[Jurnal] Memahami Jihad Suriah

Tulisan ini merupakan intisari dari jurnal yang dimuat dalam Jurnal Survival: Global Politics and Strategy yang berjudul Assessing Syria’s Jihad 56:6, 87-112, DOI: 10.1080/00396338.2014.985439 yang dipublikasikan secara online di tautan ini http://dx.doi.org/10.1080/00396338.2014.985439. Perspektif, analisis, dan kesimpulan yang dilakukan penulis jurnal tidak mencerminkan sikap ICMES. Pemuatan artikel ini bertujuan untuk mempelajari model-model analisis yang dilakukan para ilmuwan dari berbagai latar belakang, dengan tujuan akademis. Selanjutnya, ICMES akan membuat tulisan [Commentary] yang berisi tanggapan ilmiah atas artikel jurnal ini.

Faksi JIhad SuriahMemahami Jihad di Suriah

Charles Lister [1]

Konflik Suriah berubah secara signifikan sejak tanda-tanda pertama dari sebuah pemberontakan bersenjata muncul pada akhir Mei 2011. Jika sebagian besar Tentara Pembebasan Suriah (FSA) difokuskan pada komando dari Turki, kelompok jihad yang dipengaruhi Salafi Sunni telah memperluas cakupannya. Pemberontakan Suriah telah menampakkan komponen jihad Sunni ketika pada tanggal 23 Januari 2012, Jabhat Al Nusra memperlihatkan keberadaaannya dan mengaku bertanggng jawab atas serangan bom bunih diri di Damaskus pada tanggal 23 Desember 2011 yang menewaskan 40 orang.

Namun Al Nusra sebenarnya telah aktif secara diam-diam dalam di Suriah sejak Agustus 2011, ketika para tahanan Islamis dibebaskan dari penjara Suriah berkat adanya amnesti Presiden pada Mei-Juni 2011, adanya kehadiran sejumlah elemen Al Qaeda, juga kedatangan koman senior Abu Mohammad Al Julani dari markasnya di Mosul, Irak. Oleh karena itu, awal tahun 2012 pemberontakan Suriah yang telah terisi dengan komponen jihad Sunni pun semakin diperluas. Ada juga kelompok Salafi konservatif yang tumbuh membesar dengan cepat seperti Ahrar Al Sham, Liwa Al Islam, Suqor Al Sham, yang semuanya didirikan oleh para tahanan yang dibebaskan dari penjara Sednaya tahun 2011.

Beberapa kelompok FSA yang tidak berkembang seperti Kataib Al Farouq, menjadi korban pengepungan tentara pemerintah dan terpecah belah. Apalagi pendukung eksternalnya dari negara-negara Teluk terlalu sering berbeda pandangan karena memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dalam pemberontakan Suriah, ada setidaknya 1.000 unit pemberontak yang sepenuhnya tergantung pada dukungan eksternal.

Dan meskipun para pendukung pemberontak berkoordinasi dengan Friends of Syria, namun sebuah struktur komando yang efektif dan terpusat tidak bisa dibentuk. Kekacauan wilayah, kebrutalan yang mengerikan, menjadikan fenomena jihad terus bertumbuh. Suriah menjadi polemik internasional, setidaknya 15.000 warga asing dari 90 negara telah terlibat dalam pertempuran di Suriah sejak tahun 2011 dan hal ini tidak pernah terjadi dalam sejarah modern sebelumnya.

Dua pelaku utama jihad di Suriah adalah Al Nusra yang merupakan cabang dari Al Qaeda, dan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS/ISIL/IS). Jika ISIS tumbuh secara eksponensial di Suriah dan Irak yang mendirikan pertahanan di dekat perbatasan kedua negara, Al Nusra tetap merupakan bagian dari Al Qaeda, yang melakukan modus operandi secara konsisten dan fokus pada ancaman internasional. Akhirnya, Suriah yang kini menjadi ‘rumah’ bagi para pejihad yang dalam jangka panjang, merupakan ancaman bagi regional dan dunia. Untuk menemukan solusi dari konflik Suriah, dan bagaimana cara mengalahkan ISIS, Al Nusra dan jihadis lainnya, sangat penting untuk memahami struktrur, dinamika internal, ideologi dan cinta-cita, taktik, strategi, sumber dana, dan link-link regional dan internasional mereka.

ISIS telah muncul di sejumlah negara setidaknya dalam 15 tahun terakhir dengan nama yang berbeda. Tahun 1999, Ahmad Fadil al-Nazal al-Khalayleh (lebih dikenal sebagai Abu Musab Al Zarqawi), memimpin gerakan jihad yang beroperasi diam-diam di Yordania, dan terang-terangan di Kandahar dan Herat, Afghanistan. Awalnya bernama Jund Al Sham, lalu berganti nama sebagai Jamaat Al Tawhid Wal Jihad, dan berhubungan dengan Al Qaeda maupun Taliban. Pada 29 Juni 2014, kelompok ini menyatakan kekhilafahan dan menjadi sebuah organisasi besar yang memiliki sekitar 25.000 anggota di Suriah dan Irak.

Dengan cepat, ISIS telah mengontrol wilayah yang membentang di Aleppo, Suriah. Meskipun gagal dalam usaha pertama mendirikan kekhilafahan pada tahun 2006-2008, kini ISIS, di bawah kepemimpinan Ibrahim Awwad Ibrahim Ali Al Badri Al Samarrai (lebih dikenal sebagai Abu Bakr al-Baghdadi) telah berasil. Tujuan utama adalah pembentukan Negara Islam, model negara yang dirancang oleh Zarqawi. ISIS yang mengalami kerugian besar dalam operasi yang dilakukan suku-suku lokal Irak yang dipimpin Sahwa pada tahun 2000-an, kini telah pulih. Secara keorganisasian, ISIS memiliki struktrur independen dan finansial yang mandiri, dan karenanya mereka merasa berhak menentukan nasib sendiri. Namun hal ini juga dijadikan oleh lawannya untuk mengeksploitasi, sehingga berpotensi mengubah kekuatan inti organisasi.

Meskipun fokus ISIS adalah melakukan operasi di Irak sejak Juni 2014, namun ISIS telah berhasil mengontrol dan mempertahankan wilayah Suriah yang berharga, yaitu Raqqa, Latakia, Idlib, sebagian barat Aleppo, bagian timur Deir Ezzor, dan pada akhir Agustus 2014, ISIS menguasai pangkalan Al Tabqa. ISIS juga melakukan operasi di wilayah regional Kurdi secara berkelanjutan. Dikombinaskan dengan kontrol wilayah dan pengaruh di Irak, ISIS menguasai setidaknya ladang minyak yang mampu menghasilkan 2 juta dolar per hari, belum lagi dana yang berasal dari pemerasan, sistem perpajakan, dan transaksi di pasar gelap.

Struktur Organisasi

Setelah menjadi pemimpin ISIS pada April 2010, Abu Bakar Al Bahhdadi mengatur organiasi. Ia memiliki tangan kanan, mantan kolonel tentara Irak di era Saddam Hussein, yaitu Samir Abd Mohammed al-Khleifawi (atau Haji Bakar – tewas pada bulan Januari 2014). Artinya, dalam struktur kepemimpinan ISIS, tokoh-tokohnya telah memiliki pengalaman militer profesional dari Irak. Sementara untuk aspek lainnya seperti media, penegakan hukum, rekruitmen dan bimbingan agama, terbuka untuk non-Irak, terutama yang berasal dari Eropa, Saudi dan Tunisia.

Kepemimpinan ISIS seperti bentuk paramida. Bahgdadi ada di puncak (dan bergelar Amirul Mukminin), ada dua wakil/ deputi, lalu di bawahnya ada Dewan Syura dan Kabinet Menteri, Dewan Gubernur Provinsi dan Komando militer di masing-masing wilayah. Struktur seperti ini akan terasa efeknya bagi masa depan organisasi. Meskipun bukan berasal dari lulusan lembaga Islam terhormat seperti Al Azhar Mesir, tidak memegang gelar PhD dalam studi Islam, namun Baghdadi telah dijadikan sumber definitif keagamaan. Dalam mengatur organisasi, ISIS jauh lebih unggul dari Al Qaeda. Baghdadi memiliki gaya menajemen birokrasi di tingkat lokal, provinsi dan nasional yang sangat detail. Terbukti, pada pelaporan militer internal selama dua tahun, disusun dengan sangat rinci sepanjang hampir 200 halaman statistik dan analisis. Departemen Keuangan ISIS juga menerapkan mekanisme kompleks untuk mengumpulkan uang dan mendistribusikannya ke daerah yang dikuasai. Contohnya, ISIS diduga mendapatkan penghasilan sekitar 70-200 juta dolar per tahun yang berasal dari minyak, uang tebusan penculikan, permerasan dan kegiatan di pasar gelap. Juni 2014, ISIS diperkirakan mendapatkan penghasilan lebih dari 12 juta dolar per bulan untuk operasinya di Mosul.

Baghdadi juga mengembangkan organisasi yang sangat mahir dalam militer, front politik dan agama. Seandainya ada kejadian krusial, katakanlah kematian Baghdadi, belum tentu akan menimbulkan dampak bagi daya tahan ISIS.

Taktik dan Strategi

Tiga tahun menjelang pencaplokan Mosul, ISIS telah melakukan perencanaan yang rumit dan strategi militer dengan mengkonsolidasikan dinamika sekterian di Irak, dan pada tahun 2013, ISIS mengambil keuntungan dari kekacauan di Suriah dengan menabur perpecahan. Sejak tahun 2011, ISIS di Irak telah melakukan operasi seperti perekrutan anggota baru, memperluas ruang lingkup operasi, dan melakukan operasi Breaking Wallssought untuk melepaskan jihadis-jihadis yang ditahan. Akhirnya, sekitar 500 tahanan berhasil dilepaskan dari penjara Abu Ghraib pada 21 Juli 2013.

ISIS mengumumkan Operasi Tentara Harvest, yang bertujuan untuk melemahkan mental pasukan Irak dan terus berupaya mengeksploitasi ketegangan sekterian yang dirasakan oleh kaum Sunni Irak yang ditindas oleh pemimpin Syiah Nouri Al Maliki.

Di Suriah, ISIS secara konsisten berusaha mengekspoitasi kekuatan taktis, dengan menyebarkan unit-unit kecil di berbagai bidang dengan mobilisasi yang cepat. Mulai dari bom bunug diri dan operasi ofensif yang dilakukan berulag kali. Sejak jatuhnya Mosul pada tahun 2014, ISIS mendapatkan jumlah persenjataan yang signifikan, termasuk Humvee lapis baja buatan AS, M16 dan senapan M4, dan howitzer M198, yang ditransfer ke Suriah untuk melawan tentara pemerintah ataupun grup jihad lainnya.

ISIS juga mempresentasikan diri sebagai kekuatan tempur yang amat brutal, yang terbiasa melakukan tindakan kekerasan yang mengerikan. Berbagai eksekusi massal, dimaksudkan untuk mengintimidasi musuh dan melemahkan tekad lawan untuk menghadapi ISIS.

Kontrol teritorial adalah aspek fundamental dari strategi strategi ISIS, karena hal ini memungkinkan untuk semakin memperluas kekuasaan Islam dan berpotensi mendapatkan penghasilan lebih.

Di wilayah yang dikuasai, ISIS juga menggelontorkan dana untuk menyediakan layanan sosial bagi penduduk sipil. Misalnya, ISIS mensubsidi biaya pokok makanan, menyediakan tempat tinggal bagi orang miskin dan orang tua, menyediakan transportasi bus gratis, pendidikan anak-anak, kesehatan dan vaksinasi, pemeliharaan insfratuktur dan lainnya.

Sejak adanya serangan udara yang menargetkan ISIS, praktis akan mengikis secara signifikan pendapatan organisasi ini. Hanya saja, dibanding menargetkan kilang minyak, lebih bijaksana untuk menargetkan minyak yang telah siap dijual ISIS.

Pejuang Asing dan Perekrutan

Sekitar 15.000 jihadis asing telah berada di Suriah dan Irak dan mungkin telah bergabung dengan ISIS, dan tidak menutup kemungkinan suatu saat mereka akan kembali ke negara asalnya. Meskipun sebagian besar struktur kepemimpinan ISIS diisi oleh orang-orang Irak, namun kelompok ini sangat bergantung pada tentara asing, terutama yang bersedia menjadi bomber bunuh diri.

Perekrutan ISIS kebanyakan dilakukan melalui media sosial. ISIS menggunakan video dan foto-foto untuk propaganda, yang dirilis dalam bahasa lain selain bahasa Arab – yang menandakan upaya ISIS untuk menampilkan citra global. Namun sejak serangan udara yang menargetkan ISIS di Suriah maupun Irak, jumlah propaganda ISIS jauh berkurang. Selama tiga hari berturut-turut (11-13 Agustus), Twitter menghapus semua akun simpatisan ISIS, juga akun resmi organisasi ISIS.

Adanya jihadis asing di tubuh ISIS berpotensi akan menciptakan teror di masa depan baik di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Pasalnya, kehadiran simpatisan ISIS di media cukup besar yang mendorong prekrutan lebih lanjut, bukan hanya di Barat tetapi wilayah lainnya. Jihadis asing, terutama dari Barat, cenderung mudah dipengaruhi pola pikirnya.

ISIS juga memanfaatkan himbauan dari negara-negara yang melarang perkembangan ekstremisme ataupun melarang warga negaranya bergabung dengan kelompok jihad. Sekilas ini tampaknya menghalangi rekruitmen, namun ISIS memanfaatkan hal itu untuk merayu orang-orang yang memiliki keahlian khusus, yang tidak memiliki pekerjaan/ posisi yang cukup berharga di negaranya. Sebut saja Kepala Operasi Media ISIS yang bernama Ahmad Abousamra berkebangsaan Suriah-AS. Ia lahir di Perancis, dididik di sekolah Katolik, menjadi sarjana ilmu komputer dan bekerja di perusahaan telekomunikasi. Fasih berbahasa Inggris dan Arab, namun ia berhasil digaet oleh ISIS.

Prioritas ISIS adalah mengkonsolidasikan wilayah. ISIS mengintegrasikan sarana transportasi dan komunikasi. Di Suriah, kelompok ini juga berusaha untuk melemahkan kemampuan kelompok oposisi di wilayah utara, terutama dengan melakukan operasi ofensif di Aleppo utara, mengeksploitasi ketegangan antara Turki dan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), dan mencari cara untuk mendapatkan kontrol atau memblokir akses oposisi terhadap dua perbatasan yaitu Bab al-Hawa dan Bab al-Salameh.

ISIS juga muncul, atau setidaknya mulai aktif di Lebanon yang dimulai dari kota perbatasan Arsal pada awal Agustus. Mereka memenggal tentara Lebanon yang ditawan. ISIS juga berusaha terus menumbuhkan dukungan dari simpatisan mereka di Arab Saudi dan Yordania. Kemungkinan ISIS akan melakukan serangan yang diarahkan kepada Turki, Yordania, Arab Saudi dan Lebanon. Untuk Eropa atau AS, sepertinya tidak mungkin ISIS memiliki sumber daya yang diperlukan untuk meluncurkan operasi yang jaraknya jauh. Karena itulah, AS harus terus melakukan dan meningkatkan serangan udara untuk melawan ISIS.

ISIS secara jelas telah menyerukan kepada umat Islam di seluruh dunia untuk menargetkan Barat. Adanya kasus teror yang dilakukan oleh Mehdi Nemmouche dan Ibrahim Boudina di Perancis, Abdul Numan Haider, Adam Dahman dan Omarjan Azari di Australia, juga penangkapan berantai di Inggri, menunjukkan bahwa seruan ISIS untuk menargetkan Barat adalah sesuatu yang sangat serius.

Jabhat Al Nusra: Gerakan Transnasional

Setelah didirikan oleh seorang komandan ISIS pada tahun 2011, Al Nusra muncul sebagai afiliasi al-Qaeda independen yang berbasis di Suriah dan saat ini mengomandoi sekitar 6.000 pejuang. Sejak munculnya pada Januari 2012, kelompok ini telah berkembang jauh. Enam bulan pertama operasi di Suriah. Al Nusra bertindak sebagai organiasasi teroris yang stereotip. Al Nusra melakukan bom bunuh diri yang menewaskan puluhan warga sipil dan merampok warga sipil yang dianggap mendukung pemerintah. Agustus 2012, Al Nusra telah berubah menjadi kelompok pemberontak profesional yang berkoordinasi dengan unit FSA.

Kegagalan seluruh operasi moderat di Suriah praktis menyatukan faksi-faksi bersenjata di bawah struktur yang efisien dan representatif. Faksi jihad Salafi, termasuk Al Nusra tumbuh secara signifikan.

Namun, munculnya beberapa koalisi pemberontak moderat yang didukung Barat sejak akhir 2013 di Suriah telah mendorong evolusi lebih lanjut dalam internal Al Nusra. Koalisi moderat seperti Harakat Hazm, Revolusioner Suriah dan Front Selatan, awalnya didirikan untuk memerangi penyebaran ISIS, tapi keberadaan mereka semakin menonjol sejak pengusiran berhasil mengalahkan ISIS di berberapa wilayah. Perkembangan pemberontak moderat ini akhirnya dianggap sebagai ancaman bagi keberadaan Al Nusra.

Meskipun telah secara eksplisit menyatakan niat untuk mendirikan emirat Islam di Suriah, namun Al Nusra memandang kelompoknya sebagai jaringan Al Qaeda dalam cakupan yang lebih luas dibandingkan jaringan Al Qaeda di negara-negara lainnya. Itulah mengapa, Al Nusra loyal kepada kepada kepemimpinan Al Qaeda di Afghanistan dan Pakistan, dan mengakui kepemimpinan Mullah Mohammed Omar, pemimpin Taliban.

Struktur Organisasi, Pejuang Asing dan Perekrutan

Seperti ISIS, Al Nusra adalah organisasi yang dikontrol dengan tingkat kerahasiaan seputar kepemimpinan senior. Secara struktural, Al Nusra beroperasi dengan model kemimpinan piramida, dengan Jawlani di atas, diikuti oleh Dewan Syura dan kemudian oleh dewan khusus untuk perang dan syariah.

Al Nusra menguasai wilayah di Aleppo, Hama, Idlib, Homs, Qalamoun, Damaskus dan Daraa, dengan yang terakhir juga meliputi Quneitra. Hingga berpecah dengan ISIS pada April –Mei 201, Al Nusra bergantung secara finansial dari dana yang diterimma dari pemimpinan kelompok/ induknya di Irak, dari sumbangan pribadi para spnsornya di Tmir Tengah, terutama Teluk. Sejak memisahkan diri dengan ISIS, Al Nusra mulai mengalami penurunan. Sebagian pejuang Al Nusra bergabung dengan ISIS dan ladang minyak di beberapa titik juga lepas dari kontrol.

Al Nusra mencitrakan diri sebagai pejuang pembela rakyat Suriah, dan memiliki beberapa petinggi seperti Al Julani, dan juru bicara kelompok seperti Abu Firas al-Suri, para pemimpin militer senior seperti Abu Hammam al-Suri dan Abu Hafs al-Binnishi, didukung dengan datangnya individu-individu yang berpengalamanan bertempur dengan Al Qaeda. Langsung di bawah Julani, pemimpin senior Al Nusra termasuk Sami al-Oraydi (Yordania), Maysar Ali Musa Abdallah al-Juburi (Irak), Abdul Mohsen Abdullah Ibrahim al-Sharikh (Saudi), Said Arif (Perancis-Aljazair), Abul Laits al-Tabuki (Yordania), Abu Hassan al-Kuwaiti (Kuwait) dan Abu Sulaiman al-Muhajir (Australia). Selain itu, di samping Mohsen
al-Fadhli (Kuwait), Abu Yusuf al-Turki (Turki) dan David Drugeon (Perancis) – yang semuanya ditargetkan dalam serangan AS. Intelejen AS rupanya belum menyadari adanya Grup Khurasan, yang telah melakukan perjalanan dari Afghanistan-Pakistan untuk memperkuat Al Nusra.

Hingga September 2014, Al Nusra tidak melakukan strategi perekrutan tertentu melalui media sosial atau saluran lainnya. Sebaliknya, Al Nusra mengandalkan orang-orang mendaftar karena faktor ideologis. Al Nusra tidak merekrut pejuang asing, tetapi banyak yang bergabung dengan latar belakang dari kesetiaan ideologis terhadap Al Qaeda.

Nama Al Qaeda tetap menjadi instrumen berharga legitimasi untuk Al Nusra, terutama ketika mengkooptasi anggota afiliasi Al Qaeda yang ada, seperti Imarat Kavkaz yang berbasis di Kaukasus Utara. Kini mereka bergabung dengan Al Nusra, di brigade Jaish al-Muhajirin
wal Ansar.

Taktik dan Strategi

Karena ukurannya yang relatif kecil dan tersebar dalam wilayah geografis yang cukup besar di Suriah, Al Nusra sering melakukan oerasi khusus, yang dikoordinasikan dengan kelompok lokal lainnya. Seperti ISIS, Al Nusra juga menggunakan satu atau beberapa pelaku bom bunuh diri di awal manuver ofensif untuk menembus pertahanan musuh. Kelompok pemberontak Suriah yang lebih moderat memperoleh manfaat dari ketika koordinasi operasi dengan Al Nusra.

Pertahanan utama Al Nusra ada di Idlib, Daraa dan Quneitra. Wilayah ini telah lama kunci kubu Al Nusra. Di Idlib, Al Nusra memerangi faksi moderat demi memuluskan rencananya menguasai kota-kota di dekat perbatasan Turki. Setelah mengontrol wilayah seperti Harem, Sarmada, Darkoush, Salqin dan Binnish, Al Nusra berusaha untuk memaksakan unsur hukum syariah. Al Nusra juga berusaha memotong saluran dukungan untuk oposisi moderat yang melalui Hatay. Yang tak kalah rumit, Al Nusra juga berhadap-hadapan degan ISIS di persimpangan Bab Al Salameh di Aleppo utara.

Namun, dalam rangka untuk mendirikan sebuah emirat di Suriah, Al Nusra membutuhkan dana yang lebih besar. Dalam jangka pendek, kenaikan penculikan muncul, yang membuktikan bahwa kelompok ini mengharapkan uang tebusan dalam jumlah yang besar.

Mengingat gerakan di Idlib, Al Nusra nampaknya mulai melakukan penegakan lebih sepihak norma syariah. Al Nusra juga memiliki dukungan dari Lebanon, yang telah aktif dan melakukan serangan bom bunuh diri di Beirut pada 2 Januari 2014. Kataib Abdullah Azzam adalah pelaku berbagai serangan teror di Lebanon. Karena itulah, tentara Lebanon harus mengintensifkan penjagaan di wilayah Arsal untuk mencegah adanya teroris-teroris masuk ke Lebanon di kemudian hari.

Meskipun Al Nusra memiliki pasukan di sepanjang Dataran Tinggi Golan, dan telah menculik 45 anggota PBB, namun Al Nusra tidak pernah berusaha menyerang Israel. Di Yordania, Al Nusra juga telah memiliki basis. Sementara itu, kelompok ini masih dianggap bergantung pada jaringan logistik dari Turki, sehingga sangat tidak Al Nusra menargetkan Turki.

Mengingat kehadiran senior-senior Al Qaeda di Suriah, mungkin negara ini akan dijadikan pusat operasi Al Qaeda. Menurut intelejen AS, kemampuan mereakit bom Al Nusra dipelajari dari Al Qaeda in Arabian Peninsula (AQAP) di Yaman.

Kelompok Jihad Lainnya

Selain ISIS dan Al Qaeda, beberapa organisasi jihad yang sudah ada (dengan basis utama operasi di luar Suriah) telah membentuk sayap aktif di dalam wilayah Suriah. Misalnya IK yang berlokasi Kaukasus Utara, Uighur di Tiongkok, dan Jund Al Sham di Lebanon, kini memiliki affiliasi di Suriah.

Suriah juga menjadi rumah bagi setidaknya delapan kelompok jihad lain yang akan tetap aktif di negara-negara asal mereka. Harakat Sham al-Islam (yang dipimpin dan didominasi oleh Maroko), al-Katibat al-Khadraa dan Katibat Suqor al-Izz (Saudi), Usud al-Khilafah (Mesir), Katibat al-Battar al-Libya (Libya), Junud al-Sham (Rusia dan Kaukasia Utara), Katibat Imam al-Bukhari (Uzbekistanis), dan Jamaat Ahadun Ahad (Turki). Beberapa organisasi ini dipimpin oleh tokoh-tokoh yang berpengalaman berjihad selama puluhan tahun. Mayoritas daerah yang menjadi operasi meliputi Latakia, Idlib, Aleppo dan Hama, Homs dan Qalamoun.

Selama pecahnya konflik antar-faksi di Suriah utara pada akhir 2013, mayoritas dari kelompok-kelompok ini (kecuali Usud al-Khilafah) tetap independen atau diam-diam setia kepada Al Nusra. Oleh karena itu mereka tetap utuh. Al-Katibat al-Khadraa, Jaish al-Muhajirin wal Ansar dan Harakat Sham al-Islam bergabung dengan faksi Islam Suriah, Harakat al-Fajr Sham, pada tanggal 25 Juli 2014 untuk membangun Jabhat Ansar al- Din, yang mengkoordinir sekitar 2.500 pejuang.

Karena ISIS bertahap menuju daerah ini, maka kemungkinan kelompok tersebut akan membaiat Baghdadi demi memenuhi kebututuhan logistik ketimbang kesetiaan ideologis. Hal ini tetap akan menguntung ISIS dalam jangka pendek. Kemampuan ISIS memaksakan operasi militer dan menyediakan pendanaan berpotensi menyebabkan faksi saingan untuk menyerahkan diri secara pragmatis dan melakukan janji setia.

Implikasi Jangka Panjang

Peningkatan perhatian internasional terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh ISIS telah mengakibatkan tingkat urgensi yang membuat perluasan intervensi militer eksternal di Irak dan Suriah. Strategi multinasional untuk melawan ISIS dan jihad lainnya harus dikembangkan. Misalnya dengan penyediaan dukungan dan pelatihan untuk masyarakat lokal anti-jihad. Pasukan mereka harus dikoordinasikan dengan serangan udara.

ISIS bisa ditarget dengan lebih mudah karena wilayahnya luas, tetapi kelompok ini juga bisa menyusup ke daerah-daerah yang dihuni warga sipil, sehingga sangat mungkin serangan udara akan menyebabkan korban dari warga sipil berjatuhan.

Al Nusra dan kelompok jihad lainnya aktif di Suriah, merupakan target yang lebih menantang. Untuk alasan inilah, aktor lokal di Suriah seperti suku-suku di Irak, Kurdi Peshmerga, Suku Sunni dan militer Irak, harus didukung dengan sarana prasarana karena mereka sangat penting untuk melawan kekuatan jihad di darat.

Bagi jihadis sendiri, intervensi internasional cenderung memberikan kesempatan bagi mereka yang berasal dari lintas bangsa dan lintas faksi untuk menaikkan citra. Pemantauan dari media sosial, kegiatan pro-jihad di awal-awal serangan udara AS di Irak malah menjadi ‘pemersatu’ bagi mereka yang berpolemik. Karena itulah intervensi ini harus didukung oleh aktor-aktor lokal.

Bahkan, kalaupun militer mengatur strategi yang lebih beragam, masih sangat sulit untuk mengalahkan pemberontak bersenjata secara total. ISIS buktinya, yang selamat dari kekuatan 150.000 tentara Amerika dan Sahwa pada tahun 2007-2008 dan muncul kembali di Suriah dan Irak pada tahun 2014.

Oleh karena itu, tidak ada masalah jika koalisi memilih untuk mengintervensi Suriah dan Irak dalam beberapa bulan mendatang, namun sangat tidak mungkin untuk menumpas ISIS sampai ke akar-akarnya. ISIS pastinya akan kehilangan wilayahnya di Suriah, dan beroperasi sebagaimana gerakan teroris kebanyakan, yaitu melakukan serangan secara terselubung dan bergerak secara diam-diam di bawah tanah. Demikian juga Al Nusra akan semakin mengecil, dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai cabang Al Qaeda yang khas. Sementara itu, faksi jihad kecil di Suriah kemungkinan akan bergabung dengan faksi lainnya, atau memilih pulang ke negaranya masing-masing.

Singkatnya, Irak dan Suriah masih akan menjadi ‘surga’ bagi gerakan jihad selama beberapa tahun mendatang, meskipun peluang untuk melakukan operasi sangat jauh berkurang. Karena itu, kemungkinan mereka akan mempertahankan atau membangun kontrol wilayah yang dapat digunakan untuk mengukuhkan emirat/ khilafah.

Dengan ini, bisa saja mereka akan mencari peluang untuk melakukan pergeseran wilayah jihad, melakukan serangan dengan sasaran global. Lingkungan operasi berpotensi mengintensifkan persaingan antara Al Qaeda dan ISIS.

Sebagai gerakan desentralisasi yang terdiri dari beberapa afiliasi semi-independen yang tersebar di seluruh dunia, Al Qaeda memiliki pengalaman bertahun-tahun beroperasi dalam keadaan yang sulit. Sejak kehadirannya difokuskan Suriah (yang jauh lebih tidak stabil dibanding Irak), masuk akal jika Al Nusra mungkin akan mampu bertahan lebih lama.

________

[1] Charles Listeris a Visiting Fellow at Brookings Doha Center.

Notes

  1. ‘Declaration of the Support Front (Jabhat al-Nusra): For the People of Syria from the Mujahideen of Syria in the Fields of Jihad’, Al-Manarah al-Bayda Foundation for Media Production, 23 January 2012, http://jihadology.net/2012/01/24/al-manarah-al-bayḍa-foundation-for–media-production-presents-for-thepeople-of-syria-from-the-mujahidinof-syria-in-the-fields-of-jihad-jabhah-al-nuṣrah-the-front-of-victory; ‘Forty Killed, 100 Wounded in Damascus Blasts – TV’, Reuters, 23 December 2011, http://www.trust.org/item/?map=forty-killed-100-woundedin-damascus-blasts–tv/.
  2. Charles Lister, ‘Syria’s Insurgency: Beyond Good Guys and Bad Guys’, Foreign Policy, 9 September 2013, http://mideastafrica.foreignpolicy.com/posts/2013/09/09/syrias_insurgency_beyond_good_guys_and_bad_guys.
  3. These figures are based on the author’s own research, in addition to the findings of previous studies: Aaron Zelin, ‘Up to 11,000 Foreign Fighters in Syria; Steep Rise among Western Europeans’.
  4. Thomas Hegghammer, ‘The Rise of Muslim Foreign Fighters: Islam and the Globalization of Jihad’, International Security, vol. 35, no. 3, Winter 2010–11, pp. 53–94.
  5. Tracking Al Qaeda in Iraq’s Zarqawi Interview with Ex-CIA Analyst Nada Bakos’, Musings on Iraq, 30 June 2014, http://musingsoniraq.blogspot.com/2014/06/tracking-al-qaeda-in-iraqszarqawi.html; Bruce Riedel, The Search for Al Qaeda: Its Leadership, Ideology, and Future (Washington DC: Brookings Institution Press, 2010), p. 94.
  6. This figure is based on the author’s own research. The CIA has estimated ISIS strength at 31,000, although that likely includes unofficial, tribally aligned fighters temporarily co-opted by ISIS during its advances in Iraq in 2014. See ‘CIA: As Many As 31,000 Islamic State Fighters in Iraq, Syria’, Voice of America, 11 September 2014, http://www.voanews.com/content/ kerry-secures-arab-backing-for-pushagainst-islamic-state/2446934.html.
  7. Indira A.R. Lakshmanan, ‘Islamic State Now Resembles the Taliban with Oil Fields’, Bloomberg, 25 August 2014, http://www.bloomberg.com/news/2014-08-25/islamic-state-now-resembles-thetaliban-with-oil-fields.html.
  8. Anthony Loyd, ‘Deadly Revenge of Saddam’s Henchmen’, Times, 14 June 2014, http://www.thetimes.co.uk/tto/news/world/middleeast/iraq/article4118901.ece.
  9. As claimed in an apparent leak from ISIS via the Twitter account @Wikibaghdady, collated here: http://justpaste.it/e90q.
  10. One notable exception to this is Tarkhan Batirashvili (Omar alShishani), a former sergeant in the Georgian military who now commands ISIS military operations in Syria.
  11. See the biography of Abu Bakr alBaghdadi by Turki al-Binali, a senior ISIS sharia official, published online on 15 July 2013 at http://justpaste.it/33nl.
  12. Matthew Levitt, ‘Declaring an Islamic State, Running a Criminal Enterprise’, The Hill, 7 July 2014, http://thehill.com/blogs/punditsblog/211298-declaring-an-islamicstate-running-a-criminal-enterprise
  13. Amanda Macias and Jeremy Bender, ‘Here’s How The World’s Richest Terrorist Group Makes Millions Every Day’, Business Insider, 27 August 2014, http://www.businessinsider.com/isisworlds-richest-terrorist-group-2014-8.
  14. Indira A.R. Lakshmanan and Anthony DiPaola, ‘Islamic State: Oil Magnates of Terror’, Businessweek, 4 September 2014, http://www.businessweek.com/articles/2014-09-04/oil-smugglingvital-to-islamic-states-expansion.
  15. Kareem Raheem and Ziad al-Sinjary, ‘Al Qaeda Militants Flee Iraq Jail in Violent Mass Break-out’, Reuters, 22 July 2013, http://www.reuters.com/article/2013/07/22/us-iraq-violenceidUSBRE96L0RM20130722.
  16. This observation is based on the author’s own research and monitoring of ISIS operations in Aleppo, Raqqa, Hasakah and Deir ez-Zor since June 2014
  17. Dan Friedman, ‘Twitter Stepping up Suspensions of ISIS-affiliated Accounts: Experts’, New York Daily News, 17 August 2014, http://www.nydailynews.com/news/world/twitterstepping-suspensions-isis-affiliatedaccounts-experts-article-1.1906193.
  18. Ahmad Abousamra is wanted by the US Federal Bureau of Investigation (FBI) for his alleged involvement in jihadist activities, as detailed on the FBI website: http://www.fbi.gov/wanted/wanted_terrorists/ahmad-abousamra/view.
  19. Michele McPhee and Brian Ross, ‘Official: American May Be Key in ISIS Social Media Blitz’, ABC News, 3 September 2014, http://abcnews.go.com/blogs/headlines/2014/09/official-american-may-be-key-in-isissocial-media-blitz.
  20. On Saudi Arabia see, for example, ‘Pro-ISIL Graffiti Found in Saudi Schools’, Gulf News, 2 September 2014, http://gulfnews.com/news/gulf/saudi-arabia/pro-isil-graffiti-foundin-saudi-schools-1.1379728; and Ian Black, ‘Saudi Arabia Intensifies Crackdown on Extremist Groups’, Guardian, 2 September 2014, http://www.theguardian.com/world/2014/sep/02/saudi-arabia-isis-jihadisiraq-syria-extremists-crackdown. On Jordan see, for example, William Booth and Taylor Luck, ‘Jordan Fears Homegrown ISIS More Than Invasion From Iraq’, Washington Post, 27 June 2014, http://www.washingtonpost.com/world/middle_east/jordan-fears-homegrownisis-more-than-invasion-from-iraq/2014/06/27/1534a4ee-f48a-492a-99b3-b6cd3ffe9e41_story.html; and John Reed, ‘ISIS Support Grows in Restive Jordanian Town’, Financial Times, 29 June 2014, http://www.ft.com/intl/cms/s/0/7077c86c-fe18-11e3-b4f1-00144feab7de.html.
  21. Yara Bayoumy, ‘Isis Urges More Attacks on Western “Disbelievers”’, Independent, 22 September 2014, http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/isis-urges-more-attacks-on-westerndisbelievers-9749512.html; Umberto Bacchi, ‘France: “ISIS Jihadist” Mehdi Nemmouche to be Extradited Over Brussels Jewish Museum Attack’, International Business Times, 26 June 2014, http://www.ibtimes.co.uk/france-isis-jihadist-mehdi-nemmouche-be-extradited-over-brusselsjewish-museum-attack-1454356; Paul Cruickshank, ‘Raid on ISIS Suspect in the French Riviera’, CNN, 28 August 2014, http://edition.cnn.com/2014/08/28/world/europe/francesuspected-isis-link/; ‘Abdul Numan Haider Was “Stabbing Police Officer” When He Was Shot Dead’, Guardian, 3 October 2014, http://www.theguardian.com/australia-news/2014/oct/03/abdul-numan-haider-stabbing-policeman-when-he-was-shot-dead-courthears; Shane Green, ‘The Young Faces of Terror’, Sydney Morning Herald, 27 September 2014, http://www.smh.com.au/national/the-youngfaces-of-terror-20140926-10mf9v.html; ‘“Hundreds” of UK Terror Arrests This Year’, Sky News, 17 October 2014, http://news.sky.com/story/1354762/hundreds-of-uk-terrorarrests-this-year.
  22. ‘Syrians March in Support of Jabhat al-Nusra Militants’, France 24, 16 December 2012, http://www.france24.com/en/20121216-syria-march-supportjabhat-nusra-militants-us-terrorist/.
  23. Charles Lister, ‘The “Real” Jabhat al-Nusra Appears to be Emerging’, Huffington Post, 7 August 2014, http://www.huffingtonpost.com/charles-lister/the-real-jabhat-alnusra_b_5658039.html.
  24. Jason Burke, ‘Al-Qaida Leader Announces Formation of Indian Branch’, Guardian, 4 September 2014, http://www.theguardian.com/world/2014/sep/04/al-qaida-leaderannounces-formation-indian-branch.
  25. This passage is based on the author’s own research.
  26. ‘Zawahiri Falls Off the Map, Is Rebuked by Top Al Nusra Figure’, Intelwire, 18 August 2014, http://news.intelwire.com/2014/08/zawahiri-fallsoff-map-gets-rebuked-by.html.
  27. Thomas Joscelyn, ‘US Airstrikes Target Al Nusrah Front, Islamic State in Syria’, Long War Journal, 23 September 2014, http://www.longwarjournal.org/archives/2014/09/jihadists_claim_al_n. php; Barbara Starr and Pamela Brown, ‘U.S. Airstrikes Probably Didn’t Take Out Terror Targets in Syria, Officials Say’, CNN, 30 October 2014, http://edition.cnn.com/2014/10/29/world/al-qaeda-khorasan-group-syria/.
  28. Peter Bergen, ‘Syria: The American Al-Qaeda Suicide Bomber’, CNN, 31 July 2014, http://edition.cnn.com/2014/07/31/opinion/bergen-american-al-qaeda-suicide-bomber-syria/; Eric Schmitt, ‘Qaeda Militants Seek Syria Base, US Officials Say’, New York Times, 25 March 2014, http://www.nytimes.com/2014/03/26/world/middleeast/qaeda-militants-seeksyria-base-us-officials-say.html?_r=0.
  29. Phil Sands and Suha Maayeh, ‘Syria: Al Qaeda Kidnapping Could Open a New Battleground’, The National, 6 May 2014, http://www.thenational.ae/world/syria/al-qaeda-kidnapping-of-syrian-commander-could-open-new-front.
  30. Thomas Joscelyn, ‘Al Nusrah Front Spokesman Explains Differences with Islamic State in Video Appearance’, Long War Journal, 13 August 2014, http://www.longwarjournal.org/archives/2014/08/al_nusrah_front_spok.php.
  31. Rukmini Callimachi, ‘In Timbuktu, Al-Qaida Left Behind a Manifesto’,Associated Press, 14 February 2013, http://bigstory.ap.org/article/timbuktual-qaida-left-behind-strategic-plans.
  32. Hassan Hassan, ‘Jihadis Grow More Dangerous As They Conquer Hearts in Syria’, The National, 6 March 2013, http://www.thenational.ae/thenationalconversation/comment/jihadis-grow-more-dangerous-as-theyconquer-hearts-in-syria#full.
  33. Mitchell Prothero, ‘Syria’s Nusra Front Claims New Suicide Bombing in Hezbollah’s Beirut Enclave’, McClatchy DC, 21 January 2014, http://www.mcclatchydc.com/2014/01/21/215250/syrias-nusrafront-claims-new.html.
  34. ‘Jordan “al-Qaeda Plot Uncovered”’, News, 21 October 2012, http://www.bbc.com/news/world-middle-east-20023830.
  35. Josh Halliday and Vikram Dodd, ‘Airport Security Stepped Up in Britain Over Bomb Plot Fears’, Guardian, 3 July 2014, http://www.theguardian.com/uk-news/2014/jul/02/airport-securityDownloaded by [dina yulianti] at 04:09 30 January 2015 stepped-up-al-qaida-bomb-plot.
  36. Leaders with long experience include Junud al-Sham’s leader Murad Margoshvili (or Muslim al-Shishani) and military chief Abu Bakr alShishani, both of whom commanded jihadist fighters in Chechnya and Dagestan alongside Ibn al-Khattab and Ruslan Gelayev in the late 1990s. Examples of former Guantanamo Bay inmates include Harakat Sham al-Islam’s now-deceased founding leader, Ibrahim Bin Shakaran (Abu Ahmad al-Maghribi), a former senior in the Moroccan Groupe Islamique Combattant Marocain (GICM) who attended training in al-Qaeda’s al-Farouq camp in 2001, before being detained in Pakistan after fleeing Afghanistan in late 2001.
  37. This figure is based on the author’s own research and calculations.