Artikel ini adalah intisari dari jurnal di Comparative Strategy yang berjudul Bashar’s Syria: The Regime and its Strategic Worldview, yang dipublikasikan secara online pada 23 Februari 2007 di tautan ini: http://dx.doi.org/10.1080/01495930601105412. Perspektif, analisis, dan kesimpulan yang dilakukan penulis jurnal tidak mencerminkan sikap ICMES. Pemuatan artikel ini bertujuan untuk mempelajari model-model analisis yang dilakukan para ilmuwan dari berbagai latar belakang, dengan tujuan akademis.Selanjutnya, ICMES akan membuat tulisan [Commentary] yang berisi tanggapan ilmiah atas artikel paper ini.
[Baca Bagian Enam]
The Fading of the ‘Old Soldiers’, atau memudarnya pengaruh ‘penjaga tua’. Fenomena inilah yang terjadi ketika Suriah dipimpin Bashar. Posisi Bashar sebagai pemimpin partai dianggap cacat dengan kehadiran ‘penjaga tua yang tangguh’. Pada tahun pertama Bashar berkuasa, pertanyaan yang dominan adalah bagaimana hubungannya dengan ‘penjaga tua’. Hubungan ini mulai kehilangan kohesi menjelang akhir era Hafez, ketika beberapa anggota ‘penjaga tua’ mulai menduga ada skenario suksesi yang dirancang, manakala Hafez yang sakit memutuskan untuk menyingkirkan kesetiaan kepada kawan-kawan lamanya dan penunjuk si anak sebagai ahli warisnya.
Hafez melakukan operasi ‘pembersihan’ yang artinya, banyak tokoh-tokoh kunci yang dipecat dari ‘penjaga tua’ seperti Hikmat Shihabi (Kepala Staf, pensiun pada tahun 1998), Mohammad Khouli (Panglima Angkatan Udara, pensiun pada tahun 1999), Adnan Makhlouf (Komandan Republican Guards, pensiun pada tahun 1995), Ali Duba (Kepala Intelijen Militer, pensiun pada tahun 1999 dan terlihat sering di Eropa), dan lainnya.
Kemudian, setelah Bashar berkuasa, ia secara efektif mengesampingkan sisa-sisa ‘penjaga tua’. Beberapa dikirim ke padang rumput dengan hormat (seperti Menteri Pertahanan Mustafa Tlas dan Kepala Staf ‘Ali Aslan), ad juga yang dipaksa ke pengasingan (termasuk mantan Kepala Staf Hikmat Shihabi dan mantan Wakil Presiden ‘Abd al-Halim Khaddam), bahkan ada yang ‘bunuh diri’ (seperti mantan Perdana Menteri Mohammad Zu’bi dan Menteri Dalam Negeri Ghazi Kana’an) Mantan Kepala Keamanan Internal, Bahjat Suleiman, yang dianggap dekat dengan Bashar, telah dicopot dari jabatannya, dan tampaknya desakan tersebut dari Asef Shawkat. Sebagian besar mantan anggota pimpinan tidak lagi memegang posisi kekuasaan formal atau pengaruh.
Ini menunjukkan bahkan setelah melalui dekade panjang ketika mereka berada di lingkaran Hafez untuk melindungi posisinya baik di partai maupun pemerintah melalui sistem patronase yang mereka kembangkan, tetap saja mereka akhirnya tersingkir. Namun pertanyaan selanjutnya adalah setelah orang-orang di ‘penjaga tua’ ini dibersihkan, sejauh mana orang-orang ini masih bisa menggunakan pengaruhnya?
Nampaknya, perlahan-lahan pengaruh mereka pun memudar. Contohnya adalah Hikmat yang menghabiskan sebagian besar waktunya di luar Suriah (Paris dan AS, tempat anak-anaknya). Dia melarikan diri dari Suriah melalui Lebanon ketika Hafez terbaring di perisitirahatannya yang terakhir, dan ada kabar yang bocor bahwa ia akan didakwa atas tuduhan korupsi. ‘Abd al-Halim Khaddam adalah pendukung Bashar setelah kematian ayahnya, tapi ia dipaksa keluar dari posisinya sebagai wakil presiden. Penurunan pangkat pangkat tampaknya terjadi karena hubungan dekatnya dengan Rafiq al-Hariri dan kritiknya atas pembunuhan itu. Ia dan keluarganya menetap di Paris dan pada Januari 2006 secara terbuka ia menyindir Bashar, dengan menyatakan bahwa Suriah harus bertanggung jawab terhadap pembunuhan Hariri dan yakin bahwa tindakan seperti itu tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan Presiden. Ali Dubafell tersisih ketika ia menolak untuk mendukung Bashar sebagai pengganti Hafez. Dia diketahui sebagai penjudi yang menghabiskan sebagian besar waktunya di pusat-pusat perjudian Eropa. Sisa dari ‘penjaga tua’ telah hampir menghilang dari radar layar politik Suriah.
Dengan disingkirkannya para ‘penjaga tua’ secara efektif, maka secara bertahap muncullah ‘penjaga muda’. Kemunculan ‘penjaga muda’ di lingkaran Bashar otomatis menganggu jaringan patronase tradisional. Bashar dan Maher misalnya, bahkan menikah dengan wanita Sunni. Karena kebanyakan dari mereka lahir dan dibesarkan di Damaskus, terutama di Kota Ladhaqiyya-mereka bahkan tidak memiliki aksen Alawite. Kelompok yang menjadi referensi bukan lagi tokoh-tokoh suku Alawite,tetapi rekan-rekan mereka di militer, bisnis, atau akademis di Damaskus, sebagian besar dari mereka adalah orang-orang Sunni.
Dalam ‘penjaga muda’, kita dapat mengklasifikasikan empat kelompok utama:
- Putra dan putri dari ‘penjaga tua’. Mereka bisa diibaratkan sebagai pangeran dan putri yang dilahirkan dan mendapatkan hak istimewa, telah belajar dari orang tua mereka seni meghunus pedang untuk mendapatkan hak istemewa yang berkelanjutan.
- ‘Generasi kedua’ dalam militer dan keamanan aparat. Yang menonjol di adalah para elit Alawite yang datang di bawah komando Bashar di Republican Guards, bersama dengan berbagai perwira senior di militer yang dipromosikan oleh Bashar.
- Generasi muda dari cabang sipil Partai Ba’th. Kebanyakan dari mereka dididik di Barat dan mendukung perubahan dalam partai untuk menjamin kelangsungan hidup rezim.
- Akademisi berpendidikan Barat yang terkait dengan Bashar sebelum ia menjadi presiden. Sebagian besar datang ke orbit Bashar selama dekade terakhir setelah ia menjadi ‘pewaris’. Orang-orang dapat diklasifikasikan, sebagian besar, terdidik di Barat terutama Amerika dan Inggris, akademisi dengan gelar pascasarjana dan track akademik di lembaga-lembaga luar negeri, kebanyakan dari mereka di bidang ekonomi dan ilmu-ilmu sosial. Selain itu, sejumlah rekan Bashar dari Syrian Computer Society juga dihitung di antara lingkaran teman-temannya.
Rata-rata usia orang-orang ini sedikit lebih tua dari Bashar, yaitu pertengahan 40-an dan 50-an. Tidak semua dari mereka adalah anggota aktif Partai Ba’th, meskipun mereka termasuk dalam bagian dari pembentukan Ba’th dan tentu tidak menentang partai.
Perbedaan utama antara kedua ‘penjaga’ dapat diringkas sebagai berikut:
Arena Domestik
Kepada dunia internasional Suriah memperlihatkan citra negara dan masyarakat monolitik, meskipun rakyat Suriah sendiri tidak meyakininya. Rezim mengkampanyekan persatuan nasional, menyebut warga negara sebagai ‘saudara’ atau ‘keluarga’. Narasi-narasi ini muncul dalam pidato, slogan dan begitu pula halnya dengan media. Rakyat Suriah adalah ‘orang-orang Arab Suriah’. Namun meskipun persatuan telah diupayakan agar tegak selama beberapa dekade, tetap saja, Suriah telah terbagi menurut barisan komunal. Realitas komunalisme tercermin dalam rendahnya tingat inter-marriages dan pembauran antar komunitas, bahkan di kota-kota besar. Namun pada umumnya, komunalisme ini tidaklah mencapai skala akut yang mendorong perselisihan sebagaimana yang terjadi di Irak. Baru-baru ini, terjadi ketegangan antara Sunni, Ismailiyah, Alawi, dan Kurdi di Suriah utara, dan bahkan ada yang berakhir dengan konflik kecil. Namun rezim Suriah kemudian memperingatkan keras, menyebut bahwa jika stabilitas tidak terpelihara, maka Suriah akan kembali ke era pra-Ba’th atau Irak.
Ketidak stabilan Suriah pernah terjadi ketika pemberontakan Ikhwanul Muslimin meletus, meski akhirnya bisa ditumpas. Namun ancaman pembusukan rezim bisa saja akan terjadi dengan faktor-faktor berikut:
- Memburuknya situasi ekonomi.
- Hilangnya kontrol di daerah perifer.
- Para koruptor yang semakin memperparah kondisi ekonomi.
- Inkonsistensi rezim ketika berurusan dengan oposisi.
- Ambiguitas kewenangan. Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa pemerintahan panjang rezim Ba’th secara efektif telah menghancurkan struktur tradisional lokal dalam masyarakat Suriah.
Faktor-faktor ini tercermin dalam beragam kelompok masyarakat Suriah yang berpotensi menimbulkan ancaman bagi rezim, seperti:
- Oposisi Demokrat: masyarakat sipil yang telah terdidik di luar negeri dan memiliki agenda reformis sejati.
- Pposisi Internal: Ba’th junior yang menyerukan reformasi politik sebagai sarana untuk mencapai mobilitas rezim. Sementara di sisi lain, ada juga ‘penjaga tua’ yang menganggap Bashar telah menghanguskan aset yang ditinggalkan oleh ayahnya.
- Oposisi Islam: anggota oposisi dari kelompok Islam, khususnya Ikhwanul Muslimin.
- Oposisi Kurdi: kelompok ini dilarang, dan kerap terjadi kerusuhan.
[Lanjut ke bagian kedelapan]