Pemimpin Ansarullah: Arab Saudi Induk Takfiri, Pelayan Kepentingan Israel

Sayyid Houthi (Foto: Al-Manar)

Sayyid Houthi (Foto: Al-Manar)

Pemimpin gerakan reformis Ansarullah Yaman, Sayyid Abdul Malik al-Houti menyatakan bahwa kelompok Takfiri tidak bisa dipisahkan dengan rezim Israel. Keduanya memiliki ideologi dan tujuan yang sama. Hal itu ia ungkapkan dalam pidatonya pada Hari Al-Quds Internasional yang jatuh pada hari Jum’at, 10 Juli 2015.

Sayyed Houthi menyatakan bahwa Arab Saudi adalah induk dari kelompok Takfiri yang menyediakan ruang bagi mereka guna melayani kepentingan entitas Zionis Israel dan Amerika Serikat (AS).

“Kenapa rezim Saudi tidak melayani kepentingan Palestina? Karena dibanding berusaha mewujudkan cita-cita bangsa Arab, mereka lebih memilih melayani kepentingan Israel dan AS,” tegasnya.

Sayyed Houthi menggarisbawahi bahwa sumber bahaya yang mengancam wilayahnya berasal dari Israel, dan bahaya-bahaya lainnya merupakan ‘perpanjangan’ dari bahaya Israel.

Menyikapi perkembangan di Yaman, Sayyed Houti menegaskan bahwa konflik ini bukanlah bertujuan untuk membendung pengaruh Iran sebagaimana yang diklaim Arab Saudi. Sebaliknya, krisis ini terjadi karena adanya pengaruh Israel.

“Iran memiliki prinsip dan tindakan yang nyata dalam mendukung Palestina dan gerakan perlawanan. Semua orang yang merdeka di dunia ini harus meniru Iran,” serunya.

Menurut Sayyed Houti, saat ini Arab Saudi berusaha menyesatkan orang-orang Arab dan hendak menggambarkan kolaborasinya dengan Israel sebagai suatu gerakan semacam Arabisme. Siapapun yang menolak Zionisme lantas dituduh sebagai “Iran”.

“Israel telah memerintahkan kepada rezim Saudi untuk melakukan kejahatan di Yaman, yang dampaknya lebih mengerikan daripada yang diinginkan.”

“Orang-orang Yaman ingin berdiri di sisi kelompok perlawanan Palestina dan Lebanon melawan Israel,” tambahnya.

Sayyed Houthi mengungkapkan bahwa salah satu alasan utama di balik agresi Arab Saudi-AS di Yaman adalah untuk menghukum pihaknya atas sikap yang diambil dalam menyikapi perselisihan ummat.

Sayangnya, menurut Sayyed Houthi, tidak banyak yang bisa diharapkan dari PBB untuk mengakhiri krisis kemanusiaan di negara ini. Apalagi, gencatan senjata yang pernah dilakukan sebelumnya berbuah pahit.

Ia mendesak agar semua agresor menghentikan serangan mereka terhadap Yaman. Dan genjatan senjata baru bisa disebut berhasil jika tidak ada lagi serangan ke negaranya.

“Agresi ini harus diakhiri. Kami tidak bisa menerima kekejaman dan kejahatan ini terus berlanjut. Kami tidak bisa tinggal diam sebelum agresi ini dihentikan,” ucapnya.

“Tentara Yaman dan Komite Populer berada di garis perbatasan untuk menghadapi agresi ini secara langsung.”

Sayyed Houthi melanjutkan bahwa gerakan Ansarullah akan mengambil langkah-langkah strategis guna melawan kejahatan ini. Ia mengingatkan, bahwa rakyat Yaman telah berdiam diri tidak melawan serangan brutal selama 40 hari di awal agresi untuk membuktikan kepada dunia bahwa semua tuduhan Arab Saudi itu tidak benar.

“Agresi ini akan memaksa kami mengambil langkah-langkah strategis di kawasan. Kami akan mewajibkan mobilisasi umum, dan hal ini akan dilakukan dengan persetujuan rakyat Yaman.”

Sayyed Houthi juga menyerukan kepada faksi politik di Yaman untuk menindaklanjuti kesenjangan sosial dan memperhatikan kondisi keamanan.

Saat ini, lebih dari 2.800 orang telah tewas sejak dimulainya agresi militer Arab Saudi dan sekutunya yang didukung oleh AS pada 26 Maret 2015. Diperkirakan ada sekitar 20 juta penduduk Yaman yang terancam mati kelaparan akibat minimnya persediaan makanan, minuman maupun obat-obatan.

http://www.almanar.com.lb/english/adetails.php?fromval=1&cid=23&frid=23&eid=220538