Rangkuman Berita Utama Timteng, Jumat 30 Desember 2016

putin-dan-erdoganJakarta, ICMES: Rusia dan Turki sepakat bahwa gencatan senjata di Suriah tidak berlaku untuk kelompok-kelompok teroris, sementara 70 anggota ISIS tewas saat berusaha menyerang pangkalan udara T4 di Suriah, dan pejuang Hizbullah menyatakan tetap akan bertahan di Suriah meskipun gencatan senjata diberlakukan.

Dan surat kabar Financial Times melaporkan bahwa di Timteng terjadi perubahan perimbangan kekuatan di mana Rusia dan Iran telah mengacaukan negara-negara lawannya.

Berita selengkapnya;

Putin dan Erdogan Sepakat Teroris Tak Masuk Dalam Gencatan Senjata

Presiden Rusia Vladimir Putin dan sejawatnya di Turki, Recep Tayyip Erdogan sepakat menegaskan bahwa gencatan senjata di Suriah yang mulai diterapkan Jumat (30/12/2016) tidak mencakup kelompok-kelompok teroris, terutama ISIS.

Kremlin dalam statemennya menyebutkan bahwa dalam percakapan telefon, Kamis (29/12/2016), keduanya mengaku lega atas tercapainya kesepakatan pemerintah Suriah dengan kelompok oposisi yang ditengahi Rusia dan Turki untuk penerapan gencatan senjata di semua wilayah Suriah dan dimulainya negosiasi politik.

Keduanya juga sama-sama menekankan pentingnya upaya yang dikerahkan dewasa ini untuk memuluskan proses perundingan damai Suriah yang akan digelar di Astana, ibu kota Kazakhstan.

Putin dan Erdogan juga menegaskan kontinyitas upaya penguatan kerjasama penumpasan terorisme, dan karena itu keduanya telah membicarakan beberapa persoalan yang dicanangkan dalam jadwal tugas kerjasama bilateral Rusia-Turki.

Sebelumnya, Putin mengumumkan bahwa pemerintah Suriah dan kelompok-kelompok oposisi bersenjata negara ini telah menandatangani perjanjian gencatan senjata di seluruh pelosok Suriah, Kamis (29/12/2016). Kedua pihak juga menandatangi perjanjian mengenai pengawasan gencatan senjata dan pernyataan mengenai kesiapan masing-masing untuk memulai perundingan di Astana.

Pada kesempatan lain dalam jumpa pers bersama Menteri Pertahanan Sergey Shoygu di Istana Kremlin Putin menyebut kekompakan Moskow, Teheran dan Ankara sebagai faktor kunci tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Suriah, dan ketiganya secara kolektif juga menjamin pelaksanaan perjanjian ini.

“Tiga negara ini tidak hanya bertanggungjawab mengendalikan proses perdamaian, tapi menjamin pelaksanaannya,” ujar Putin. (raialyoum/irna)

Coba Serang Pangkalan Udara di Suriah, 70 Teroris ISIS Tewas

Kementerian Pertahanan Suriah, Kamis (29/12/2016), mengumumkan bahwa pasukan Suriah dan Rusia telah menghalau serangan gerombolan teroris ISIS terhadap pangkalan udara T4 di bagian timur provinsi Homs.

Disebutkan bahwa ISIS menyerang dari timur laut pangkalan udara militer tersebut namun direaksi oleh pasukan Suriah dan Rusia hingga jatuh korban tewas di pihak ISIS sebanyak 70 orang. Dalam peristiwa ini pasukan Suriah berhasil menguasai perbukitan yang menghadap ke kawasan permukiman Sharifah, dan sebanyak 7 tank, 12 mobil bersenjata otomatis, dan 1 mobil lapis baja milik ISIS hancur. (mm/irna)

Gencatan Senjata Mulai Diterapkan, Hizbullah Tetap Bertahan di Suriah

Perjanjian gencatan senjata antara pasukan pemerintah Suriah dan kelompok-kelompok pemberontak mulai diterapkan di seluruh penjuru Suriah sejak awal hari ini, Jumat (30/12/2016), namun tidak berlaku untuk kelompok-kelompok teroris.

Angkatan bersenjata Suriah dalam statemennya, Kamis (29/12/2016), menyatakan bahwa panglima besar angkatan bersenjata negara ini akan menerapkan gencatan senjata di seluruh penjuru Suriah sejak saat-saat pertama hari ini.

Statamen ini menegaskan pula bahwa ISIS, Jabhat al-Nusra, dan kelompok-kelompok lain yang berafiliasi dengan keduanya tidak tercakup dalam gencatan senjata ini.

“Gencatan senjata ini ditujukan untuk menciptakan situasi kondusif bagi proses politik penyelesaian krisis Suriah,” lanjut statemen ini.

Kesepakatan gencatan senjata ini dicapai setelah para menteri luar negeri Rusia, Iran dan Turki mengadakan pertemuan di Moskow beberapa waktu lalu dengan hasil yang menegaskan keharusan adanya penyelesaian krisis Suriah melalui jalur politik serta penjagaan integritas dan kedaulatan Suriah.

Sementara itu, kepala dewan politik Hizbullah Sayyid Ibrahim Amin al-Sayyid menegaskan bahwa kelompok pejuang yang berbasis di Lebanon ini akan tetap bertahan di Suriah sampai dapat ditumpas secara total di Suriah.

Menanggapi desakan Turki agar Hizbullah angkat kaki dari Suriah, dia mengatakan,“ Kami akan keluar dari Suriah pada saat yang tepat dan bermaslahat, dan tidak bergantung pada keputusan Turki.”

Seperti diketahui, Hizbullah yang didukung Iran merupakan salah satu kekuatan besar yang turut membantu pemerintah Suriah melawan terorisme di negara ini. (irna)

Financial Times: Perimbangan Kekuatan Baru Terbentuk di Timteng

Surat kabar Financial Times (FT) melaporkan bahwa di Timteng telah terbentuk perimbangan kekuatan baru di mana Rusia dan Iran telah membuat negara-negara lawannya kebingungan.

“Rusia dan Iran telah memiliki tahun baik yang mengacaukan lawan-lawan lawan mereka di Timur Tengah,” tulis FT, Rabu (28/12/2016), dalam sebuah artikelnya yang ditulis oleh David Gardner.

Gardner menyebutkan bahwa para menlu Rusia, Iran, dan Turki telah menggelar pertemuan segi tiga di Moskow pada awal bulan ini tanpa mengundang sejawat mereka di Amerika Serikat, membicarakan soal Suriah pasca pembebasan Aleppo, dan perundingan ini diselenggarakan ketika pasukan Suriah dengan dukungan Rusia dan Iran berhasil menyingkirkan kawanan bersenjata dari Aleppo dan memperkuat pemerintah Damaskus.

“Sebuah perundingan politik yang riil tak memiliki tempat bagi Panglossian penunda yang, lebih jauh lagi, akan merusak kemenangan Rusia dan Iran karena mereka menikmati kehancuran pemberontak Aleppo,” tulis Gardner.

Menurutnya, Turkipun memilih bersikap realistis daripada terlalu fokus pada kemenangan Rusia dan Iran itu. Ankara yang semula menyokong kelompok-kelompok pemberontak “Sunni” untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad kini malah merapat dengan Moskow dan Teheran karena kuatir akan terbentuk kawasan otonomi Kurdi di sepanjang perbatasan Suriah-Turki.

Dia juga menilai Rusia di tahun 2016 berhasil mengacaukan kekompakan negara-negara Eropa serta memancing hasrat sejumlah pemimpin Timteng untuk merapat ke Rusia.

“Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Abdel Fattah al-Sisi, mantan panglima militer yang memerintah Mesir, sudah menjadi penggemar Putin. Benjamin Netanyahu, perdana menteri sayap kanan Israel, sudah diolah oleh pemimpin Rusia. Mohammed bin Salman, pemuda wakil putra mahkota yang secara de facto berkuasa di Arab Saudi, telah mengembangkan apa yang disebut oleh seorang pejabat Arab ‘hubungan fungsional’ dengan Putin,” ungkap Gardner.

Mengenai ISIS, dia menilai kelompok teroris ini bisa jadi akan tumbang di tahun 2017.

“Namun, setelah kehilangan Mosul sebelum akhirnya Raqqa, ISIS akan berubah menjadi pemberontakan lokal dan terorisme internasional,” ramalnya. (financialtimes)