Rangkuman Berita Utama Timteng Sabtu 29 Januari 2022

Jakarta, ICMES. Pasukan proksi Uni Emirat Arab (UEA) yang menamakan dirinya “Brigade Raksasa” (Giants Brigades) menyatakan telah mengakhiri operasi militernya dengan dalih tujuannya sudah tercapai, setelah UEA mendapat dua gelombang serangan rudal balistik dan drone serta ancaman gelombang susulan dari tentara Yaman dan pasukan Ansarullah/Houthi (kubu Sanaa).

Badan-badan keamanan Israel keberatan menjual sistem-sistem pertahanan udaranya, terutama  Iron Dome  dan David’s Sling, kepada Uni Emirat Arab.

Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memuji kiprah Iran dalam mendukung proses perdamaian, mempedulikan masalah kemanusiaan, dan upaya memulai pembicaraan politik untuk penyelesaian krisis di Yaman.

Mantan kepala staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Jenderal Gadi Eizenkot mengakui kehebatan Iran di bidang pesawat nirawak (drone) militer.

Berita Selengkapnya:

Terancam Gelombang Serangan Lanjutan dari Yaman, UEA Hentikan Operasi Militer Proksinya

Pasukan proksi Uni Emirat Arab (UEA) yang menamakan dirinya “Brigade Raksasa” (Giants Brigades) menyatakan telah mengakhiri operasi militernya dengan dalih tujuannya sudah tercapai, setelah UEA mendapat dua gelombang serangan rudal balistik dan drone serta ancaman gelombang susulan dari tentara Yaman dan pasukan Ansarullah/Houthi (kubu Sanaa).

Gelombang serangan kubu Sanaa itu sendiri dipicu oleh pergerakan Brigade Raksasa dalam pertempuran dengan kubu Sanaa di provinsi Shabwah yang kaya minyak dan provinsi Ma’rib yang bersebelahan dengan Shabwah dari arah utara. Kubu Sanaa mendesak UEA mengakhiri campur tangannya di Yaman.

Dalam sebuah pernyataan, Jumat (28/1), Brigade Raksasa mengumumkan bahwa pihaknya “telah menuntaskan operasi ‘Badai Selatan’ berujung pembebasan distrik Beihan di provinsi Shabwah dan distrik Harib di provinsi Ma’rib dari cengkraman milisi Houthi”.

Kubu Sanaa selama berbulan-bulan berusaha bergerak maju menuju kota Marib, ibu kota provinsi Ma’rib,  untuk mengendalikannya dan dengan demikian menguasai seluruh utara Yaman. Namun,  operasi militer Brigade Raksasa yang diluncurkan dari Shabwah, selatan Marib, membuat pergerakan kubu Sanaa terpukul mundur dari distrik Beihan dan Harib.

Brigade Raksasa semula masih akan melanjutkan serangan mereka untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai oleh Ansarullah di selatan kota Ma’ rib, tapi urung dengan adanya pernyataan “penuntasan operasi” tersebut.

Brigade itu dibentuk pada akhir 2015 di wilayah Pantai Barat, dan dilatih oleh UEA, anggota koalisi militer pimpinan Saudi di Yaman, untuk mendukung kubu presiden pelarian Abd Rabbuh Mansour Hadi melawan kubu Sanaa.

Pada tahun 2019, UEA menarik pasukannya Yaman, namun dengan tetap menjadi pemain berpengaruh di Yaman.

Pasukan “Brigade Raksasa” mulai bergerak dari markas operasional utama mereka di Yaman barat, selatan provinsi Hodeidah di pesisir Laut Merah, menuju daerah lain pada bulan November, sementara kubu Sanaa bergerak maju menuju kota Marib, benteng terakhir kubu Hadi di utara.

Pada 27 Desember 2021, Brigade Raksasa mengumumkan pihaknya  telah mengirim pasukan militer ke provinsi Shabwa dengan tujuan “membebaskan distrik-distrik yang jatuh ke tangan pasukan Houthi di provinsi Shabwa.”

Kemajuan pesat pergerakan brigade yang beraliran Salafi/Wahhabi itu di Shabwa mendorong kubu Sanaa untuk menyerang UEA menuntut agar Abu Dhabi menghentikan operasi tersebut.

Para pengamat menilai penghentian operasi militer Brigade Raksasa sebagai keputusan yang diambil atas perintah UEA setelah kubu Sanaa berhasil membuktikan kemampuannya menyerang wilayah UEA. (raialyoum/alalam)

Israel Keberatan Jual Sistem Pertahanan Udara kepada UEA

Badan-badan keamanan Israel keberatan menjual sistem-sistem pertahanan udaranya, terutama  Iron Dome  dan David’s Sling, kepada Uni Emirat Arab (UEA).

Dalam artikel di surat kabar Israel Maariv, Jumat (28/1), pengamat dan jurnalis militer Israel Alon Ben David menyebutkan bahwa badan-badan keamanan Israel telah memperlihatkan keberataannya secara mencolok terhadap kemungkinan penjualan teknologi canggih, terutama sistem pertahanan udara, kepada negara-negara mitra baru Israel.

Negara-negara yang dimaksud Ben David adalah UEA, Bahrain, Maroko dan Sudan yang belakangan menjalin perjanjian normalisasi hubungan dengan Israel melalui mediasi Amerika Serikat (AS). Menurutnya, negara-negara ini “sangat memerlukan” sistem pertahanan buatan Israel.

Secara terpisah, jurnalis militer Israel lain, Yoav Limor, di surat kabar Israel HaYom menyebutkan bahwa Israel keberatan karena khawatir informasi teknologi dan militernya jatuh ke pihak-pihak lain.

Ben David menyebutkan bahwa Kementerian Pertahanan Israel mencabut keputusannya untuk tidak menjual UEA di sejumlah bidang, termasuk pertahanan siber, “tapi di bidang pertahanan udara tetap menolak”, dan penolakan ini mendorong UEA untuk membeli sistem pertahanan udara dari Korea Selatan, yang berbasis teknologi Rusia.

“Beginilah cara Israel kehilangan kesempatan untuk menjual sistemnya, Iron Dome dan David’s Sling, dan menempatkan keduanya sebagai target Iran yang hari ini menyerang UEA,” klaim Ben David.

Ben David memperkirakan bahwa seandainya terjadi transaksi dengan UEA di bidang tersebut maka nilainya mencapai US$ 3,5 miliar,  dan “ini dapat mengurangi biaya sistem ini bagi kita, dan memberi industri militer Israel banyak peluang kerja”.

Seperti diketahui, belakangan ini wilayah UEA menjadi target gelombang serangan rudal balistik dan drone pasukan Ansarullah dan sekutunya di Yaman setelah UEA diketahui aktif lagi dalam invasi militer pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman. Gelombang serangan itu lantas membuat pasukan proksi UEA di Yaman menghentikan operasi militernya terhadap pasukan Ansarullah di provinsi Shabwah dan Ma’rib. (alalam)

Sekjen PBB Puji Peran Iran dalam Upaya Penyelesaian Krisis Kemanusiaan di Yaman

Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memuji kiprah Iran dalam mendukung proses perdamaian, mempedulikan masalah kemanusiaan, dan upaya memulai pembicaraan politik untuk penyelesaian krisis di Yaman.

Lembaga pemberitaan Mehr milik Iran, Jumat (28/1), melaporkan bahwa pujian itu disampaikan dalam pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian dan Sekjen PBB Antonio Guterres yang membahas berbagai isu regional dan internasional, termasuk perkembangan terakhir di Yaman dan Afghanistan, serta perundingan nuklir Iran di Wina.

Mengenai situasi di Yaman di mana eskalasi serangan pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi banyak menyasar kawasan sipil, Abdollahian menyatakan dukungan negaranya kepada solusi politik untuk mengakhiri perang di Yaman.

Mengacu pada pendekatan PBB dalam upaya merealisasikan gencatan senjata dan pengadaan pembicaraan politik di Yaman, Abdollahian meminta Guterres berperan peran lebih besar untuk pencabutan blokade dan penghentian invasi militer Saudi dan sekutunya terhadap Yaman. (mna)

Jenderal Terkemuka Israel Akui Kehebatan Iran di Bidang Drone Militer

Mantan kepala staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Jenderal Gadi Eizenkot mengakui kehebatan Iran di bidang pesawat nirawak (drone) militer.

Dikutip Fars milik Iran, Jumat (28/1), Eizenkot dalam wawancara yang dimuat surat kabar Israel Maariv, Kamis,mengatakan, “Iran adalah sebuah negara yang sangat maju. Beberapa tahun lalu, sebuah drone AS yang sangat canggih tiba-tiba mesinnya berhenti berfungsi dan kemudian jatuh. Setahun kemudian, kita melihat drone-drone dengan model yang sama ada di Iran, sepenuhnya mirip, dan buatan Iran. Mereka memiliki kemampuan yang sangat besar.”

Menurut Fars, meski Eizenkot tak menyebutkan nama drone itu namun tampaknya drone yang dia maksud adalah tipe RQ 170 yang beberapa tahun lalu berhasil dibajak dan didaratkan oleh pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).

Terkait peristiwa itu, Iran merilis gambar-gambar yang memperlihatkan keberhasilan pasukan Iran mendaratkan drone itu dalam kondisi utuh tanpa cacat sama sekali sehingga membuat banyak media dan pengamat heran dan berhadapan dengan misteri metode Iran dalam pembajakan tersebut.

Di bagian lain pernyataannya, Eizenkot berbicara mengenai kesulitan Israel menyerang Iran dan menjelaskan bahwa fasilitas nuklir Iran bukan saja tersebar di berbagai daerah melainkan juga dibangun di bawah tanah sehingga menyebabkan kesulitan tersebut.

Dia juga menyebutkan bahwa dua setengah tahun lalu Israel mengambil keputusan untuk meneror jenderal legendaris Iran Qasem Soleimani setelah terjadi serangan roket ke Golan, namun keputusan ini gagal hingga kemudian Soleimani terbunuh di tangan pasukan Amerika Serikat di Baghdad pada 3 Januari 2020. (fna)