Jakarta, ICMES: Pasukan Arab Suriah (SAA), Selasa, menyerukan kepada kawanan bersenjata dan warga sipil yang masih bertahan di Aleppo timur agar meninggalkan wilayah ini.
Rusia, Iran dan Turki rilis hasil perundingan ketiganya di Moskow mengenai krisis Suriah.
Suriah ingin membentuk pasukan relawan seperti al-Hashd al-Shaabi (mobilisasi rakyat) seperti di Irak.
Pemerintah Turki mengklaim para loyalis agamawan Turki Fethullah Gulen terlibat dalam kasus pembunuhan Dubes Rusia untuk Turki, Andrei Karlov.
Berita selengkapnya;
SAA Seru Militan Yang Tersisa Segera Keluar Dari Aleppo
Pasukan Arab Suriah (SAA), Selasa, menyerukan kepada kawanan bersenjata dan warga sipil yang masih bertahan di Aleppo timur agar meninggalkan wilayah ini.
“Tentara menggunakan pengeras suara untuk menyeru kawanan bersenjata dan warga sipil yang berminat keluar dari perkampungan-perkampungan di Aleppo timur, karena tentara akan masuk untuk perbersihan setelah mereka keluar,” ujar sumber militer Suriah.
SAA dan kelompok-kelompok bersenjata pendukungnya bersiap-siap memasuki sisa-sisa kawasan yang masih menjadi tempat bertahan kawanan bersenjata, menyusul keberhasilan implementasi sebagian besar kesepakatan mengenai evakuasi kawanan bersenjata dan keluarga mereka yang diimbali dengan evakuasi warga pendukung pemerintah dari distrik Kafriya dan al-Fu’ah yang dikepung kawanan bersenjata di provinsi Idlib.
“Rencanannya, dalam beberapa jam ke depan akan selesai tahap terakhir pengeluaran kawanan bersenjata dari Aleppo timur dengan 62 bus bersamaan dengan tibanya tahap terakhir warga Kafriya dan al-Fu’ah yang dievakuasi dengan delapan bus ke kota Aleppo,” lanjutnya.
Menurutnya, kawasan yang masih menjadi tempat bertahan kawanan bersenjata di Aleppo timur ialah Salahuddin, al-Masyhad, al-Ansari, dan al-Zabadiyah dan sebagai kawasan Saif al-Daulah, dan SAA akan memasuki kawasan-kawasan ini untuk disisir dan dikuasai penuh.
Dia juga mengatakan bahwa angkatan bersenjata Suriah selanjutnya akan mengumumkan secara resmi bahwa kota Alppo sudah kembali sepenuhnya ke tangan pemerintah Suriah.
Beberapa sumber lain yang dekat dengan pemerintah menyebutkan bahwa jumlah warga yang dievakuasi dari Kafriya dan al-Fu’ah sekira 700 orang, dan sebagian di antara mereka dipindah ke provinsi Damaskus, dan sebagian lain ke provinsi Tartus.
Bersamaan dengan ini, sepanjang Senin lalu sebanyak 25,000 orang yang terdiri atas kawanan bersenjata dan warga sipil telah dievakuasi. Sebagian besar mereka tidak diangkut dengan bus, melainkan keluar dengan mengendarai mobil pribadi menuju kawasan al-Rashidin di selatan Aleppo.
Ledakan Bom
Ledakan bom mengguncang kawasan al-Aziziyah, Aleppo, ketika warga setempat yang mayoritas beragama Kristen merayakan kemenangan pasukan pemerintah Suriah dalam perang Aleppo, bersamaan dengan perayaan menjelang Natal dan tahun baru 2017, Selasa malam.
Ledakan terjadi di lokasi yang berjarak puluhan meter dari lokasi kerumunan di mana warga antara lain membentangkan poster besar Presiden Suriah Bashar al-Assad, mengibarkan bendera Suriah dan Rusia, dan bersuka ria atas pulihnya situasi keamanan dan berhentinya perang.
Ledakan diduga berasal dari bom mobil, namun belum ada keterangan mengenai korban yang mungkin jatuh akibat ledakan tersebut. (raialyoum/alalam)
Segi Tiga Rusia, Iran dan Turki Hasilkan 8 Pasal Kesepakatan Tentang Suriah
Para menteri luar negeri Rusia, Iran dan Turki telah mengadakan pembicaraan segi tiga mengenai penyelesaian krisis Suriah di Moskow, ibu kota Rusia, Selasa (20/12/2016).
Perundingan ini menghasilkan delapan pasal kesepakatan sebagai berikut;
- Mendukung penuh kedaulatan dan integritas Suriah sebagai negara yang majemuk dan demokratis.
- Meyakini bahwa krisis Suriah tak dapat diselesaikan melalui cara militer, dan mendukung peranan PBB dalam upaya menyelesaikan krisis ini berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB No.2254.
- Menyambut baik upaya kolektif di Aleppo timur untuk evakuasi warga sipil yang bersedia meninggalkan wilayah ini, keluarnya kelompok-kelompok bersenjata dari kota ini, dan evakuasi sebagian warga sipil distrik al-Fu’ah, Kafriya, Zabadani dan Madaya.
- Mendukung perluasan gencatan, penyaluran bantuan kemanusiaan, dan pemindahan secara bebas warga sipil di seluruh wilayah Suriah.
- Siap memfasilitasi dan menjamin kesepakatan yang akan dijalin antara pemerintah Suriah dan oposisi, dan mengajak negara-negara lain yang berpengaruh di Suriah agar berbuat hal yang sama.
- Meyakini penuh bahwa kesepakatan pemerintah dan oposisi Suriah sangat penting bagi upaya melancarkan proses politik sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2254.
- Menyambut baik usulan Presiden Kazakhstan agar negaranya menjadi tuan rumah perundingan pemerintah dan oposisi Suriah.
- Sama-sama bertekad memerangi dua kelompok teroris ISIS dan Jabhat al-Nusra, dan meyakini keharusan pemisahan keduanya dari kelompok-kelompok oposisi Suriah. (irna)
Suriah Ingin Bentuk Pasukan Relawan Seperti di Irak
Suriah ingin membentuk pasukan relawan seperti al-Hashd al-Shaabi (mobilisasi rakyat) seperti di Irak. Mahmoud Bukjakhdar, anggota Majelis Perwakilan Rakyat Suriah, Selasa (20/12/2016), mengatakan sudah ada keputusan untuk membentukan pasukan relawan yang mirip dengan al-Hashd al-Shaabi, baik dari segi perlengkapan perang, jumlah personil, maupun misinya.
Dia menjelaskan bahwa di Suriah ada hasrat untuk meminta bantuan kepada para pemimpin al-Hashd al-Shaabi di Irak agar berbagi pengalaman mengenai pembentukan pasukan rakyat sedemikian tangguh.
Al-Hashd al-Shaabi dibentuk di Irak tak lama setelah kawanan teroris takfiri Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menyerbu dan menguasai Mosul, ibu kota provinsi Nineveh, Irak utara, pada tahun 2014. Pasukan ini diakui tangguh dan berkiprah besar dalam pembebasan berbagai kota dan daerah di Irak.
Al-Hashd al-Shaabi kerap didengungkan oleh media Barat dan sejumlah negara Arab Teluk sebagai pasukan Syiah yang dibentuk dan dipersenjatai oleh Iran untuk menindas kaum Sunni, padahal sekira 25 komponen Sunni juga terlibat dan menjadi anggota al-Hashd al-Shaabi. (aljournal)
Turki Tuduh Kelompok Gulenis Terlibat Dalam Pembunuhan Dubes Rusia
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Chavusoglu, Selasa (20/12/2016), memberitahu sejawatnya di Amerika Serikat (AS), John Kerry, via telefon bahwa para loyalis agamawan Turki Fethullah Gulen terlibat dalam kasus pembunuhan Dubes Rusia untuk Turki, Andrei Karlov.
“Turki dan Rusia sama-sama mengetahui siapa di balik serangan terhadap Dubes Rusia di Ankara, Andrei Karlov. Dia adalah FETO,” kata Chavusoglu dalam percakapan telefon itu. FETO adalah singkatan dari bahasa Turki “Fetullahci Teror Orgutu” yang berarti Kelompok Teror Gulenis.
Seperti pernah diberitakan, Karlov dihujani berapa butir peluru hingga tewas oleh seorang anggota polisi Turki ketika berpidato pada pembukaan pameran foto di Ankara, Senin malam (19/12/2016).
Walikota Ankara Melih Gokcek menyatakan pembunuhan itu dilakukan oleh seorang polisi bernama Mevlut Mert Altintas, 22 tahun, dengan tujuan merusak proses pendekatan hubungan Turki dengan Rusia yang terjadi belakangan ini setelah sempat sekian bulan memburuk.
Di pihak lain, Gulen sendiri yang tinggal di AS sejak 1990-an justru mengaku “terpukul dan sedih sekali” atas pembunuhan Dubes Rusia.
“Saya mengutuk sekeras-kerasnya aksi teror keji ini,” ungkapnya dalam statemen yang dirilis sebelum dituduh oleh Menlu Turki.
Gulen semula adalah sekutu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, tapi kemudian menjadi musuh besar Erdogan, dan dituding oleh pemerintah Turki berada di balik upaya kudeta gagal di Istanbul pada pertengahan Juli lalu.
Turki berulangkali mendasak AS supaya mengekstradisi Gulen, tapi pemerintah AS melimpahkan masalah ini kepada keputusan pengadilan AS. (anadolu/alalam)