Rangkuman Berita Utama Timteng, Selasa 27 Desember 2016

tunisia_suriahJakarta, ICMES:  Para pejabat Tunisia akan berkunjung ke Suriah untuk meminta maaf kepada Presiden Bashar al-Assad.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi menyebut pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabi milisi sektarian Syiah.

Hizbullah menilai pembebasan Aleppo sebagai pertanda kekandasan konspirasi asing terhadap Suriah.

Mufti Besar Suriah mengecam sebagian rezim  Arab karena mereka mengaku ingin mendirikan shalat di Masjid al-Umawi, Aleppo, Suriah, tapi tak pernah berkata demikian untuk Masjid al-Aqsa.

Berita selengkapnya;

Para Pejabat Tunisia Akan Kunjungi Suriah Untuk Minta Maaf

Sekjen Gerakan Proyek Tunisaa (Harakah Masyrou’ Tunis) Mohsen Marzouk dan sejumlah pejabat Tunisia dalam waktu dekat ini akan berkunjung ke Suriah untuk meminta maaf atas nama rakyat Tunisia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad atas sikap Tunisia selama ini mengenai krisis Suriah. Demikian dikatakan sumber di gerakan tersebut dalam wawancara yang dimuat mingguan al-Sabah, Senin (26/12/2016).

Tanpa menyebutkan nama sumber itu, al-Sabah mengutip pernyataannya bahwa Marzouk akan berkunjung ke Suriah untuk mengucapkan selamat kepada al-Assad atas bebasnya kota Aleppo di Suriah utara dari pendudukan kawanan pemberontak dan teroris.

Dia menjelaskan bahwa Marzouk akan ke Suriah demi memperbaiki citra negatif orang-orang Tunisia akibat banyaknya warga negara ini yang menjadi ekstrimis dan teroris di Suriah dan Irak.

Sejak terjadi gejolak pemberontakan dan terorisme di Suriah, Tunisia tercatat sebagai negara yang warganya paling banyak menjadi anggota organisasi-organisasi teroris di Suriah. Para pejabat Tunisia mengatakan ada sekitar 3000 orang Tunisia yang ikut berperang bersama kelompok-kelompok teroris, terutama ISIS, namun laporan sebuah kelompok kerja PBB mencatat lebih dari 5000 orang.

Tunisia memutus hubungan diplomatiknya dengan Suriah pada Februari 2012, dan mengusir duta besar Suriah untuk Tunisia sebagai bentuk protesnya terhadap “penindasan “ al-Assad terhadap rakyat. Presiden Tunisia saat itu, Moncef Marzouki, menegaskan bahwa satu-satunya penyelesaian bagi krisis Suriah adalah turunnya al-Assad.

Namun, setelah partai Neda Tunis berkuasa, Menlu Tunisia Taieb Baccouche menyatakan bahwa negaranya akan mengembalikan perwakilan diplomatiknya di Damaskus.

Kantor berita resmi Tunisia, TAP (Tunis Afrique Presse) mengutip pernyataan berbagai sumber bahwa Tunisia sudah memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Suriah dan menunjuk Ibrahim al-Fawari sebagai konsul jenderal Tunisia di Damaskus setelah tiga tahun hubungan diplomatik kedua negara terputus. (raialyoum)

Saudi Sebut Relawan Irak Milisi Sektarian Syiah

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir kembali membuat pernyataan yang menyudutkan pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabi dengan menyebutnya sebagai milisi sektarian Syiah yang telah melakukan aksi genosida dengan dukungan Iran.

Dalam konferensi pers bersama sejawatnya dari Yordania, Nasser Judeh, di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, Senin (26/12/2016), al-Jubeir menegaskan al-Hashd al-Shaabi harus disingkirkan dari gelanggang demi membebaskan Irak dari krisis sektarianisme.

“al-Hashd al-Shaabi merupakan satu lembaga sektarian yang dikendalikan dan dipimpin oleh para perwira Iran, milisi sektarian yang mengancam persatuan dan keamanan Irak, ” katanya.

Dia menambahkan, “Kami menentang pasukan sektarian apapun di Irak dan menghendaki kearaban Irak, dan kami ingin membendung segala bentuk operasi teror melalui perbatasan Irak…. Kami menegaskan dukungan kami kepada Yordania dalam memerangi terorisme dan membasmi sumber-sumber dananya.”

Saudi sejak awal selalu memandang al-Hashd al-Shaabi dengan tatapan sinis karena relawan ini berperan besar dalam penumpasan kelompok teroris ISIS di berbagai wilayah Irak.

Saudi menyebut al-Hashd al-Shaabi sebagai milisi sektarian Syiah, padahal dalam kelompok besar relawan ini terdapat lebih dari 20,000 para pejuang Sunni Irak, dan belum lama ini telah diresmikan sebagai sebuah lembaga militer oleh parlemen Irak dengan suara mayoritas dan didukung pula oleh banyak anggota parlemen dari kalangan Sunni dan Kurdi.

Al-Hashd al-Shaabi kini sama statusnya dengan lembaga-lembaga militer dan keamanan independen Irak lainnya seperti pasukan kontra-terorisme, dan diawasi langsung oleh Perdana Menteri Irak Haider Abadi selaku panglima tertinggi angkatan bersenjata.

Karena itu, pernyataan al-Jubeir sangat berpotensi mengundang reaksi kecaman dari berbagai di Irak dan akan dinilai sebagai salah satu bentuk campurtangan dalam urusan internal negara lain. (sputnik/dpa)

Hizbullah: Pembebasan Aleppo Gagalkan Agenda Israel-kan Suriah

Gerakan Hizbullah, Lebanon, menegaskan bahwa bebasnya kota Aleppo, Suriah utara, dari pendudukan kubu pemberontak dan teroris menandai kekandasan agenda Barat dan sekutunya di Timteng untuk mengubah Suriah dari negara musuh menjadi negara sahabat Rezim Zionis Israel.

“Pembebasan Aleppo merupakan satu kemenangan rencana pemerintah Suriah dan kubu muqawamah (resistensi) melawan perang yang dipaksakan oleh Amerika Serikat (AS), Israel dan para komplotannya di kawasan, dan telah mengandaskan konspirasi untuk mengubah Suriah yang resisten menjadi Suriah yang bercorak Israel,” ungkap Wakil Sekjen Hizbullah Syeikh Naim Qassem dalam wawancara dengan Radio Nour, Senin (26/12/2016).

Dia menambahkan, “Pembebasan Aleppo telah mengurangi jarak pencapaian solusi politik, memfrustasikan para pendukung solusi militer bagi krisis Suriah, dan membuktikan bahwa keberadaan Presiden Suriah Bashar al-Assad merupakan satu realitas yang tak dapat diabaikan dalam penyelesaian krisis ini.” (irna)

Mufti Suriah: Para Penguasa Arab Ingat Masjid Aleppo, Lupa Masjid al-Aqsa

Damaskus, LiputanIslam.com –   Mufti Besar Suriah Syeikh Ahmad Badruddin Hassoun mengecam sebagian rezim  Arab dengan menyebut mereka mengaku ingin mendirikan shalat di Masjid al-Umawi, Aleppo, Suriah, tapi tak pernah berkata demikian untuk Masjid al-Aqsa.

“Sebagian penguasa negara-negara Arab dan Islam mengaku ingin mendirikan shalat di Masjid al-Umawi di Aleppo dan Damaskus. Harus bertanya kepada mereka, apakah dalam benak mereka tidak pernah terlintas pikiran untuk mendirikan shalat di Masjid al-Aqsa? Mengapa mereka tidak ingin pergi ke Palestina dan masjid-masjid yang hancur di sana? Ada 3000 masjid di Aka, Yafa dan Haifa yang dihancurkan (oleh Israel), tapi mengapa mereka tidak mengurusi masjid-masjid ini?” cecar Hassoun.

Dia menambahkan, “Para penguasa Arab bukannya mengurus masjid-masjid yang hancur di tanah pendudukan Palestina, tapi malah menerima surat kepercayaan para dubes Rezim Zionis di negara-negara mereka. Karena itu, isu Aleppo telah mengungkap skandal mereka dan menunjukkan betapa mereka hanya ingin memusnahkan Suriah dan membunuhi rakyat negara ini.”

Kepada para penguasa Arab, Mufti Besar Suriah menyoal, “Kapan kalian pernah berjuang melawan kaum Zionis? Rekam jejak kalian hanya menunjukkan bahwa kalian hanya berperang dengan umat Islam sendiri.”

Syeikh Hassoun  menyinggung praktik adu domba Sunni-Syiah yang digalang oleh para penguasa Arab.

“Mereka mengatakan kepada khalayak dunia bahwa di Suriah terjadi perang bernuansa mazhab dan golongan, dan perang antara pemerintah dan rakyat, tapi semua ini bohong dan dusta belaka. Karena itu kami meminta para anggota parlemen Eropa dan Amerika Serikat supaya berkunjung ke Suriah dan meninjau realitas yang ada. Ketika seorang mantan pejabat AS datang ke Suriah bersamaan dengan perayaan Natal dan meninjau gereja, Masjid al-Umawi serta kota Aleppo dan Latakia, baru dia mengakui bahwa di Suriah ada kelangsungan hidup,” papar Syeikh Hassoun.

Dia menjelaskan bahwa sebagian penguasa Arab ingin menjadikan Aleppo sebagai gerbang untuk mengoyak Suriah, tapi mereka gagal.

“Mereka mengira bahwa jika negara kami terbelah maka pembagian kawasan akan mudah, karena itu perang di Suriah bukanlah perang melawan oposisi atau para antek negara-negara asing, melainkan perang melawan 80 negara yang berdusta ketika mengaku sebagai sahabat Suriah,” tegasnya.  (irna)