Rangkuman Berita Utama Timteng  Jumat 29 Oktober 2021

Rangkuman Berita Utama Timteng  Jumat 29 Oktober 2021

Jakarta, ICMES. Menteri Informasi Lebanon, George Kordahi, menolak meminta maaf atas pernyataannya dalam sebuah acara televisi yang menyebut Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai pihak “agresor” dalam perang Yaman, dan menilai pasukan Ansarullah (Houthi) sebagai pihak yang melawan agresi.

Pemerintahan Yaman kubu Ansarullah yang berkuasa di Ibu Kota Sanaa mengungkapkan solidaritas dan simpatinya kepada Menteri Informasi Lebanon George Kordahi, yang belakangan ini menjadi bulan-bulanan media Arab Saudi dan sekutunya akibat pernyataannya yang menyebut Saudi dan Uni Emirat Arab sebagai pihak agresor dalam perang Yaman, sedangkan Ansarullah sebagai pihak yang membela diri.

Presiden Suriah Bashar Al-Assad menyatakan bahwa negaranya harus beralih ke tahap ofensif dan sekarang sedang melakukan apa yang dapat dilakukannya untuk perkembangan di semua bidang.

Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit menyatakan bahwa tiga negara Arab Aljazair, Irak dan Yordania menginginkan Suriah kembali menempati kursinya di Liga Arab.

Berita Selengkapnya:

Bikin Heboh Soal Perang Yaman, Menteri Lebanon Tolak Minta Maaf kepada Saudi

Menteri Informasi Lebanon, George Kordahi, menolak meminta maaf atas pernyataannya dalam sebuah acara televisi yang menyebut Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai pihak “agresor” dalam perang Yaman, dan menilai pasukan Ansarullah (Houthi) sebagai pihak yang melawan agresi.

Dia mengaku tak berbuat salah untuk kemudian meminta maaf. Dan meski menuai badai kecaman dari Saudi dan negara-negara Arab Teluk lainnya, Kordahi tetap bersikeras menyebut perang Yaman sebagai perang sia-sia yang harus dihentikan.

Dalam sebuah pernyataan yang dinilai kontroversial dalam acara televisi yang diselenggarakan sekira sebulan lalu sebelum  Kordahi menjabat sebagai menteri informasi Lebanon namun baru sekarang beredar luas dan menghebohkan,  dia mengatakan, “Houthi membela diri, mereka (Saudi dan UEA) yang mengagresi. Menurutku, perang ini, perang Yaman, sia-sia dan harus berhenti.”

Ketika disudutkan dengan pertanyaan bahwa Ansarullah gencar menyerang Saudi dengan rudal dan drone, Kordahi menjawab bahwa di Yaman banyak kerusakan akibat serangan udara Saudi dan sekutunya.

“Lihatlah kerusakan yang menimpa mereka (Ansarullah) sebagai bangsa (Yaman). Mereka dibom di tempat-tempat kediaman mereka, di rumah-rumah mereka, di desa-desa mereka, di lapangan-lapangan mereka, pada jenazah-jenazah mereka, di tempat-tempat rekreasi mereka. Mereka dibombardir oleh jet-jet tempur,” ujarnya.

Pernyataan ini memancing kegusaraan pemerintah Saudi sehingga Kementerian Luar Negerinya memanggil Duta Besar Lebanon, Fawzi Kabbara, dan menyerahkan nota protes kepadanya. Aksi serupa juga dilakukan oleh pemerintah Kuwait, UEA dan Bahrain.

Berbagai media dalam dan luar negeri Lebanon juga santer memberitakan masalah ini.

Menanggapi reaksi dan perkembangan itu, Kordahi menekankan prinsip kebebasan berpendapat, dan menyayangkan sikap sebagian media yang seharusnya menjunjung kebebasan berpendapat  malah cenderung memojokkan dirinya dan mengusik kebebasannya dalam berpendapat.

Dia juga menekankan bahwa pernyataan itu merupakan pendapat pribadinya sebelum menjadi menteri, dan bahwa setelah menjadi menteri maka dia konsisten pada kebijakan pemerintah dan terikat dengannya.

“Apa yang saya katakan dalam wawancara itu, adalah sikap…. baik berkenaan dengan Palestina, Suriah, Lebanon dan banyak persoalan lain, masalah Teluk dan perang Yaman, yang sama sekali tidak mengikat pemerintah, karena saat itu saya bukan bagian dari pemerintah. Ini adalah pendapat saya pribadi,” ungkapnya.

Heboh pernyataan Kordahi terjadi ketika serangan Ansarullah ke wilayah Saudi kian gencar, pasukan koalisi pimpinan Saudi terdesak hebat di Provinsi Ma’rib, dan pengaruh Iran semakin membesar di Lebanon.  (raialyoum/bbc/aljadid)

Ansarullah Yaman Nyatakan Simpatinya kepada Menteri Informasi Lebanon

Pemerintahan Yaman kubu Ansarullah yang berkuasa di Ibu Kota Sanaa mengungkapkan solidaritas dan simpatinya kepada Menteri Informasi Lebanon George Kordahi, yang belakangan ini menjadi bulan-bulanan media Arab Saudi dan sekutunya akibat pernyataannya yang menyebut Saudi dan Uni Emirat Arab sebagai pihak agresor dalam perang Yaman, sedangkan Ansarullah sebagai pihak yang membela diri.

Dilansir kantor berita Yaman, Saba, Kamis (28/10), sumber pejabat dewan menteri pemerintahan Sanaa mengatakan, “Pemerintahan Penyelamatan Nasional (kubu Ansarullah) menyatakan bersimpati sepenuhnya kepada Menteri Informasi Lebanon George Kordahi dalam menghadapi kampanye pencemaran nama baik yang menimpanya akibat pendiriannya yang berbasis pan Arabisme, moral dan kemanusiaan yang mulia.”

Sumber yang tak disebutkan namanya itu menambahkan, “Mewakili bangsa Yaman, kami berterima kasih kepada Kordahi atas sikapnya yang bijaksana dan desakannya supaya perang yang zalim terhadap Yaman dan apa yang disebutnya sia-sia dihentikan setelah hampir tujuh tahun diwarnai pembantaian dan kehancuran yang telah dan masih terus menimpa Yaman.”

Kordahi sendiri terus membela diri atas pernyataan tentang Perang Yaman, meski sembari mengingatkan bahwa itu adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili sikap pemerintah Lebanon.

Dalam jumpa pers Rabu lalu Kordahi mengatakan, “Saya tidak berbuat terhadap siapapun untuk kemudian meminta maaf.” Dia menambahkan, “Kemaslahatan Lebanon di atas semua maslahat, dan tak boleh kita diam di Lebanon menjadi sasaran provokasi, baik dari berbagai negara maupun dari para dubes dan oknum.”

Secara historis Lebanon memiliki hubungan yang istimewa dengan Saudi, tapi belakangan ini kerap mengalami ketegangan. Pada Mei lalu, misalnya, menteri luar negeri Lebanon pada saat itu, Charbel Wehbe, meminta diberhentikan dari tugasnya, menyusul pernyataan-pernyataannya yang dianggap oleh sebagian orang menyinggung Saudi dan negara-negara Teluk lainnya. (raialyoum)

Bashar Al-Assad: Suriah Harus Beralih ke Tahap Ofensif

Presiden Suriah Bashar Al-Assad menyatakan bahwa negaranya harus beralih ke tahap ofensif dan sekarang sedang melakukan apa yang dapat dilakukannya untuk perkembangan di semua bidang.

“Suriah yang berada di jantung peperangan melakukan apa yang bisa untuk pengembangan di bidang-bidang militer, ekonomi, keorganisasian dan ideologi,” ungkap Al-Assad dalam kata sambutannya saat berkunjung ke Akademi Tinggi Militer di Damaskus di hadapan para lulusan perwira.

Tentang AS yang menduduki sebagian wilayah Suriah dia mengatakan, “AS disebut-sebut telah menghabiskan satu triliun Dolar di Irak, menghabis sekian triliun Dolar di Afghanistan, untuk siapa ia menghabiskan triliunan itu? Untuk bangsa Irak, untuk bangsa Afghanistan? Ia menghabiskannya pada perusahaab-perusahaan AS sendiri, pasokan senjata, suplai berbagai peralatan.”

Al-Assad menambahkan, “Jadi, operasionalisasi perang adalah Dolar bagi orang-orang AS, dan dolar ini tertuang pada kepentingan perusahaan-perusahaan AS. Karena sudah semestinya kita menduga bahwa setelah kalah di Afghanistan, setelah kalah di Irak, setelah kalah di Somalia pada tahun 1994, dan setelah kalah di Vietnam masih akan ada peperangan dan kekalahan, dan Dolar tetap beredar pada ia sendiri.”

Dia lantas menegaskan, “Ini berarti bahwa di dunia yang gonjang-ganjing ini tak ada tempat kecuali untuk satu hal kecuali keteguhan. Negara-negara yang teguh dan menempuh jalan keteguhan adalah negara-negara yang menemukan tempat di dunia ini, baik negara-negara kecil yang mencari posisi regional dalam kepentingan regional maupun negara-negara besar yang mencari posisi di kancah internasional. Dan bangsa-bangsa yang teguh akan menemukan tanah airnya. Tak ada keteguhan tak ada pula tanah air.”

Presiden Suriah melanjutkan, “Keteguhan yang saya bicarakan adalah keteguhan yang positif, dan keteguhan yang positif menyerupai kondisi defensif. Kita tak boleh bertahan teguh dalam pengertiannya yang negatif dan defensif, melainkan harus beralif ke ofensif. Dan inilah yang saya katakan dalam pidato pengangkatan sumpah, bahwa kita akan melakukan pengembangan, kita tak menunggu berakhirnya pertempuran, dan tidak mengatakannya ketika pertempuran sudah berakhir, atau perang berhenti baru kita melakukan sesuatu, melainkan di jantung peperangan kita melakukan apa yang dapat dilakukan demi pengembangan.” (raialyoum)

Aboul Gheit: Aljazair, Irak dan Yordania Ingin Suriah kembali Duduki Kursinya di Liga Arab

Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit menyatakan bahwa tiga negara Arab Aljazair, Irak dan Yordania menginginkan Suriah kembali menempati kursinya di Liga Arab.

Dikutip Rai Al-Youm, Kamis (28/10), dalam wawancara dengan saluran Sada Al-Balad yang berbasis di Mesir, Aboul Gheit mengatakan, “Sejumlah negara Arab (tanpa menyebutkan nama) membuka diri secara diam-diam terhadap Suriah. Tapi saya sebagai Sekjen tidak melhat adanya satupun permohonan formal maupun informal untuk dimulainya tindakan-tindakan bagi kembalinya (Suriah) ke kursinya.”

Atas persetujuan 18 negara anggota Liga Arab dan penolakan dari tiga anggota lainnya, yaitu Suriah, Lebanon dan Yaman, sementara Irak absten, Liga Arab pada tanggal 12 November 2011 membekukan keanggotaan Suriah pada organisasi negara-negara Arab ini dengan klaim “kejahatan rezim Al-Assad terhadap rakyatnya”.

Aboul Gheit menyebutkan bahwa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab 2022 akan digelar di Aljazair, negara yang dia sebut terdepan dalam upaya pemulihan keanggotaan Suriah, sementara Irak juga sudah berbicara tentang itu, dan Yordaniapun menginginkan kembalinya Suriah ke Liga Arab dan telah memulai komunikasi dengan Suriah hingga bahkan kembali bertukar duta besar.

“Ini semua menandai awal dari momentum,” lanjutnya.

Dia kemudian menjelaskan, “Mekanisme pemulihan keanggota Suriah terwakili dalam persetujuan Dewan Menteri Liga Arab atas rancangan resolusi yang diajukan oleh para delegasi dan ditempatkan di depan KTT untuk disetujui.” (raialyoum)