Jakarta, ICMES. Mesir dikabarkan telah memperingatkan Israel ihwal aksi pasukan Zionis terhadap pintu perbatasan Rafah, dan menyatakan bahwa Negeri Piramida itu siap menghadapi segala skenario terkait dampak dan risiko ketika Israel tidak mengindahkan peringatan tersebut.
Kelompok pejuang Ansarullah Yaman pada Selasa malam (7/5) bersumpah akan melakukan reaksi dengan “eskalasi yang lebih luas” jika tentara Zionis Israel menyerbu kota Rafah, bagian selatan Jalur Gaza yang berbatasan dengan Mesir.
Hizbullah Lebanon mengumumkan bahwa mereka melancarkan dua serangan drone terhadap situs-situs militer di Israel utara, sehari setelah serangan serupa dikonfirmasi oleh tentara Israel telah menyebabkan kematian dua tentaranya.
Berita selengkapnya:
Pasukan Zionis Kuasai Pintu Perbatasan Rafah, Ini Reaksi Keras Mesir
Mesir dikabarkan telah memperingatkan Israel ihwal aksi pasukan Zionis terhadap pintu perbatasan Rafah, dan menyatakan bahwa Negeri Piramida itu siap menghadapi segala skenario terkait dampak dan risiko ketika Israel tidak mengindahkan peringatan tersebut.
Setelah beberapa bulan mendapat peringatan dan penolakan Mesir terhadap operasi militer Israel di kota Rafah atau poros Philadelphia, tentara pendudukan Israel pada hari Selasa (7/5) mengumumkan kendalinya atas pintu perbatasan Rafah, yang menghubungkan Mesir dengan Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataannya tentara Israel mengumumkan bahwa “pasukan Brigade 401 mencapai kendali operasional atas penyeberangan Rafah dari sisi Gaza, dan memisahkan penyeberangan ini dari poros Salah al-Din.”
Dengan demikian, pasukan pendudukan telah menembus poros Salah al-Din Philadelphia untuk pertama kalinya sejak penarikan mereka dari Jalur Gaza pada pertengahan Agustus 2005. Poros itu merupakan jalur perbatasan sepanjang 14 kilometer yang memisahkan wilayah Palestina di Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai Mesir. Perjanjian damai antara Mesir menetapkan Israel memiliki “zona penyangga” di sepanjang perbatasan antara kedua pihak.
Kemlu Mesir dalam reaksi pertama negara ini pada hari Selasa mengutuk operasi militer Israel di Rafah dan dampak kendali Israel atas perbatasan Palestina di Rafah.
Kemlu Mesir mendesak Israel untuk “menahan diri sepenuhnya dan menghindari kebijakan yang menimbulkan dampak jangka panjang,” yang akan mengancam nasib upaya keras yang dilakukan untuk mencapai gencatan senjata berkelanjutan di Jalur Gaza.
Kemlu Mesir menganggap eskalasi berbahaya ini mengancam kehidupan lebih dari satu juta warga Palestina yang bergantung terutama pada pintu penyeberangan ini karena merupakan jalur utama bagi Jalur Gaza, dan jalan keluar yang aman bagi yang terluka dan sakit untuk keluar guna menerima perawatan, dan bagi masuknya bantuan kemanusiaan dan pertolongan kepada orang-orang Palestina di Gaza.
Kemlu Mesir juga meminta semua pihak internasional yang berpengaruh untuk melakukan intervensi dan memberikan tekanan yang diperlukan untuk meredakan krisis saat ini dan memungkinkan upaya diplomatik mencapai hasil yang diinginkan.
Menlu Mesir Sameh Shoukry mengatakan komunitas internasional tidak mampu mencegah Israel menyerbu Rafah.
Beberapa jam kemudian, media Mesir melaporkan bahwa Kairo meminta Tel Aviv “segera” menghentikan gerakan militernya di penyeberangan Rafah dari sisi Palestina.
Cairo News Channel yang dekat dengan intelijen Mesir mengutip pernyataan “pejabat tinggi” anonim bahwa delegasi keamanan Mesir memperingatkan sejawatnya di Israel mengenai konsekuensi penyerbuan penyeberangan Rafah dari sisi Palestina, dan meminta agar langkah ini harus segera dihentikan.
Sumber tersebut menambahkan bahwa Mesir telah memberi tahu Israel tentang keseriusan eskalasi tersebut, dan “siap menghadapi semua skenario”. (aljazeera)
Rafah Meradang, Ansarullah Ancam akan Bereaksi Keras terhadap Israel
Kelompok pejuang Ansarullah Yaman pada Selasa malam (7/5) bersumpah akan melakukan reaksi dengan “eskalasi yang lebih luas” jika tentara Zionis Israel menyerbu kota Rafah, bagian selatan Jalur Gaza yang berbatasan dengan Mesir.
Ketua Komite Nasional Pendukung Al-Aqsa, yang berafiliasi dengan Ansarullah, Muhammad Miftah, mengatakan, “Eskalasi Zionis di Jalur Gaza dan Tepi Barat, dan ancaman mereka untuk menyerang Rafah, akan berhadapan dengan reaksi Yaman dan penerapan eskalasi tahap keempat.”
Miftah melanjutkan,“Jikaterjadi eskalasi (di Rafah), keputusan Yaman dan Angkatan Bersenjata Yaman sudah jelas dan diumumkan, dan eskalasi yang lebih luas mungkin terjadi.”
Dia menambahkan bahwa eskalasi dari pasukan Yaman akan menjadi “respon terhadap kecerobohan Zionis, baik serangan terhadap Yaman, Gaza, atau tempat mana pun di wilayah pendudukan Palestina.”
Sebagai solidaritas dengan Gaza, pasukan Yaman kubu Ansarullah kerap menyerang kapal-kapal kargo yang terkait dengan Israel di Laut Merah dengan rudal dan drone, selain menyerang kota-kota Israel, termasuk Eilat.
Di pihak lain, koalisi internasional yang dipimpin oleh AS telah menyerang berbagai lokasi yang disebutnya sebagai situs-situs Ansarullah di Yaman sejak Januari lalu.
Miftah mengatakan, “Ancaman Yaman akan membuahkan hasil dan mencapai tujuannya, dan akan memaksa musuh untuk banyak berpikir tentang tindakan selanjutnya, dan meninjau kembali tindakannya, sebelum mengambil langkah apa pun untuk meningkatkan eskalasinya.”
Pada hari Selasa, tentara Israel mengambil alih wilayah Palestina yang melintasi tanah Rafah antara Gaza dan Mesir, sebagai bagian dari apa yang mereka klaim sebagai operasi “ruang lingkup terbatas” yang telah berlangsung di kota tersebut sejak Senin pagi.
Pada hari Senin, Israel mengeluarkan peringatan kepada sekitar 100.000 warga Palestina untuk mengungsi di timur Rafah dan menuju ke daerah non-perumahan Al-Mawasi di barat daya Jalur Gaza. Hal ini tak pelak memicu gelombang kecaman regional dan internasional atas pemindahan paksa ini.
Israel mengklaim bahwa Rafah sebagai “benteng terakhir Hamas,” dan bersikeras untuk menyerang kota ini, meskipun ada peringatan internasional akan dampak buruknya, sebab ada sekitar 1,5 juta warga Palestina di kota ini, termasuk 1,4 pengungsi.
Pada Senin malam, Hamas mengumumkan penerimaannya terhadap proposal gencatan senjata Mesir-Qatar dan perjanjian pertukaran tawanan dengan Israel, namun Israel mengklaim bahwa proposal itu tidak memenuhi persyaratannya, dan Hamas mengirim delegasinya ke Kairo pada hari Selasa untuk menyelesaikan perundingan tidak langsung.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan perang di Gaza, menyebabkan sekitar 113.000 orang terbunuh dan terluka, yang sebagian besarnya anak-anak dan wanita, dan sekitar 10.000 orang hilang di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang merenggut nyawa anak-anak dan orang tua.
Israel terus melanjutkan perang meskipun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi untuk segera menghentikan pertempuran, dan kendati Mahkamah Pidato Internasional menuntut tindakan segera untuk mencegah tindakan “genosida” dan memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza. (almasirah/raialyoum)
Serangan Hizbullah terhadap Israel Tewaskan Sejumlah Tentara Zionis
Hizbullah Lebanon mengumumkan bahwa mereka melancarkan dua serangan drone terhadap situs-situs militer di Israel utara, sehari setelah serangan serupa dikonfirmasi oleh tentara Israel telah menyebabkan kematian dua tentaranya.
Hizbullah dan Israel telah saling melancarkan serangan bom lintas batas setiap hari sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza tujuh bulan lalu, namun beberapa minggu terakhir terjadi peningkatan serangan.
Pengeboman tersebut sebagian besar terjadi di daerah perbatasan kedua belah pihak, sementara tentara Israel terkadang melakukan serangan jauh ke dalam Lebanon, yang ditanggapi oleh Hizbullah dengan meningkatkan operasinya atau menargetkan lokasi yang lebih jauh pula.
Hizbullah pada hari Selasa (7/5) menyatakan pihaknya telah melancarkan “serangan udara dengan drone tukik yang menyasar perwira dan tentara musuh di kompel Barak Yiftah” di Israel utara, dan menyasar pula “salah satu platform Iron Dome yang terletak di selatan Barak Ramot Naftali.”
Tentara Israel mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa “dua target udara diidentifikasi selama infiltrasinya dari Lebanon ke Israel utara, dan salah satunya berhasil dicegat.”
Mereka menyatakan bahwa serangan dari Lebanon itu menyebabkan “kerusakan kecil, dan tidak ada korban cedera yang dilaporkan,” dan bahwa pesawat tempurnya membom “infrastruktur Hizbullah di beberapa wilayah di Lebanon selatan.”
Dalam pernyataan lain pada hari Selasa, Hizbullah mengumumkan serangannya terhadap “fasilitas spionase”, “pergerakan tentara”, dan situs militer di sisi perbatasan Israel.
Hal ini terjadi sehari setelah Hizbullah mengumumkan serangan drone yang terhadap perkumpulan tentara Israel di dekat kota Metulla.
Tentara Israel mengumumkan pada hari Selasa bahwa dua tentaranya tewas akibat serangan ini.
Perkembangan ini terjadi ketika tentara Israel mengumumkan kendalinya atas jalur penyeberangan Rafah di sisi Palestina antara Jalur Gaza dan Mesir, setelah malam pemboman di Rafah di ujung selatan Jalur Gaza, dan sehari setelah Hamas mengumumkan persetujuannya terhadap proposal untuk gencatan senjata jangka panjang.
Sejak pecahnya perang antara Israel dan Hamas pada tanggal 7 Oktober, Hizbullah telah berulang kali mengumumkan serangannya terhadap situs-situs Israel, perangkat mata-mata, dan konsentrasi militer Zionis.
Serangan itu dilakukan demi membela Gaza, dan tntara Israel menanggapinya dengan pemboman udara dan artileri.
Situs Times of Israel pada hari Selasa menyebutkan bahwa konfrontasi perbatasan yang sedang berlangsung dengan Hizbullah sejak 8 Oktober lalu mengakibatkan kematian 13 tentara Israel dan sembilan warga sipil Israel.
Media Israel ini juga menyatakan, “Beberapa serangan terjadi terhadap tentara Israel dari Suriah, namun tidak ada korban jiwa.” (raialyoum)