Jakarta, ICMES. Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, Brigjen Yahya Saree, mengumumkan dimulainya penerapan eskalasi tahap keempat untuk reaksi Yaman atas kontinyuitas agresi Israel di Jalur Gaza.

Gerakan Hamas mengumumkan bahwa delegasinya akan berangkat ke Kairo, pada hari Sabtu (4/5), untuk menyelesaikan pembicaraan tidak langsung dengan Israel mengenai kesepakatan pertukaran tawanan dan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Wasekjen Hizbullah Lebanon, Syeikh Naeem Qassem, menyebut tekanan AS terhadap Israel bertolak hanya dari “kemunafikan,” dan memastikan Washington tak punya iktikad serius untuk mengakhiri agresi Israel terhadap Gaza.
Berita selengkapnya:
Yaman Umumkan Fase IV Bela Gaza dan Aksi Anti-Israel
Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, Brigjen Yahya Saree, mengumumkan dimulainya penerapan eskalasi tahap keempat untuk reaksi Yaman atas kontinyuitas agresi Israel di Jalur Gaza.
Saree menjelaskan bahwa tahap ini mencakup penargetan semua kapal yang melanggar larangan pelayaran kapal Israel, dan kapal yang menuju pelabuhan Palestina pendudukan dari Laut Mediterania, di wilayah mana pun yang terjangkau oleh angkatan bersenjata Yaman.
Saree menegaskan bahwa Sanaa akan menjatuhkan sanksi terhadap semua kapal perusahaan yang terkait dengan pasokan dan memasuki pelabuhan Palestina pendudukan, dari negara mana pun, jika Israel melancarkan operasi militer di Rafah.
Dia menambahkan bahwa Angkatan Bersenjata Yaman “akan mencegah semua kapal perusahaan yang terkait dengan pelabuhan rezim pendudukan melewati wilayah operasi mereka, terlepas dari tujuannya.”
Saree menekankan bahwa Angkatan Bersenjata Yaman “tidak akan ragu untuk bersiap menghadapi tahap eskalasi yang lebih luas dan kuat,” sampai agresi berhenti dan blokade terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dicabut.
Dia menyatakan bahwa pihaknya terus mengikuti perkembangan isu mengenai usulan yang diajukan kepada kubu pejuang Gaza di mana Israel bermaksud menyelesaikan masalah tawanan tanpa gencatan senjata permanen,dan bahwa Yaman terus mengikuti pula isu terkiat rencana Israel melancarkan operasi militer di kota Rafah di bagian selatan Jalur Gaza.
Dia juga menegaskan bahwa pelaksanaan pernyataannya dimulai sejak diumumkan.
Pengumuman ini disampaikan pada hari Jumat (3/5) dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di hadapan jutaan massa di Sanaa, ibu kota Yaman, serta berbagai kota dan daerah Yaman lainnya, yang mengadakan unjuk rasa akbar di bawah semboyan “Yaman Al-Anshar setia kepada kaum merdeka Gaza.”
Beberapa sumber di Yaman menegaskan bahwa fase keempat eskalasi yang dilakukan Angkatan Bersenjata Yaman akan mencakup serangan terhadap kapal apa pun yang mencoba mencapai pelabuhan Palestina pendudukan, baik yang berangkat dari Laut Mediterania, Laut Merah, dan lain-lain.
Sumber-sumber itu menambahkan bahwa eskalasi pendudukan Israel di Gaza dan penyerbuan Rafah akan menyebabkan penerapan sanksi terhadap perusahaan mana pun yang mengirimkan kapalnya ke pelabuhan-pelabuhan Palestina pendudukan, dan saksi itu mencakup serangan terhadap kapal atau perusahaan apapun di kawasan manapun dan berlayar ke arah manapun. (almayadeen)
Delegasi Hamas Bertolak ke Kairo untuk Tuntaskan Perundingan Gancatan Senjata di Gaza
Gerakan Hamas mengumumkan bahwa delegasinya akan berangkat ke Kairo, pada hari Sabtu (4/5), untuk menyelesaikan pembicaraan tidak langsung dengan Israel mengenai kesepakatan pertukaran tawanan dan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Hamas dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat (3/5), menyebutkan; “Mengingat kontak baru-baru ini dengan saudara-saudara mediator di Mesir dan Qatar, besok, Sabtu, delegasi Hamas akan berangkat ke Kairo untuk menyelesaikan diskusi.”
Hamas menambahkan: “Kami menekankan spirit positif para pemimpin gerakan ini ketika mempelajari proposal gencatan senjata yang baru-baru ini diterima, dan kami akan pergi ke Kairo dengan semangat yang sama untuk mencapai kesepakatan.”
Hamas juga menegaskan; “Kami bertekad bersama dengan kekuatan perlawanan Palestina untuk mematangkan perjanjian tersebut, dengan cara yang memenuhi tuntutan rakyat kami untuk penghentian agresi sepenuhnya, penarikan pasukan pendudukan, pemulangan para pengungsi, pemberian bantuan kepada rakyat kami, dimulainya rekonstruksi. , dan pelaksanaan secara serius atas kesepakatan pertukaran tawanan .”
Senin lalu, Cairo News Channel (swasta) memberitakan bahwa delegasi Hamas meninggalkan Kairo dan akan kembali lagi dengan tanggapan tertulis terhadap usulan Mesir mengenai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry dalam pidatonya di forum internasional di Riyadh mengumumkan adanya proposal dari negaranya di meja perundingan mengenai gencatan senjata di Gaza,dan menyerukan pihak Palestina dan Israel untuk mempelajarinya, tanpa rincian lebih lanjut.
Hal ini terjadi bersamaan dengan laporan eksklusif media Israel, termasuk situs web Walla dan surat kabar Yedioth Ahronoth , tentang kedatangan Direktur CIA William Burns ke Mesir, pada hari Jumat, untuk berpartisipasi dalam pembicaraan kesepakatan mengenai tawanan antara Israel dan kubu pejuang Palestina.
Dengan mediasi Mesir dan Qatar serta partisipasi AS, Israel dan Hamas telah melakukan negosiasi tidak langsung yang gagal selama berbulan-bulan untuk mencapai kesepakatan pertukaran tawanan dan gencatan senjata. (raialyoum)
Hizbullah: Biden Tekan Israel Hanya demi Kepentingan Pilpres
Wasekjen Hizbullah Lebanon, Syeikh Naeem Qassem, menyebut tekanan AS terhadap Israel bertolak hanya dari “kemunafikan,” dan memastikan Washington tak punya iktikad serius untuk mengakhiri agresi Israel terhadap Gaza.
Dalam sebuah wawancara televisi pada hari Jumat (3/5), Syeikh Qassem mengatakan, “Faksi perlawanan Palestina telah meyakinkan kita bahwa mereka mampu terus berjuang berbulan-bulan melawan musuh.”
Dia juga mengatakan, “Ada tekanan terhadap Presiden AS Joe Biden di dalam dan luar negeri, dan dia berisiko kalah dalam pemilihan presiden karena Gaza. Karena itu, dia sekarang berusaha memoles citranya dengan mendesak gencatan senjata, meskipun hanya untuk sementara .”
Dia menekankan bahwa tekanan AS terhadap Israel masih “lunak”, karena apa yang seharusnya dilakukan AS ialah mencegah bantuan militer kepada Israel.
Syeikh Naim Qassem juga menekankan bahwa pernyataan Washington dalam masalah ini “munafik dan tidak serius dalam niatnya untuk mengakhiri agresi terhadap Gaza.”
Sebelumnya, surat kabar Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, percaya bahwa waktu sedang berpihak pada kubunya, dan semakin lama waktu bergulir, semakin besar tekanan internasional terhadap Israel.
WSJ mengutip pernyataan para ahli yang berbicara dengannya bahwa meskipun pasukan Hamas menderita pukulan dalam perang Israel, Sinwar yakin bahwa mereka dapat menanggung beban dan menjalani konfrontasi selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Perang di Gaza telah menjadi bagian dari serangkaian masalah politik yang dihadapi Biden, yang secara terbuka tetap mendukung Israel dan menolak menyerukan gencatan senjata sesuai desakan Partai Demokrat. (raialyoum)