditekankan dalam pertemuan segi tiga Iran, Suriah dan Irak. Sebagaimana pasukan Iran hadir atas undangan resmi pemerintah Suriah, kehadiran pasukan negara lain juga harus melalui koordinasi dan otorisasi dari pemerintah Suriah.” (raialyoum/alalam)