Menelisik Hubungan Indonesia-Iran

purkon1Oleh: Purkon Hidayat (Peneliti ICMES)

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dijadwalkan mengunjungi Iran pada tanggal 13 hingga 15 Desember 2016. Sebelumnya, presiden Iran, Hassan Rohani telah mengunjungi Indonesia untuk menghadiri  peringatan Konferensi Asia Afrika ke-60 pada April 2015.

Iran dan Indonesia adalah dua negara besar dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di tingkat dunia Islam, hubungan kedua negara sangat penting  dalam posisinya sebagai negara mayoritas berpenduduk Muslim. Indonesia memiliki populasi penganut mazhab Sunni terbesar di dunia, sedangkan Iran adalah negara yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Syiah. Iran dan Indonesia termasuk negara anggota OKI yang memiliki pengaruh di organisasi negara-negara Muslim tersebut.

Hubungan diplomatik Iran dan Indonesia telah dimulai sejak tahun 1950. Sejak itu, Indonesia memiliki kedutaan di Tehran, dan Iran juga memiliki kedutaan besar di Jakarta. Di tingkat global, kedua negara adalah anggota penuh Gerakan Non-Blok (GNB), dan Kelompok D-8. Dalam tulisan ini akan dibahas 3 bidang kerjasama Indonesia-Iran, yaitu bidang politik, budaya, dan ekonomi.

  1. Kerjasama Bidang Politik

jokowi-dan-presiden-iranSelama ini hubungan diplomatik kedua negara berjalan baik dan erat. Bahkan pemerintah Iran dan Indonesia terus meningkatkan hubungan bilateral demi kepentingannya masing-masing. Selain diikat oleh berbagai faktor yang menjadi kesamaan kedua negara, Tehran dan Jakarta terus mengembangkan dan memperkuat faktor kolektif yang menjadi unsur perekat hubungan Iran dan Indonesia.

Saling kunjung antarpejabat tinggi kedua negara juga mengalami peningkatan dari sebelumnya. Kunjungan terbaru dilakukan ketua MPR-RI dan wakilnya beserta rombongan ke Iran. Delegasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia dipimpin oleh Ketua MPR RI Zulkifli Hassan mengunjungi Iran untuk memenuhi undangan resmi ketua Parlemen Iran, Ali Larijani.

Ketua parlemen Iran memandang Tehran dan Jakarta dapat lebih mengembangkan kerja sama di segala bidang, baik budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ali Larijani dalam pertemuan dengan Zulkifli Hasan hari Senin (5/12/2016) menyampaikan kesiapannya untuk alih teknologi dengan Indonesia, dan juga peningkatan kerjasama di bidang politik. Selain itu, Larijani secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan Indonesia kepada Iran melalui penolakan terhadap resolusi Dewan HAM yang memiliki dampak negatif terhadap Tehran.

“Di bidang politik, kedua parlemen diharapkan dapat lebih mempererat kerja sama,” ujar Larijani hari Senin, 5 Desember 2016.

Ketua parlemen Iran dalam pertemuan dengan sejawatnya dari Jakarta menyebut Indonesia sebagai negara paling berpengaruh di dunia Islam. Ia juga mengajak Indonesia untuk bekerja sama dalam penyelesaian konflik negara-negara di Timur Tengah melalui dialog politik, terutama terkait konflik Palestina, Rohingya.

Dalam pertemuan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dan Ketua Parlemen Iran Ali Larijani di Kantor Parlemen Iran di Tehran, Senin (5/12), Iran dan Indonesia sepakat bekerja sama meningkatkan peran aktif untuk mempercepat kemerdekaan Palestina serta mengupayakan perlindungan bagi komunitas Rohingya di Myanmar.

“Isu Rohingya dan Palestina harus mendapat perhatian khusus dari saudara-saudaranya sesama Muslim. Parlemen Indonesia dan Iran sepakat terlibat aktif upayakan kemerdekaan Palestina dan perlindungan untuk Rohingya,” kata Zulkifli di Tehran.

Zulkifli juga menyampaikan itikad baik Indonesia untuk terlibat aktif menciptakan perdamaian di Timur Tengah, yang sampai saat ini dilanda konflik berkepanjangan. Ketua MPR-RI bersyukur itikad baik Indonesia disambut baik Parlemen Iran.

“Semoga dengan kerjasama Indonesia-Iran ini, Timur Tengah yang damai, aman dan stabil bisa terwujud,” tutur Zulkifli.

Iran dan Indonesia selama ini memiliki kedekatan pandangan dalam menyikapi berbagai isu regional dan internasional. Masalah tersebut ditegaskan berulangkali oleh para pejabat tinggi Iran dan Indonesia. Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani dalam pertemuan dengan wakil presiden Republik Indonesia, Jusuf kalla di sela-sela KTT ke-17 GNB di Margarita Island, Venezuela, Ahad (18/9/2016) mengatakan, Tehran dan Jakarta memiliki pandangan sangat dekat dalam menyikapi isu-isu politik.

Presiden Iran menegaskan bahwa Iran dan Indonesia, sebagai dua negara Muslim besar, memiliki tanggung jawab berat untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas internasional, terutama dunia Islam. Selain itu, Rohani juga menekankan pentingnya memperkuat persatuan di antara negara-negara Muslim.

Sebelumnya, dalam pertemuan dengan menteri luar negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi di Tehran, Rabu (14/10/2015), presiden Rohani mengungkapkan, Iran dan Indonesia sebagai dua negara besar dan berpengaruh di Timur Tengah dan Asia Tenggara mampu berperan aktif dalam penyelesaikan persoalan regional dan dunia Islam melalui konsultasi dan kerjasama.

Sementara itu, Menlu Indonesia dalam pertemuan tersebut menegaskan komitmen negaranya untuk memperkuat hubungan dengan Iran di semua bidang. Menlu Indonesia menjelaskan bahwa dewasa ini semua negara Muslim harus tetap menjaga Islam sebagai agama rahmat bagi masyarakat dunia dan mempromosikan toleransi dan sikap moderat.

“Indonesia selalu menyuarakan solusi politik dan diplomatik untuk menyelesaikan persoalan regional,” tegasnya.

Menurut Menlu Retno, Indonesia merasa yakin bahwa pendekatan  soft power harus diutamakan. Karena ini, yang akan membawa penyelesaian yang lebih sustainable.

Berkaitan dengan kesepakatan nuklir Iran , Indonesia menyambut baik kesepakatan yang dicapai antara Iran dan kelompok 5+1. Indonesia mengharapkan agar implementasi dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) itu dilakukan secara penuh. Sebab, akan memberikan harapan baru bagi masyarakat Iran, sehingga ekonominya menjadi semakin terbuka dan juga sekaligus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dunia. Menurut menlu Retno, kesepakatan ini juga akan membawa perdamaian dunia.

  1. Kerjasama Bidang Budaya
Festival Budaya Indonesia di Teheran (2013)

Festival Budaya Indonesia di Teheran (2013)

Hubungan Iran dan Indonesia tidak hanya terbatas sejak kedua negara menjalin hubungan diplomatik sekitar 66 tahun silam. Tapi ikatan budaya kedua bangsa sudah terjalin jauh sebelumnya, bahkan telah melewati ribuan tahun. Setidaknya sudah satu milenium silam.

Hubungan budaya Iran dan Indonesia yang terjalin 1.000 tahun lebih didukung dengan berbagai fakta ilmiah. Arkeolog Indonesia, Bambang Budi Utomo, Senin (24/9/2013) mengungkapkan hubungan erat di bidang perdagangan dan budaya antara kerajaan Persia dan salah satu kerajaan di Nusantara, yaitu Sriwijaya yang telah berlangsung  sejak abad pertama Hijriah.

Arkeolog senior kelahiran 7 Agustus 1954 ini mengatakan batu nisan Sultan Malik as-Saleh menunjukkan fakta pengaruh kebudayaan Persia di Nusantara. Aksara yang dipahat pada batu nisan tersebut merupakan aksara Shulus yang cirinya berbentuk segitiga pada bagian ujung. Gaya aksara jenis ini berkembang di Persia sebagai karya seni kaligrafi.

Selain itu, arkeolog Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Indonesia mengemukakan fakta jejak kebudayaan Persia di Indonesia pada batu nisan Na’ina Husam al-Din berupa kutipan syair dari penyair terkemuka Persia, Syeikh Muslim al-Din Saa’di (1193-1292 M), yang ditulis dalam bahasa Parsi.

Batu nisan yang ditemukan di Barus, Sumatera ini dihiasi ornamen hiasan pohon yang distilir dengan kaligrafi yang berisi kutipan syair Persia dan ayat al-Quran.  Pengaruh Persia juga ditemukan di berbagai artefak kebudayaan Islam di Indonesia, seperti hiasan ubin masjid bermotif “balah Kacang” yang berkembang di abad ke-14.

Sebelum Islam masuk ke wilayah Nusantara, bangsa Indonesia telah menjalin hubungan perdagangan dan budaya dengan Iran. Berbagai literatur termasuk sumber catatan orang-orang Cina, Arab dan Persia menunjukkan kehadiran orang-orang Iran di bandar-bandar sepanjang tepian selata Malaka. Saudagar Cina menyebut orang-orang Persia sebagai Po-sse yang dikenal sebagai saudagar dan pelaut ulung.

Bukti-bukti arkeologis yang mengindikasikan kehadiran pedagang Persia di Nusantara di antaranya penemuan artefak dari gelas dan kaca berbentuk vas, botol dan jambangan di situs Barus, Pantai barat Sumatera Utara, dan pantai timur Jambi, yaitu wilayah Muara Jambi, Muara Sabak, dan Lambur.

Hubungan perdagangan dan budaya antara Persia dan Nusantara di era kerajaan Sriwijaya telah berlangsung sekitar abad ke-7 Masehi. Para arkeolog memandang hubungan pelayaran dan perdagangan antara bangsa Arab, Persia dan Sriwijaya dibarengi dengan hubungan persahabatan di antara kerajaan-kerajaan yang menjalin mitra dagang.

Para saudagar Persia membawa komoditas perdagangan berupa barang-barang yang terbuat dari kaca atau gelas yang dikenal dengan sebutan gelas Persia berbentuk vas, piala dan mangkuk. Sedangkan dari Sriwijaya, dengan salah satu pelabuhannya Barus, para saudagar Persia dan Timur Tengah membawa kapur barus, kemenyan, dan getah damar yang digemari sebagai bahan wewangian.

Masuknya Islam ke Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran bangsa Persia. Terkait hal ini, Prof.Abdul Hadi W.M mengatakan, agama Islam datang ke Indonesia sekitar akhir abad ke-7 Masehi, atau selambat-lambatnya awal abad ke-8 Masehi. Dosen Universitas Paramadina Jakarta ini menilai ajaran Islam dibawa masuk oleh pedagang Arab dan Persia.

Prof. Wan Husein Azmi menengarai kedatangan Muslim Persia ke wilayah Nusantara sekitar abad kesepuluh. Setidaknya, ada tiga keluarga Persia yang datang ke berbagai wilayah di Indonesia dan membentuk klan di tanah Air. Peneliti dan akademisi Malaysia ini menilai kedatangan Muslim Persia menjadi salah satu faktor penting bagi meluasnya masyarakat Islam di kawasan Nusantara.

Pertama, keluarga Lor atau Lur, yang tinggal di Jawa Timur. Mereka mendirikan permukiman Lor yang dikenal dengan nama Lorin, yang berarti orang-orang Lor. Mereka diperkirakan tiba di era kerajaan Nasiruddin Ibn Badr yang memerintah wilayah Lor, Iran sekitar tahun 912 Masehi atau 300 Hijriah.

Kedua, keluarga Jawani tinggal di Pasai, Aceh. Keluarga inilah yang menyusun khat Jawi yang artinya tulisan Jawi yang dinisbatkan kepada Jawani. Mereka pernah memerintah di Iran sekitar tahun tahun 913 Masehi atau 301 Hijriah.

Ketiga, keluarga Syiah yang mendirikan perkampungan yang dikenal dengan nama “Siak”, lalu berkembang menjadi Nagari Siak, yang diberi nama “Siak Seri Inderapura”. Diperkirakan mereka datang di era pemerintahan Ruknuddaulah Ibn Hasan Ibn Buwaih Al-Dailami sekitar tahun 969 Masehi.

Pengaruh karya sastra Persia dalam kesusasteraan Indonesia ditegaskan Prof Abdul Hadi WM. Sastrawan Indonesia ini merujuk berbagai penelitian yang mengungkapkan banyaknya perkataan Melayu yang diserap dari bahasa Parsi seperti Pahlavan, saudagar, tahta dan lain-lain.

Penyair Indonesia yang menguasai sastra klasik Persia ini menilai pengaruh lainnya juga bisa dilacak dari penulisan kitab keagamaan. Misalnya risalah-risalah tasawuf Hamzah Fansuri seperti Syarab al-Asyiqin, Asrar al-Arifin dan Muntahi yang mengambil rujukan dari teks-teks dan syair tasawuf penulis Persia seperti Attar, Rumi, Jami dan lain-lain. Bahkan menurut Abdul Hadi Senin (23/9/2013), pengaruh lain yang tidak kalah menonjol dari kebudayaan Persia terhadap Nusantara berupa penyusunan kitab perundangan-undangan seperti undang-undang Malaka dan Undang-undang Adat Aceh.

Sementara itu, arkeolog Bambang Budi Utomo memandang karya-karya sastra berbentuk prosa dari Persia berpengaruh signifikan terhadap kesusasteraan Indonesia. Misalnya kitab Menak yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa diadaptasi dari cerita Persia. Dalam bahasa Melayu menjadi Hikayat Amir Hamzah. Cerita-cerita Menak biasanya ditampilkan  dalam bentuk wayang golek yang konon diciptakan oleh Sunan Kudus, dan wayang kulit yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga, dan wayang gedog oleh Sunan Giri.

Langkah untuk mempererat hubungan kebudayaan antara kedua negara terus dipacu oleh pemerintah Iran dan Indonesia. Salah satu yang ditempuh dengan memperkenalkan kebudayaannya masing-masing melalui pameran dan berbagai even kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan pemerintah Indonesia tiga tahun lalu di Tehran.

Kini, hubungan kebudayaan antara kedua terus diperbaharui dan ditingkatkan. Tiga tahun lalu, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bekerja sama dengan kementerian luar negeri Indonesia menggelar pekan kebudayaan di Iran. Even ini mengusung tema “1.000 tahun Hubungan Budaya Iran dan Indonesia” yang berlangsung dari 19 hingga 25 September 2013.

Festival kebudayaan Indonesia ini menampilkan beberapa koleksi dari Museum Nasional Indonesia, Museum Tekstil, dan bazar beragam produk Indonesia yang berlangsung di Milad Tower, Tehran. Selain itu digelar Festival Film Indonesia yang diadakan di Andisheh Cultural Center. Pagelaran seni seperti angklung dan tarian daerah Indonesia ikut memeriahkan festival seni Indonesia di Tehran.

Sebelumnya, digelar Pekan Budaya Iran di Jakarta yang berlangsung Maret 2012. Festival kebudayaan Iran ini mengusung tema, “Iran dan Indonesia, Menjembatani antara Timur dan Barat Dunia Islam”. Selain momentum tersebut digelar berbagai even budaya dengan melibatkan partisipasi aktif berbagai instansi terkait di tingkat pemerintah dan masyarakat kedua negara seperti pemeran al-Quran, MTQ dan lainnya yang terus berlanjut setiap tahun hingga kini.

  1. Kerjasama Bidang Ekonomi
MoU Pertamina-NIOC (2016)

MoU Pertamina-NIOC (2016)

Pemerintah Indonesia dan Iran terus meningkatkan upayanya masing-masing demi memperperat kerja sama di bidang ekonomi.

Berbagai langkah ditempuh kedua negara, di antaranya yang terbaru menggelar pertemuan Komisi Bersama Ekonomi Iran-Indonesia yang dimulai hari Kamis (24/11) di Jakarta. Dari Iran, delegasi negara ini dipimpin Mahmoud Vaezi, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Iran. Sedangkan dari Indonesia dipimpin oleh Darmin Nasution, Menko Perekonomian Republik Indonesia.

Pada pertemuan Komisi Bersama Ekonomi Iran dan Indonesia ke-12 di Jakarta, sejumlah dokumen kerja sama dan nota kesepahaman berhasil sepakati, dan rencananya ditandatangani dalam lawatan Presiden Joko Widodo ke Iran pada 13 hingga 15 Desember 2015.

Komite bersama Iran dan Indonesia dibagi ke dalam empat komite yaitu: komite keuangan dan perbankan, komite industri, perdagangan dan investasi serta komite energi dan kerja sama lain. Setahun sebelumnya, pertemuan Komisi Ekonomi Bersama Iran-Indonesia ke-11 digelar di Tehran yang menghasilkan kesepakatan sejumlah dokumen kerja sama dan nota kesepahaman.

Sebelumnya, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dalam pertemuan  dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani menegaskan urgensi peringkatan kerja sama ekonomi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (KTT GNB) di Pulau Margarita, Venezuela, pada 18 September 2016.

Indonesia dan Iran terus berupaya untuk memanfaatkan berbagai peluang untuk meningkatkan hubungan perdagangan kedua negara. Para analis menilai sanksi internasional terhadap Tehran sebagai hambatan utama hubungan Iran dan negara-negara dunia, termasuk Indonesia.

Di tengah semakin kuatnya hubungan politik dan budaya, terjadinya penurunan nilai perdagangan Indonesia-Iran menjadi fokus perhatian Tehran dan Jakarta. Pasalnya, total perdagangan pada 2015 hanya bertengger di angka 273,09 juta dolar AS. Sementara untuk total perdagangan tahun ini dari Januari hingga Agustus 2016 senilai 150,94 juta dolar. Padahal di tahun 2011 pernah menembus 1,8 miliar dolar.

Hubungan ekonomi kedua negara saat ini menghadapi tantangan besar. Perdagangan Indonesia dengan Iran terus mengalami penurunan tajam setiap tahunnya. Neraca perdagangan Iran dan Indonesia pada 2013 hanya sebesar 568 juta dolar. Angka tersebut terus merosot setahun kemudian hingga 448,6 juta dolar. Oleh karena itu, Presiden RI, Joko Widodo menginstruksikan jajaran kabinetnya untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan dengan Tehran.

Rachmat Gobel yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia mengatakan, pemerintah akan menyasar sejumlah pasar potensial untuk meningkatkan ekspor, termasuk dengan Iran. Pemerintah Indonesia membidik Iran sebagai pasar alternatif produk ekspor Indonesia. Langkah ini sebagai antisipasi lesunya permintaan dari negara mitra dagang utama yang terimbas perlambatan ekonomi global.

Deputi Seswapres bidang Politik Indonesia, Dewi Fortuna Anwar, Rabu (29/4/2015) menyatakan, Jakarta mengaktifkan kembali kerja sama dengan Tehran setelah terjadi penurunan hubungan perdagangan kedua negara, terutama dalam dua tahun terakhir sejak Indonesia tidak mengimpor minyak dari Iran. Menurutnya, Kendala kerja sama perdagangan selama ini dipengaruhi dampak sanksi sepihak Barat terhadap Iran.

Padahal, Indonesia dan Iran memiliki potensi perdagangan yang sangat besar, karena komoditas kedua negara bersifat komplementer. Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, A.M Fachir, dalam pertemuan dengan Dubes Iran di Jakarta, Valioallah Mohammadi Nasrabadi (10/4/2015) menyatakan, Iran membutuhkan hasil pertanian dan perkebunan Indonesia, sedangkan Iran kaya dengan migas, serta unggul dalam industri energi, teknologi, infrastruktur dan manufaktur.

Data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menyebutkan, ekspor Indonesia ke Iran didominasi produk turunan kelapa sawit, kertas, produk olahan kayu, karet, serta ikan tuna. Sedangkan impor non-migas dari Iran didominasi metanol, aspal, kurma, dan anggur.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, mengungkapkan komoditas andalan ekspor Indonesia ke Iran adalah kertas dan CPO. “Sekitar lima tahun lalu, market sharenya sampai 75 persen, tapi sekarang berkurang, karena masalah sistem pembayaran [akibat sanksi],“ ujar Rizal Affandi.

Di sektor pariwisata terjadi kenaikan kunjungan turis. Meskipun jumlah tersbeut masih jauh di bawah kunjungan turis Iran ke Malaysia dan Thailand. Data yang dihimpun dari kedutaan Indonesia di Tehran menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah pemohon visa tahun ini mencapai lebih dari 9.000 orang. Sebelumnya, jumlah wisatawan Iran yang datang ke Indonesia pada 2015 sebesar 5.400 orang, sedangkan wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Iran sekitar 3.500 orang.

Sektor migas menjadi salah satu agenda penting kerja sama ekonomi Iran dan Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia yang saat itu dijabat Sudirman Said melakukan kunjungan kerja dalam rangka merealisasikan kerja sama di bidang minyak dan gas bumi (migas) pada Senin (30/5/2015) di Teheran, Iran.

Pertemuan menteri ESDM Indonesia dan menteri perminyakan Iran yang berlangsung hangat dan antusias sebagai tindak lanjut dari kerja sama Komisi Bersama RI-Iran di Teheran  pada Maret 2015, serta Komite Teknis Bersama Indonesia-Iran tentang Migas di Jakarta pada Februari 2016 antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perminyakan Iran.

Kedua pihak menyepakati tujuh kerja sama di bidang migas yang mencakup antara lain: kerja sama hulu migas di Iran, perdagangan produk migas, proyek gas, pengolahan minyak, petrokimia, industri penunjang migas, hingga peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang migas.

Pada kunjungan tersebut, tiga dari tujuh rencana kerja sama dikonkretkan dengan disepakatinya kontrak pembelian 88.000 ton LPG jangka pendek untuk 2016 antara Pertamina dan NIOC. Dalam jangka panjang, Iran siap memasok hingga 500.000 ton LPG ke Indonesia. Saat ini, kebutuhan LPG Indonesia telah mencapai 6 juta ton/tahun. Lebih dari separuhnya diimpor dan terus meningkat setiap tahunnya seiring program konversi LPG.

Pertamina-NIOC juga bersepakat untuk melakukan pembahasan lanjutan terkait pembelian minyak mentah dan akses investasi hulu di Iran bagi Pertamina pasca-kunjungan kerja 30 Mei 2016 ini. Selain itu, dibahas juga rencana investasi Iran dan pasokan minyak mentah pada kilang swasta di Situbondo. Sesuai Perpres kilang, Pertamina dapat menjadi off-taker dari produk kilang swasta, tentunya setelah melalui proses due dilligence.

Setahun kemudian, Republik Islam Iran menjadi pemasok baru kebutuhan gas cair, LPG Republik Indonesia, dan kargo pertamanya telah tiba hari Kamis (13/10/2016). Pertamina melakukan lifting perdana kargo LPG dari Iran dengan Kapal Very Large Gas Carrier (VLGC) Pertamina Gas 2, di Pelabuhan Kalbut Situbondo.

Muatan LPG sebanyak 44.000 metrik ton (MT) ini dibawa dari Iran setelah selesai dilakukan loading dari Pelabuhan Asaluyeh dengan menempuh perjalanan sekitar 13 hari. Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto menyatakan lifting perdana kargo LPG dari Iran merupakan hasil kerja sama dengan National Iranian Oil Company (NIOC). Menurutnya, hal ini akan membuka peluang pengembangan bisnis lain antara Pertamina dengan NIOC baik di hulu maupun hilir.

Keberhasilan ini tak lepas dari dukungan pemerintah yang diawali melalui MoU G to G Indonesia-Iran 24 Februari 2016 antara Dirjen Migas (Indonesia). Dalam kesepakatan jual beli LPG Pertamina dengan NIOC periode 2016 dan 2017, total volumenya mencapai 600.000 MT.

Pembelian LPG melalui transaksi langsung tersebut secara komersial juga memberikan manfaat kepada kedua belah pihak, utamanya bagi Pertamina yang selalu menargetkan pasokan dengan term dan harga yang kompetitif. Selain pembelian LPG, Pertamina dan NIOC sebelumnya telah menandatangani nota kesepahaman untuk melakukan studi pendahuluan terhadap dua lapangan minyak raksasa di Iran, yaitu Ab-Teymour dan Mansouri (Bangestan – Asmari) yang memiliki cadangan lebih dari 5 miliar barel pada Agustus 2016. []

Tulisan ini pernah dimuat di parstoday.com