Rangkuman Berita Utama Timteng Kamis 21 Juli 2022

Jakarta, ICMES. Suriah menilai Turki dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) segi tiga dengan Iran dan Rusia telah gagal meraih”tujuannya” menggalang dukungan untuk operasi militer di Suriah utara.

Duta Besar Rusia untuk Israel Anatoly Viktorov menyatakan kekecewaan Moskow atas tampilnya Yair Lapid sebagai perdana menteri Rezim Zionis Israel.

Menteri Pertahanan Iran Brigjen Mohammad Reza Ashtiani memperingatkan negara-negara jiran Iran di Teluk Persia bahwa kehadiran Rezim Zionis Israel di kawasan ini hanya akan mendatangkan ketidak amanan.

Berita Selengkapnya:

Menlu Suriah di Iran: Erdogan Gagal Meraih Tujuannya dalam KTT Segi Tiga Teheran

Suriah menilai Turki dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) segi tiga dengan Iran dan Rusia telah gagal meraih”tujuannya” menggalang dukungan untuk operasi militer di Suriah utara.

Seperti diketahui, Presiden Iran Ebrahim Raisi telah menjadi tuan rumah KTT dengan dua sejawatnya dari Rusia dan Turki, Vladimir Putin dan Recep Tayyip Erdogan, pada hari Selasa (19/7). KTT itu diselenggarakan sebagai bagian dari “Proses Perdamaian Astana” yang bertujuan untuk mengakhiri konflik Suriah.

Iran dan Rusia mendukung pemerintah Damaskus, sementara Turki mendukung pasukan pemberontak melawan pemerintah Suriah dalam perang yang berlangsung lama.

Turki juga getol menentang pemerintahan semi-otonom Kurdi di timur laut Suriah yang kaya minyak. Erdogan belakangan ini bahkan berulang kali bersumpah untuk melancarkan serangan terhadap milisi Kurdi.

Demi mendapat dukungan Rusia dan Iran, Erdogan pada KTT segi tiga Teheran menyatakan Turki “akan melanjutkan” perjuangannya melawan “organisasi teroris”, mengacu pada milisi Kurdi.

Beberapa jam setelah KTT itu berakhir, Menlu Suriah Faisal Mekdad diterima di Teheran oleh Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian.

Dalam konferensi pers bersama, Mekdad mengatakan bahwa Erdogan “memiliki banyak tujuan dan kebijakan yang ingin dia terapkan pada pertemuan itu” dan tujuan-tujuan itu “tidak tercapai berkat diskusi dan pendapat serius yang diajukan oleh teman-teman Iran dan Rusia”.

Dalam pertemuan bilateral pada hari Selasa, Presiden Turki bahkan mendapat teguran tajam dari Pemimpin Besar Iran Ayatollah Ali Khamenei terkait kampanye invasi militer Turki di Suriah utara.

Ayatullah Khamenei mengatakan kepada Erdogan bahwa serangan ke Suriah akan “merugikan” kawasan dan semua pihak, termasuk Turki sendiri. Dia menyerukan agar masalah itu diselesaikan melalui dialog antara Ankara, Damaskus, Moskow, dan Teheran.

Moskow sebelumnya juga telah meminta Ankara untuk “menahan diri” dari serangan.

Betapapun demikian, dalam sebuah pernyataan di akhir KTT, ketiga negara itu “menolak semua upaya untuk menciptakan realitas baru di lapangan … termasuk inisiatif pemerintahan sendiri yang tidak sah”, dan menyatakan tekad bersama mereka untuk melawan kelompok separatis dan teroris di Suriah.

Ankara berharap dapat menciptakan “zona aman” yang akan mengusir militan Kurdi sejauh 30 kilometer (19 mil) dari perbatasan Turki.

Amir-Abdollahian menyatakan Iran “akan terus bernegosiasi dan berkonsultasi dengan pihak Turki dan Suriah” atas ancaman ofensif Ankara, sementara Mekdad menilai langkah Turki itu meningkatkan risiko “konflik” Suriah-Turki.

“Tidak ada untungnya bagi Turki atau siapa pun selain Turki untuk menembus perbatasan Suriah dan agar ada daerah yang aman, karena ini akan menciptakan jenis konflik lain antara Suriah dan Turki,” ujar Mekdad.

Dia menegaskan, “Kami siap mempertahankan kedaulatan kami, keamanan kami, kebebasan kami dan kebebasan rakyat kami, dan ini adalah sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan.”

Amir-Abdollahian menegaskan lagi desakan Iran terhadap pasukan AS agar menarik diri dari daerah timur Efrat. Seruan demikian telah dinyatakan oleh Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan Putin, Selasa.

“Kehadiran angkatan bersenjata AS di timur Sungai Efrat adalah salah satu masalah di kawasan itu… Kami yakin pasukan Amerika harus segera meninggalkan tanah Suriah dan tanpa prasyarat,” Amir-Abdollahian.

Mekdad menyebut kehadiran Amerika di Suriah sebagai “ilegal”. (france24)

Rusia Mengaku Kecewa atas Tampilnya Lapid sebagai Perdana Menteri Israel

Duta Besar Rusia untuk Israel Anatoly Viktorov menyatakan kekecewaan Moskow atas tampilnya Yair Lapid sebagai perdana menteri Rezim Zionis Israel.

Menurut sebuah laporan media Israel, dalam pertemuan tertutup Viktorov mengatakan bahwa Lapid menjadi perdana menteri dapat “menyebabkan masalah” dalam hubungan antara Rusia dan Israel.

Dilaporkan bahwa kekecewaan Rusia terhadap Lapid terkait dengan pernyataan tajam Lapid mengenai invasi militer Rusia di Ukraina, sementara perdana menteri Isrrael sebelumnya, Naftali Bennett, menempuh pendekatan yang lebih diplomatis.

Lapid menuduh Moskow melakukan kejahatan perang dan pasukan Rusia “membunuhi warga sipil tak berdosa.”

Saluran 7 dan 12 Israel mengutip tanggapan dari Kedutaan Besar Rusia di Israel yang menyatakan bahwa mereka telah mencatat “pernyataan dan komentar tertentu” dari pejabat Israel, namun mereka berharap Israel “akan memilih pendekatan yang tidak memihak, seimbang, dan mempertimbangkan masalah ini.”

Times of Israel Israel menyebutkan Israel  menghindari penyelarasan terlalu dekat dengan kedua belah pihak sebagai salah satu dari sedikit negara yang mempertahankan hubungan yang relatif hangat dengan Ukraina dan Rusia, yang mengontrol zona udara Suriah yang kerap mendapat serangan dari Israel.

Israel telah berulang kali mengirimkan paket bantuan ke Ukraina termasuk berupa jaket antipeluru dan helm, dan bukan bantuan militer yang sering diminta.

Operasi militer khusus Rusia di Ukraina yang dimulai pada 24 Februari masih berlanjut sampai sekarang. Moskow bertekad untuk menghilangkan militerisasi Ukraina dan Nazisme di negara ini.

Menurut Kemhan Rusia, tentara negara ini telah membom infrastruktur militer dan pasukan Ukraina yang enggan meletakkan senjata, tanpa mengusik penduduk sipil.

Pada 25 Maret lalu, tentara Rusia menyelesaikan tahap pertama misi utamanya, yang secara signifikan membatasi daya tempur Ukraina, mengingat bahwa tujuan utama operasi tersebut adalah pembebasan wilayah Donbass, seperti dinyatakan Kemhan Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin memastikan operasi militer itu tidak ditujukan untuk menduduki Ukraina. (raialyoum/timesofisrael)

Menhan Iran Ingatkan Negara-Negara Jiran Soal Kehadiran Israel di Teluk Persia

Menteri Pertahanan Iran Brigjen Mohammad Reza Ashtiani memperingatkan negara-negara jiran Iran di Teluk Persia bahwa kehadiran Rezim Zionis Israel di kawasan ini hanya akan mendatangkan ketidak amanan.

Dalam pertemuan dengan Komandan Angkatan Laut Oman Laksamana Saif bin Nasser Al-Harby di Teheran, Selasa (20/7), Ashtiani mengatakan, “Rezim Zionis berusaha melegitimasi dirinya dengan menabur perpecahan di antara negara-negara regional.”

Menyinggung safari Presiden AS Joe Biden belum lama ini ke Timur Tengah, Menteri Pertahanan Iran mengatakan, “Safari ini tak dapat menciptakan stabilitas dan keamanan yang langgeng di kawasan.”

Dia menambahkan, “Kami memandang kunjungannya itu provokatif.”

Ashtiani juga menyatakan bahwa negara-negara Barat berusaha untuk menjual senjata kepada negara-negara regional sembari “menyebut Iran sebagai ancaman”.

Di pihak lain, Komandan Angkatan Laut Oman, mengatakan pihak-pihak asing hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri, dan untuk itulah mereka bercokol di Timur Tengah dan Teluk Persia.

Harby menekankan bahwa hanya negara-negara regional sendirilah yang harus menggalang keamanan bagi kawasan mereka.

Dia menambahkan bahwa banyak negara dunia mengincar kawasan itu,  dan bahwa kerjasama keamanan antara Iran dan Oman dapat menghambat aktivitas negatif mereka. (fna)