[Commentary] Dalang Jatuhnya Mossadegh: AS, Inggris, dan Shah

Tulisan ini merupakan tanggapan ilmiah atas paper yang dimuat dalam Asian Affair yang berjudul HOW THE QOR’AN LED TO THE DOWNFALL OF MOSSADEGH, Asian Affairs, 43:1, 103-105, DOI: 10.1080/03068374.2012.649550, yang intisarinya telah dipublikasikan di tautan ini: http://ic-mes.org/politics/paper-al-quran-menggiring-mossadegh-menuju-kehancuran/

MossadeghAntony Wynn telah menjelaskan sedari awal bahwa tulisannya tidak memiliki catatan kaki melainkan hanya cerita dari mulut ke mulut, dan tentu kondisi ini menyulitkan untuk melakukan penelitian — apakah cerita itu benar adanya ataukah hanya karangannya semata. Namun jika diasumsikan bahwa cerita itu benar, benarkah penyebab jatuhnya Mossadegh adalah karena Al-Qur’an?

Mossadegh adalah anggota parlemen, yang diangkat menjadi Perdana Menteri pada musim semi 1951 melalui pemilihan demokratis. Ia melakukan reformasi sosial, seperti membebaskan budak, menekan para tuan tanah untuk membayar biaya pembangunan (pajak), dan menasionalisasi Anglo-Iranian Oil Company milik Inggris. Menurutnya, nasionalisasi AIOC adalah pukulan bagi imperlisme Inggris. Kenekatan Mossadegh memicu reaksi yang tak kalah garang dari Inggris, yaitu diberlakukannya embargo internasioanal terhadap minyak Iran. Para ahli perminyakan ditarik. Akibatnya, produksi minyak iran turun 96% dan minyak yang dihasilkan juga tidak bisa dijual. [1]

Selama ini, biaya operasional pemerintah Iran bersumber dari minyak, dan tentu saja, ketika Iran tidak mampu memproduksi ataupun menjual minyak, lantas bagaimana mereka menjalankan roda pemerintahan? Popularitas Mossadegh pun menurun. Reformasi yang ia lakukan nyaris tak berharga.

Kesulitan ekonomi yang menjadi penyebab jatuhnya pemimpin bukanlah hal yang langka. Sebut saja di Indonesia, Soeharto dijungkalkan dari kekuasaannya ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi. Stephen Kinzer, dalam bukunya All The Shah’s Men menyatakan, “Kala itu, rakyat Iran semakin miskin dan semakin tidak bahagia dari hari ke hari.” Antony pun mengakui hal itu, ketika ia menyebutkan bahwa saking sulitnya kondisi perekonomian pasca embargo internasional terhadap Iran, pemerintah sampai harus meminta para siswa masing-masing membeli obligasi senilai 10 toman. Jadi, mengapa Antony menekankan bahwa jatuhnya Mossadegh disebabkan oleh istikharah dengan Al-Qur’an, bukan dengan prespektif ekonomi?

Kala Iran berada dalam kesulitan selama pemerintahan Mossadegh, pada awalnya, CIA belum menampakkan batang hidung. Namun situasinya berubah ketika pada tahun 1953. Menurut Ray Takeyh, pejabat senior di Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat (AS) — yang menyatakan bahwa keruntuhan ekonomi Iran, membuka peluang terjalinnya kerjasama antara Iran dan Uni Sovyet. Haruskah Mossadegh dibiarkan menjadi sekutu dan meminta bantuan pada Uni Sovyet? Situasi semakin rumit ketika orang-orang Mossadegh menyarankan ia untuk mengusir Shah Reza Pahlevi dari Iran.

Shah terusir. Akhirnya, AS, Inggris, dan Shah melakukan kesepakatan untuk menggulingkan Mossadegh dan menggantinya dengan General Fazlollah Zahedi. Zahedi dianggap sebagai sosok yang kuat. Takeyh menambahkan, “Demonstran pro-Shah turun ke jalan, dan memang benar CIA membayar sejumlah preman untuk melawan pemerintah…”

Ketika Antony Wynn mengolok-olok Mossadegh sebagai orang yang picik, percaya pada takhyul, disaat yang sama – rasanya lebih bijak jika ia juga mengkritisi AS atas kebijakannya di Iran. Bukankah AS adalah negara yang mengklaim menjunjung tinggi demokrasi? Lantas, mengapa AS justru berusaha mengkudeta Mossadegh yang terpilih secara demokratis? Dan yang lebih paradoks lagi, untuk menggulingkan Mossadegh, AS menggandeng Shah, yang notabene adalah seorang Raja (sebelum ia terusir). Setelah Mossadegh terguling, Shah kembali ke Iran, mengokohkan posisinya sebagai penguasa absolut sampai akhirnya ia jatuh ketika dalam revolusi tahun 1979.

—-

[1] http://www.nationalreview.com/article/421595/what-really-happened-shahs-iran