Rangkuman Berita Timteng Senin 30 Juli 2018

ahed al-tamimiJakarta, ICMES:  Gadis aktivis terkemuka Palestina Ahed Tamimi yang baru dibebaskan dari penjara Israel menegaskan bahwa apapun yang dilakukan oleh rezim Zionis ini terhadap Al-Quds (Yerussalem) kota suci ini tetap merupakan ibu kota negara Palestina.

Kelompok-kelompok bersenjata yang tersebar di distrik Jabatha al-Khashab, provinsi Quneitra, Suriah selatan, telah menyerahkan senjata berat dan sedang mereka dalam beberapa gelombang baru kepada Pasukan Arab Suriah (SAA) sesuai kesepakatan yang telah dicapai antara kedua pihak.

Sebuah media Barat menyebutkan adanya intervensi Raja Salman bin Abdulaziz dari Saudi untuk mengendalikan sikap putranya, Mohammad bin Salman, terkait dengan prakarsa Amerika Serikat (AS) “Deal of The Century”.

Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi dalam sebuah pernyataannya, Ahad (29/7/2018) mengumumkan pemecatan Menteri Kelistrikan Irak Qassim al-Fahdawi oleh Abadi menyusul maraknya aksi unjuk rasa protes anti korupsi dan  buruknya layanan kelistrikan.

Berita selengkapnya;

Ahed Tamimi: Al-Quds Ibu Kota Abadi Palestina

Gadis aktivis terkemuka Palestina Ahed Tamimi yang baru dibebaskan dari penjara Israel menegaskan bahwa apapun yang dilakukan oleh rezim Zionis ini terhadap Al-Quds (Yerussalem) kota suci ini tetap merupakan ibu kota negara Palestina.

Dalam sebuah jumpa pers di Desa Nabi Salih, Tepi Barat, Ahad (29/7/2018), usai pembebasannya dari penjara Israel gadis yang menjadi salah satu simbol resistensi bangsa Palestina karena keberaniannya sejak kecil melawan pasukan Zionis itu mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersimpati kepadanya, mendukungnya, dan menyampaikan suara anti-Israelnya kepada khalayak dunia.

Lebih lanjut dia berpesan kepada dunia, terutama kalangan media, agar lebih peduli kepada nasib para tahanan Palestina, terlebih anak-anak kecil, di penjara Israel.

“Saya memang telah keluar dari penjara, tapi di sana masih banyak anak kecil dan tahanan,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa dalam penjara itu terdapat anak-anak gadis yang masih di bawah umur, dan mereka berpesan agar seluruh komponen bangsa Palestina bersatu dan lebih peduli kepada para tahanan Palestina.

Mengenai kondisi dirinya, Tamimi mengatakan, “Saya berhasil menyelesaikan pendidikan menengah pertama saya meskipun di dalam penjara mendapat tekanan dari Israel. Saya akan belajar ilmu hukum agar dapat menyampaikan perkara Paestina ke lembaga-lembaga internasional… Israel harus dituntut atas kejahatan perangnya terhadap orang-orang Palestina.”

Dia kemudian menyebutkan bahwa kaum wanita adalah bagian dari isu Palestina.

“Kita harus memiliki perempuan yang dapat mencetak generasi yang tangguh dan sanggup melawan rezim pendudukan,” tuturnya.

Seperti pernah diberitakan, Tamimi yang kini telah berusia 17 tahun ditangkap oleh militer Israel pada 19 Desember 2017 lalu dengan dakwaan telah menghalangi dan menyerang dua pasukan Israel, dan baru Ahad kemarin dia dibebaskan. (alalam)

Militan Di Quneitra Serahkan Senjata Kepada Tentara Suriah

Kelompok-kelompok bersenjata yang tersebar di distrik Jabatha al-Khashab, provinsi Quneitra, Suriah selatan, telah menyerahkan senjata berat dan sedang mereka dalam beberapa gelombang baru kepada Pasukan Arab Suriah (SAA) sesuai kesepakatan yang telah dicapai antara kedua pihak.

Dilaporkan bahwa sepanjang Jumat dan Sabtu lalu kawanan bersenjata itu telah menyerahkan antara lain satu tank, satu peluncur roket, dua kendaraan lapis baja, dan tiga unit monil bak terbuka yang dilengkapi senapan otomatis 14.5 mm, mortir 122 mm, dan senjata anti tank.

Jabatha al-Khashab dan sekitarnya di bagian utara provinsi Qunietra semula merupakan daerah yang menjadi kantung utama kelompok-kelompok teroris, terutama Jabhat al-Nusra, yang telah disuplai Israel dengan berbagai jenis senjata dan sarana tempur canggih.

Pada 19 Juli lalu di Quneitra telah dicapai kesepakatan yang mengharuskan para teroris dan pemberontak penolak rekonsiliasi dengan pemerintah Suriah keluar dari provinsi Quneitra ke provinsi Idlib yang sebagian besar wilayahnya masih dikuasai kawanan bersenjata. Sesuai perjanjian ini, SAA kembali berkuasa di wilayah itu sebagaimana era sebelum Suriah mulai dilanda krisis pemberontakan dan terorisme pada tahun 2011.

Belakangan ini SAA terlibat pertempuran sengit melawan sisa-sisa kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di bagian selatan Suriah. Banyak teroris bergelimpangan dan tewas diterjang operasi militer SAA.

Laporan terbaru yang disertai peta perang di Suriah selatan menyebutkan bahwa SAA telah menguasai sekira 98% wilayah provinsi Daraa, sedangkan lebihnya masih dikuasai oleh ISIS.

Sementara itu, kantor berita Jerman, DPA, melaporkan bahwa kelompok-kelompok pemberontak di Suriah utara telah membentuk pasukan baru utuk menghadapi SA yang sudah bersiap untuk segera menjalankan operasi militer penumpasan kawanan bersenjata.

“Kelompok-kelompok oposisi telah bersatu, terutama Front Pembebasan Suriah,  Front Nasional, dan Pasukan Kebebasan Idlib, dalam sebuah pasukan baru yang dinamai ‘Jaish al-Fath’ (Pasukan Pembebasan),” ujar sumber anonim kepada DPA.

Dia menambahkan bahwa jumlah kawanan bersenjata itu lebih dari 75,000 orang, dan pasukan baru ini dibentuk tak lain untuk melawan rezim Ziois Israel. (alalam)

Reuters: Reaksi Keras Palestina Sebabkan Saudi Mundur Dari Deal of The Century

Di tengah maraknya spekulasi mengenai hubungan tertutup maupun terbuka para pejabat Arab Saudi dan Israel, sebuah media Barat menyebutkan adanya intervensi Raja Salman bin Abdulaziz dari Saudi untuk mengendalikan sikap putranya, Mohammad bin Salman (MbS) yang juga merupakan Putra Mahkota Saudi terkait dengan prakarsa Amerika Serikat (AS) “Deal of The Century” untuk menyelesaikan kemelut Palestina-Israel.

Kantor berita Reuters melaporkan bahwa menurut para diplomat maupun pengamat, jaminan pribadi dan khusus Salman kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas serta pernyataan terbukanya dalam beberapa bulan terakhir dalam membela pendirian lama Arab mengenai Palestina telah menggeser asumsi bahwa sikap Saudi di bawah kendali MbS mengalami perubahan.

Seorang diplomat senior Saudi di Riyadh mengatakan, “Di Arab Saudi raja inilah yang sekarang menjadi pengambil keputusan dalam hal ini (Palestina), bukan Putra Mahkota. AS keliru ketika beranggapan akan dapat menundukkan sebuah negara dengan cara menekan orang lain, sebab malasahnya sama sekali bukanlah tekan menekan. Tak ada satu pemimpin Arab yang dapat menyerahkan Al-Quds (Yerussalem) atau Palestina.”

Para pejabat Palestina pada Desember lalu mengabarkan bahwa MbS menekan Mahmoud Abbas agar menerima Deal of The Century. Namun, Reuters dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa para pejabat Saudi menepis anggapan adanya perselisihan antara Raja Salman dan MbS mengenai Palestina.

Menurut Dubes Palestina untuk Saudi, Basem Al-Agha, Raja Salman dalam pertemuannya dengan Mahmoud Abbas belum lama ini mengatakan kepada Abbas “Kami tidak akan membiarkan Anda. Kami menerima apa yang Anda terima, dan menolak apa yang Anda tolak.”

Menurut al-Agha, Raja Salman telah menamai konferensi Liga Arab tahun 2018 dengan “Pertemuan Al-Quds”, dan mengusulkan bantuan dana US$ 200 juta untuk Palestina.”

Reuters mengutip keterangan para diplomat Timteng bahwa mereka mempertimbangkan status Al-Quds timur sebagai ibu kota Palestina, bahwa para pengungsi Palestina berhak pulang ke kampung halamannya, dan bahwa Israel harus menghentikan proyek pembangunan permukiman Yahudi di wilayah sengketa. (fn/ti)

PM Irak Pecat Menteri Kelistrikan

Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi dalam sebuah pernyataannya, Ahad (29/7/2018) mengumumkan pemecatan Menteri Kelistrikan Irak Qassim al-Fahdawi oleh Abadi menyusul maraknya aksi unjuk rasa protes anti korupsi dan  buruknya layanan kelistrikan.

Pernyataan itu juga memuat instruksi penyelidikan internal pemerintahan terhadap peran al-Fahdawi dalam memburuknya layanan kelistrikan.

Pihak Fahdawi hingga saat ini belum memberikan komentar terkait keputusan tersebut, demikian dilansir Reuters.

Gelombang protes belakangan ini melanda kota-kota di Irak selatan. Aksi ini dipicu oleh pemadaman listrik di tengah kemarau panjang yang panas, minimnya kesempatan kerja dan layanan pemerintah, dan maraknya korupsi.

Masyarakat semakin gusar manakala para politisi kesulitan membentuk pemerintahan baru usai pemilu parlemen 12 Mei lalu yang diwarnai dugaan kecurangan sehingga marak desakan penghitungan ulang.

Perdana Menteri Irak Sabtu lalu (28/7/2018) juga memecat lima anggota komisi pemilihan lokal setelah mereka dituduh melakukan korupsi selama proses pemilu parlemen 12 Mei lalu.

Abadi bertindak demikian setelah ulama Syiah terkemuka Irak, Grand Ayatollah Ali al-Sistani, pada Jumat lalu mendesak pemerintah agar menindak korupsi demi meredakan kerusuhan. (alalam/reuters)