Rangkuman Berita Timteng Senin 18 September 2017

iran abdulrahim almosaviJakarta, ICMES: Panglima Pasukan Dirgantara Korps Garda Recolusi Islam Iran (IRGC) Brigjen Amir Ali Hajizadeh menyatakan negaranya memiliki  “father of all bomb” (bapak semua bom) buatan dalam negeri seberat 10 ton yang “mengerdilkan” bom terkuat non-nulklir milik Amerika Serikat (AS), “mother of all bomb.”

Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa dikabarkan telah mengecam boikot negara-negara Arab terhadap Israel dan menyatakan warga negaranya bebas berkunjung ke negara Zionis penjajah Palestina ini.

Wakil Presiden Irak Nouri al-Maliki menegaskan pihaknya tidak membiarkan negara “Israel kedua” berdiri di Negeri 1001 Malam ini.

Dewan Tinggi Referendum Kurdistan Irak menegaskan pihaknya bertekad menyukseskan rencananya menggelar referendum kemerdekaan wilayah Kurdistan Irak pada 25 September mendatang.

Berita selengkapnya;

Iran Mengaku Miliki “Father of All Bomb” Dan Ancam Ratakan Israel Dengan Tanah

Panglima Pasukan Dirgantara Korps Garda Recolusi Islam Iran (IRGC) Brigjen Amir Ali Hajizadeh menyatakan negaranya memiliki  “father of all bomb” (bapak semua bom) buatan dalam negeri seberat 10 ton yang “mengerdilkan” bom terkuat non-nulklir milik Amerika Serikat (AS), “mother of all bomb.”

“Menyusul adanya proposal Pasukan Dirgantara IRGC, Industri Pertahanan (Iran) memproduksi bom 10 ton. Bom-bom ini ada pada kita,  dapat diluncurkan dari pesawat Ilyushin dan sangat merusak, ” ungkap Hajizedeh dalam  wawancara  televisi,  Jumat (15/9/2017).

Dia menyebut bom ini “father of all bomb” (FOAB) sebagai perbandingan dengan bom GBU-43 / B Massive atau “mother of all bomb  [MOAB]” (induk segala bom) yang pernah diledakkan oleh Angkatan Udara AS pada terowongan di provinsi Nangarhar Afghanistan dari pesawat MC-130 pada  April lalu.

MOAB memiliki berat sekira 22.000 pound (9.800 kg), dan disebut-sebut sebagai senjata non-nuklir paling kuat yang pernah dirancang selama ini.  Senjata ini dikembangkan selama perang AS di Irak dan dimaksudkan untuk menargetkan area di bawah permukaan yang luas.

Iran telah berulang kali menegaskan kemampuan militernya semata-mata untuk tujuan pertahanan dan tidak menimbulkan ancaman bagi negara lain. Iran juga telah membantu  negara-negara sekutunya, termasuk Irak dan Suriah, dalam perang melawan terorisme.

Pada Juni lalu IRGC menembakkan enam rudal balistik jarak menengah terhadap posisi-posisi ISIS di provinsi Deir Ezzor, Suriah,  sebagai balasan atas serangan kelompok teroris tak firi tersebut yang menewaskan 18 orang pada 7 Juni lalu.

Ancam  Israel

Panglima baru Angkatan Bersenjata Iran Brigjen Abdolrahim Mosavi mengancam akan membuat kota Tel Aviv dan Haifa di Israel (Palestina pendudukan 1948)  rata dengan tanah jika rezim zionis ilegal ini “bertindak bodoh” terhadap Iran.  Dia juga menyatakan bahwa umur Israel tidak lebih dari 25 tahun lagi.

“Belakangan ini salah seorang gembong Zionis (Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu) telah berbicara tanpa perhitungan mengenai keberadaan (militer) Iran di Suriah, karena itu saya harus meresponnya dengan dua kalimat.  Pertama, pernyatan kami bahwa kalian tidak akan melihat lagi Rezim Zionis pada 25 lagi bukan berarti bahwa umur entitas ini akan genap 25 lagi. Kedua, hal ini bergantung pada pepatah masyhur bahwa jika mereka bertindak bodoh terhadap kami maka Tel Aviv dan Haifa akan rata dengan tanah,” ancamnya.

Dia menambahkan, “Kami belum dan tidak akan pernah melupakan kejahatan-kejahatan rezim terlaknat ini.  Mereka harus menganggukkan kepalanya dan menghitung usianya. Jika entitas Zionis ini bertindak bodoh maka opsi akan ada di tangan Iran untuk bertindakan secepat kilat menyudahi kesempatan 25 tahun.” (presstv/alalam) 

Jerussalem Post: Raja Bahrain Kecam Boikot Terhadap Israel

Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa dikabarkan telah mengecam boikot negara-negara Arab terhadap Israel dan menyatakan warga negaranya bebas berkunjung ke negara Zionis penjajah Palestina ini. Demikian dilaporkan situs berita Israel Jerussalem Post (JP), Minggu (17/9/2017).

JP menyebutkan bahwa pernyataan Raja Bahrain yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel ini terungkap pada sebuah acara multi-nasional di Los Angeles yang diselenggarakan oleh Simon Wiesenthal Center pekan lalu.

Pada acara tersebut, Rabbis Marvin Hier dan Abraham Cooper yang memimpin Simon Wiesenthal Center mengungkapkan pernyataan Raja Bahiran itu kepada mereka sewaktu mereka berkunjung ke Manama, ibu kota Bahrain, pada awal 2017.

Disebutkan pula dalam pertemuan Hier dan Cooper dengan Raja Hamad mereka juga membahas rencana penguasa Bahrain untuk mendirikan sebuah Museum Toleransi Beragama di Manama, ibu kota Bahrain, pada akhir tahun ini.

Menurut Simon Wiesenthal Center, Raja Bahrain sendiri yang berisiniatif menyampaikan pernyataan tersebut, sementara dalam acara di Los Angeles tersebut puteranya telah mewakilinya sebagai pemimpin delegasi yang terdiri atas empat pejabat tinggi Bahrain.

Menanggapi kabar ini, Ksenia Svetlova, seorang anggota parlemen Israel (Knesset) yang juga pakar hubungan Israel-Arab melalui akun Twitternya berharap kabar itu benar.

“Berita baik, saya berharap tidak ada kabar-kabar susulan yang menepis berita ini, lantas apakah orang-orang Israel bebas berkunjung ke Bahrain?” cuitnya.

Situs Kemlu Israel juga memuat cuitan di Twitter mengenai kecaman Raja Bahrain atas boikot Arab terhadap Israel dan bahwa dia telah memperkenankan warganya berkunjung ke Israel. (jp/rayalyoum)

Soal Referendum Kurdi, Irak Nyatakan Tak Akan Biarkan “Israel Kedua” Berdiri 

Wakil Presiden Irak Nouri al-Maliki menegaskan pihaknya tidak membiarkan negara “Israel kedua” berdiri di Negeri 1001 Malam ini.  Hal dianyatakan dia tegaskan dalam pertemuan dengan Dubes Amerika Serikat (AS) untuk Irak, Douglas Silliman, di Baghdad, Ahad (17/9/2017), berkenaan dengan referendum yang akan digelar oleh Kurdi Irak pada 25 September 2017 untuk kemerdekaan wilayah Kurdistan Irak.

Al-Maliki menyebut keinginan untuk menggelar referendum kemerdekaan itu sebagai tindakan berbahaya bagi keamanan, kedaulatan, dan integritas Irak.  Karena itu dia menegaskan “keharusan pembatalan referendum atau penundaannya karena inkonstitusional dan tidak mendatangkan kemaslahatan bagi bangsa Irak secara umum maupun Kurdi secara khusus.”

Dia menambahkan, “Semua pihak hendaknya mengikuti bahasa dialog untuk mengatasi semua persoalan sesuai konstitusi yang telah disuarakan oleh semua pihak.”

Al-Maliki mengimbau para pemimpin Kurdistan Iran “menghormati kehendak bangsa Irak yang menolak referendum dan sikap masyarakat internasional yang notabene sejalan dengan aspirasi rakyat dan nasional (Irak).” (alalam)

Kurdi Bertekad Gelar Referendum, Al-Hakim Nyatakan Akan Ada “Kejutan”

Dewan Tinggi Referendum Kurdistan Irak menegaskan pihaknya bertekad menyukseskan rencananya menggelar referendum kemerdekaan wilayah Kurdistan Irak pada 25 September mendatang. Di pihak lain, pemimpin faksi Kebijaksanaan Nasional (al-Hikmah al-Wathani) Irak menyatakan krisis referendum Kurdistan akan mendatangkan “kejutan-kejutan” pada beberapa jam mendatang.

Dewan Tinggi Referendum Kurdistan Irak dalam pertemuan yang dipimpinan oleh pemimpin Kurdistan Irak Masoud Barzani di resot Salahuudin, provinsi Arbil, Minggu (17/9/2017), telah membahas prakarsa internasional mengenai opsi alternatif untuk menunda referendum.

Sumber anonim mengatakan bahwa dewan ini memutuskan untuk mengirim utusan ke Baghdad dalam dua hari ke depan guna berunding dengan pemerintah pusat Irak.

Sementara itu, tokoh berpengaruh Irak Ammar al-Hakim, pemimpin faksi Kebijaksanaan Nasional (al-Hikmah al-Wathani, di hari yang sama memperkirakan bahwa dalam beberapa jam mendatang akan terjadi “kejutan-kejutan.”

Dia mengatakan akan segera dilakukan inisiatif-inisiatif yang mendesak demi mengamankan  Irak dari ancaman bahaya.

“Opsi kami ialah pembatalan referendum dan kembali kepada dialog. Kami berharap ada gerakan politik pada 72 jam mendatang menuju kejutan-kejutan yang melindungi semua pihak dari bahaya ,” tuturnya. (rt)