Rangkuman Berita Utama Timteng Senin 6 Mei 2019

rahbar dan soleimaniJakarta, ICMES: Komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam Iran Mayjen Qassem Soleimani, mengungkapkan adanya surat rekomendasi dinas rahasia AS kepada Presiden AS Donald Trump tentang perang dengan Iran.

Sembilan orang Palestina terbunuh pada hari ketiga serangan Israel ke Jalur Gaza sehingga total jumlah syuhada Palestina sejak hari Jumat hingga Minggu (3-5/5/2019) menjadi 16 orang.

Surat kabar Wall Street Journal melaporkan bahwa kemampuan militer kelompok pejuang Ansarullah (Houthi) di Yaman mengalami perkembangan signifikan dan semakin berbahaya bagi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Sejumlah besar warga Libya menggelar unjuk rasa di depan gedung Kedutaan Besar Arab Saudi di ibukota Tripoli, Libya, untuk menandai protes dan kutukan mereka terhadap campur tangan politik, keagamaan dan militer Saudi di Libya.

Berita selengkapnya:

Jenderal Soleimani: CIA Minta Trump Tak Berkonfrontasi Dengan Iran

Komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), Mayjen Qassem Soleimani, mengungkapkan adanya surat rekomendasi dinas rahasia AS (CIA) kepada Presiden AS Donald Trump tentang perang dengan Iran.

Di tengah merebaknya isu kemungkinan konfrontasi militer antara AS dan Iran, Soleimani menilai kecil kemungkinan AS akan menyulut perang terhadap Iran, .

Dalam sebuah video yang diposting di halaman Twitter-nya, Sabtu (4/5/2019), Soleimani menyatakan, “Lihatlah apa yang CIA sarankan untuk dilakukan oleh Donald Trump ?! Mereka mengatakan: ‘Kita seharusnya tidak terlibat dalam perang  melawan Iran, meskipun hanya pada satu titik!’”

Soleimani menambahkan, “Musuh berkata, segala bentuk aksi militer akan membawa semua kepentingan mereka kepada resiko!”

Jenderal tersohor Iran ini kemudian menyebutkan, “Apa yang saya katakan adalah informasi mentah dan bukan analisis!”

Komandan Umum Angkatan Bersenjata Iran Brigjen Abdolrahim Mousavi Rabu lalu (1/5/2019) menyerukan kepada segenap korpsnya untuk bersiaga perang dan bersiap seolah sedang menghadapi serangan di malam hari.

“Seluruh pasukan dan korps kita harus berkesiapan pada level tertinggi seakan sedang mengalami serangan di malam hari, dan harus selalu berlatih permainan perang,” ujarnya.

Dia melanjutkan, “Ancaman musuh sekarang serius, dan tentu ancaman ini pada awalnya tidak akan berkenaan dengan darat. Meski demikian, Angkatan Darat harus menjaga kesiapannya, mengingat hal ini merupakan poros semua operasi.”

AS dua minggu lalu memasukkan pasukan elit Iran IRGC dalam daftar organisasi teroris asing. Hal ini merupakan  kalinya AS secara resmi menyebut pasukan militer negara lain sebagai kelompok teroris.

Di pihak lain, Iran membalas tindakan AS itu dengan menyebut Komando Pusat AS (CENTCOM)  dan afiliasinya di Asia Barat sebagai organisasi teroris dan penyokong para ekstremis. (raialyoum)

Inna Lillahi, Jumlah Syuhada Di Gaza Sejak Jumat Lalu Jadi 16 Orang

Sembilan orang Palestina terbunuh pada hari ketiga serangan Israel ke Jalur Gaza sehingga total jumlah syuhada Palestina sejak hari Jumat hingga Minggu (3-5/5/2019) menjadi 16 orang.

Sebagaimana dikutip kantor berita resmi Palestina Wafa, Departemen Kesehatan Gaza menyatakan bahwa tiga warga Palestina gugur terkena serangan udara Israel yang menyasar kerumunan orang di lingkungan Kota Shujaeya di Gaza, Minggu.

Juru bicara kementerian itu, Ashraf al-Qudra, menyebutkan bahwa tiga syuhada itu Bilal al-Bana, Abdullah Abu al-Ata, dan seorang komandan pejuang Hamas bernama Hamed Ahmed Abdel Khazri.

Beberapa jam kemudian, dua warga Palestina lain gugur dalam serangan udara Israel yang menyasar kamp Bureij di Gaza tengah.

Selanjutnya, empat lagi warga Palestina gugur akibat serangan jet-jet tempur Israel terhadap rumah-rumah warga Palestina di Rafah dan Beit Lahia.

Kementerian itu juga mengatakan bahwa setidaknya 90 orang terluka akibat agresi Israel.

Ketegangan meningkat di Gaza sejak Jumat lalu setelah empat warga Palestina terbunuh, dua di antaranya akibat serangan udara Israel dan dua lainnya akibat tembakan pasukan Israel terhadap warga Palestina yang berunjuk rasa mingguan di dekat pagar pemisah Jalur Gaza-Israel (Palestina pendudukan 1948).

Di antara 16 warga Palestina yang gugur itu adalah seorang ibu hamil dan bayi perempuan berusia 14 bulan. (presstv)

Nirawak Ansarullah Dinilai Kian Mengancam Saudi dan UEA

Surat kabar Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa kemampuan militer kelompok pejuang Ansarullah (Houthi) di Yaman mengalami perkembangan signifikan dan semakin berbahaya bagi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

Menurut media yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu, Ansarullah bergerak dari penggunaan pesawat skala kecil untuk mengembangkan pesawat versi lebih besar yang diklasifikasikan oleh PBB sebagai “pusawat udara tak berawak” atau X-UAV, yang mampu menempuh jarak lebih dari 1400 kilometer, sehingga menjangkau Riyadh, ibu kota Arab Saudi, dan Abu Dhabi, ibu kota UEA.

WSJ menjelaskan bahwa akurasi dan jarak tempuh serangan nirawak Ansarullah terhadap lawan mereka melebihi apa yang diakui secara resmi oleh AS dan aliansi Arab pimpinan Saudi.

Mengutip pernyataan seorang pejabat AS, WSJ menambahkan, “Arab Saudi dan UEA telah berinvestasi secara signifikan dalam produksi teknologi anti-pesawat, tetapi relatif mudahnya produksi senjata ini membuatnya sulit untuk dilawan.”

Laporan WSJ tersebut sesuai dengan pernyataan pemimpin Ansarullah Abdul-Malik Badruddin al-Houthi sebelumnya bahwa kemampuan militer Yaman terus berkembang di semua bidang darat, laut dan udara.

Al-Houthi mengatakan bahwa aliansi Saudi mengerahkan segenap upayanya karena sudah mengalami  frustrasi akibat ketidakmampuannya menduduki Yaman, dan mereka juga melihat kesolidan sikap orang-orang Yaman.

“Musuh menjalankan permainannya pada tingkat ekonomi secara maksimal, tetapi betapa mereka gagal meruntuhkan kehendak bangsa Yaman.”

Pemimpin Ansarullah  memperingatkan aliansi pimpinan Saudi bahwa jika di kota Hodeidah terjadi eskalasi maka balasannya akan menjangkau kedalaman wilayah Saudi dan UEA.

Dia juga menegaskan bahwa perlindungan politik AS dan dukungan Rezim Zionis Israel kepada aliansi Saudi tidak memberi mereka legitimasi, dan tidak seorang pun di dunia berhak menjarah Yaman dan menghalalkan darah bangsa Yaman. (alalam)

Demonstran Anti-Saudi Di Libya Sebut Bin Salman “Penggergaji”

Sejumlah besar warga Libya menggelar unjuk rasa di depan gedung Kedutaan Besar Arab Saudi di ibukota Tripoli, Libya, pada Sabtu malam (3/5/2019) untuk menandai protes dan kutukan mereka terhadap campur tangan politik, keagamaan dan militer Saudi di Libya.

Para pemrotes meneriakkan slogan-slogan anti Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman serta menyebutnya sebagai “Abu Minsyar” (Penggergaji), yaitu istilah yang terkait dengan kasus pembunuhan dan mutilasi jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di gedung konsulat Saudi di kota Istanbul, Turki. Berbagai laporan menyebutkan bahwa dalam kasus itu Khashoggi telah dimutilasi dengan menggunakan gergaji.

Massa meneriakkan slogan-slogan antara lain “Tiada Tuhan selain Allah, penggergaji adalah musuh Allah!” dan “Kerajaan, Kerajaan, kami tidak menghendaki Madkhali”.

Massa mengutuk donasi Saudi kepada milisi ekstremis Madkhali yang beraliran Salafi/Wahhabi dan mengikuti faham da’i Saudi Rabi’ bin Hadi al-Madkhali. Milisi ini diketahui telah menghancurkan warisan budaya, keagamaan, dan kemanusiaan di Libya serta menebar radikalisme dan sentimen sektarian hingga terjadi perpecahan di tengah masyarakat Libya.

Dilaporkan bahwa Jenderal Khalifa Haftar sebelum melancarkan serangan ke Tripoli pada 4 April telah berkunjung ke Saudi dan menemui Raja Salman dan Mohammed bin Salman.  Bocoran berita menyebutkan bahwa serangan ke Tripoli itu mendapat lampu hijau dari Saudi yang juga menjanjikan perlindungan politik internasional serta mendanai serangan itu secara materi dan militer.

Serangan pasukan Khaftar ke ibu kota Libya itu telah menyebabkan kontak senjata sengit yang sejauh ini telah menewaskan ratusan orang dan menyebabkan puluhan ribu warga terpaksa mengungsi demi menghindari pertempuran.

Rakyat Libya menyebut tiga negara Arab (Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Mesir) dan sebuah negara Eropa (Prancis) bertanggungjawab atas serangan itu. (alalam)