Rangkuman Berita Utama Timteng  Senin 13 Desember 2021

Jakarta, ICMES. Komandan Angkatan Bersenjata Iran Mayjen Abdolrahim Mousavi menyebut ancaman serangan militer Israel terhadap Iran sebagai “omong kosong”, dan memperingatkan bahwa Israel akan musnah jika nekat mencoba menyerang Iran.

Inggris memperingatkan Iran bahwa kesempatan terakhir bagi negara republik Islam ini sekarang sudah menipis untuk menyelamatkan perjanjian nuklir.

Institut Washington menyodorkan hasil jajak pendapat baru yang mengungkap pendirian Arab Saudi dalam berbagai isu internasional, termasuk normalisasi hubungan dengan Rezim Zionis Israel.

Ribuan orang Turki berdemonstrasi di pusat kota Istanbul, Ahad (12/12), menuntut Presiden Revep Tayyip Erdogan mundur karena tak dapat mengatasi lonjakan harga barang dan peningkatan angka kemiskinan.

Berita Selengkapnya:

Jenderal Iran: Israel akan Musnah Jika Menyerang Iran

Komandan Angkatan Bersenjata Iran Mayjen Abdolrahim Mousavi menyebut ancaman serangan militer Israel terhadap Iran sebagai “omong kosong”, dan memperingatkan bahwa Israel akan musnah jika nekat mencoba menyerang Iran.

“Para pemimpin Rezim Zionis mengetahui bahwa jika seseorang ingin mewujudkan ancaman itu maka akan menerima balasan setimpal dan bisa jangka waktu eksistensinya akan berakhir dalam waktu dekat,” tegas Mousavi, seperti dikutip Fars, Ahad (12/12).

“Omong kosong Israel bersumber pada ketakutan dan kepanikan, sebab para pemimpin rezim Zionis ini tahu bahwa jika mereka hendak menerapkannya ke tataran praktik maka mereka akan menerima balasan, dan hidupnya akan berakhir dalam waktu dekat,” imbuhnya, sembari memastikan bahwa sanksi AS tak berpengaruh pada Angkatan Bersenjata Iran.

Sehari sebelumnya, media Israel melaporkan bahwa Menhan Israel Benny Gantz telah memberitahu pemerintah AS bahwa dia telah menginstruksikan kesiapan untuk opsi militer terhadap Iran.

Surat kabar Haaretz mengutip pernyataan sumber keamanan Israel bahwa Gantz telah menginstruksikan kepada tentara Israel agar siap melakukan opsi militer terhadap Iran, dan bahwa inilah yang disampaikan Gantz kepada pemerintah AS dalam kunjungannya ke Washington belakangan ini.

Seorang komandan militer Iran lain memperingatkan Israel dan AS untuk tidak melupakan peristiwa gempuran rudal Iran terhadap pangkalan militer Ain Al-Assad yang ditempati oleh pasukan AS di Irak.

Dikutip Nour News, komandan anonim itu menilai bahwa dengan banyaknya tentara yang menjadi korban gempuran rudal Iran tersebut dan meski belakangan ini mereka dianugerahi militer lencana maka banyak tentara AS yang tak siap untuk melakukan petualangan baru dengan menyerang Iran.

Dia mengatakan demikian saat menanggapi laporan mengenai rencana Israel dan AS untuk melakukan latihan militer bersama di Laut Merah dengan tujuan mensimulasikan serangan militer ke instalasi-instalasi nuklir dan militer Iran. (raialyoum)

Ingatkan Iran, Inggris Nyatakan Kesempatan Sudah Menipis

Inggris memperingatkan Iran bahwa kesempatan terakhir bagi negara republik Islam ini sekarang sudah menipis untuk menyelamatkan perjanjian nuklir.

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, Ahad (12/12), mengatakan, “Ini adalah kesempatan terakhir bagi Iran untuk duduk di meja perundingan dengan solusi serius bagi urusan ini, yang harus sesuai dengan persyaratan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).”

Dia menambahkan, “Ini adalah kesempatan terakhir mereka, sudah seharusnya mereka melakukannya, kami tak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir.”

Di pihak lain, kepala perunding nuklir Iran Ali Bagheri Kani di hari yang sama menyebutkan adanya kemajuan dalam penetapan jadwal tema-tema yang akan diperdebatkan dalam pembicaraan yang sedang berlangsung di Wina.

Dikutip IRNA, dia mengatakan, “Kedua pihak telah menempuh satu langkah maju demi mencapai konsensus yang jelas mengenai zona dan batasan isu yang akan dimuat dalam jadwal perundingan.”

Dia menambahkan, “Ini merupakan satu prestasi bagus. Jika pada tahap sekarang kita dapat mencapai konsensus ini maka akan menjadi penting karena sejak awal ada perselisihan antara kedua pihak dalam masalah ini.”

Setelah mengalami jeda lima bulan, negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran dilanjutkan pada 29 November di Wina dengan partisipasi negara-negara yang masih terlibat dalam perjanjian JCPOA tahun 2015, yaitu Perancis, Inggris, Jerman, China, Rusia dan Iran.

Adapun Amerika Serikat, yang secara sepihak menarik diri dari perjanjian pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran di bawah Presiden Donald Trump, berpartisipasi dalam negosiasi secara tidak langsung. (raialyoum)

PM Israel Berkunjung ke UEA, Ini Hasil Jajak Pendapat Saudi tentang Hubungan dengan Israel

Institut Washington menyodorkan hasil jajak pendapat baru yang mengungkap pendirian Arab Saudi dalam berbagai isu internasional, termasuk normalisasi hubungan dengan Rezim Zionis Israel.

Jajak pendapat tersebut menyatakan “hanya 16 persen orang Saudi yang memandang normalisasi Arab dengan Israel sebagai langkah positif, sementara 77 persen melihatnya sebagai negatif.”

Sementara itu, hampir setengah dari orang Saudi menilai penting hubungan baik dengan China, dan kemudian di susul  dengan nama Amerika Serikat dan Rusia, yang masing-masing secara statistik mendapat suara 44 dan 45 persen.

Menurut Institut Washington, angka-angka ini mengkonfirmasi pola yang secara umum masih stabil selama beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tiba di UEA pada Ahad malam (12/12) dalam kunjungan resmi pertama kalinya, menyusul kesepakatan normalisasi antara kedua pihak.

Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth sebelumnya di hari yang sama melaporkan bahwa Bennett akan bertolak ke UEA dan mengadakan pertemuan singkat dengan putra mahkota UEA, lalu kembali ke Israel.

Yedioth Ahronoth menyebutkan bahwa kunjungan itu sedianya dibarengi oleh wartawan, tapi Kantor Perdana Menteri Israel memutuskan untuk membatalkan keikutsertaan mereka karena faktor pandemi Covid-19.

Kunjungan ini merupakan yang pertama kali setelah terjadi normalisasi hubungan antara Abu Dhabi dan Tel Aviv di bawah naungan AS pada Agustus 2020.  Langkah normalisasi ini dipercepat untuk mencakup semua bidang meskipun oleh banyak pihak dianggap sebagai pengkianatan terhadap Palestina. (railayoum/alalam)

Krisis Ekonomi Turki, Istanbul Dilanda Demo Anti-Presiden Erdogan

Ribuan orang Turki berdemonstrasi di pusat kota Istanbul, Ahad (12/12), menuntut Presiden Revep Tayyip Erdogan mundur karena tak dapat mengatasi lonjakan harga barang dan peningkatan angka kemiskinan.

Dalam unjuk rasa yang digelar atas seruan dari Konfederasi Serikat Buruh Revolusioner, massa meneriakan yel-yel “Cukup, kami ingin hidup”, “Kami ingin menjalani kehidupan yang manusiawi” dan “Kesetaraan dalam pendapatan dan pajak.”

Massa mencemooh kebijakan pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan, dan dalam video juga terdengar massa meneriakan yel-yel; “Erdogan, mundur!”

Massa menuntut kenaikan upah minimum dari 3.577 lira Turki (setara dengan US$ 257 atau Rp. 3.689.235) menjadi 5.200 lira (US$ 374 atau Rp. 5.368.770).

Nilai tukar lira turun terhadap mata uang asing akibat kebijakan ekonomi Erdogan dalam berupaya menurunkan suku bunga.

Para ekonom memperkirakan bahwa kebijakan ekonomi Erdogan tidak akan berkontribusi untuk menggairahkan kembali ekonomi negara atau mengurangi inflasi, yang telah mencapai 20 persen. (alalam)