Jakarta, ICMES. Kelompok pejuang Hizbullah mengumumkan pemimpinnya, Sayid Hassan Nasrallah, akan tampil dan berpidato pada hari Jumat sore, 3 November mendatang “dalam rangka menghormati Syuhada di Jalan Al-Quds”.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta maaf atas postingannya yang menyalahkan dinas keamanan negaranya yang dia nilai gagal mengantisipasi serangan Hamas pada 7 Oktober. Dia mengaku “salah” membuat komentar demikian ketika persatuan dipandang sebagai hal yang terpenting sehingga tidak perlu saling menyalahkan.
Ketua delegasi Liga Arab untuk PBB, Duta Besar Majed Abdel Fattah menyebut Israel merasa terhina setelah diterjang Badai Al-Aqsa sehingga kemudian “membalas dendam terhadap warga sipil Palestina di Gaza.”
Berita Selengkapnya:
Sayid Nasrallah akan Berbicara, Media Israel: Hizbullah Baru Tunjukkan 1% Kekuatannya
Kelompok pejuang Hizbullah pada hari Ahad (29/10) mengumumkan pemimpinnya, Sayid Hassan Nasrallah, akan tampil dan berpidato pada hari Jumat sore, 3 November mendatang “dalam rangka menghormati Syuhada di Jalan Al-Quds”.
Pidato secara langsung itu akan menjadi yang pertama kalinya dari Sayid Nasrallah sejak para pejuang Palestina melancarkan Operasi Badai Al-Aqsa, sementara media Israel sibuk menganalisis alasan “diamnya” tokoh berserban hitam tersebut dalam beberapa minggu terakhir.
Pengumuman itu disampaikan oleh Hizbullah ketika media Israel mengomentari eskalasi pertempuran di perbatasan Lebanon-Israel (Palestina pendudukan), bertepatan dengan berlanjutnya agresi Israel di Jalur Gaza.
Beberapa hari lalu, Sayid Nasrallah menerima kunjungan Sekjen Gerakan Jihad Islam di Palestina, Ziyad Al-Nakhalah, dan Wakil Kepala Biro Politik Gerakan Hamas, Saleh Al -Arouri.
Dalam pertemuan tiga tokoh itu mereka mengulas konfrontasi yang sedang berlangsung di perbatasan Lebano-Palestina serta perkembangan situasi di Jalur Gaza dan Timur Tengah sejak dimulainya Operasi Badai Al-Aqsa.
Media Israel menyebutkan bahwa Hizbullah memperdalam sasarannya di luar perbatasan dan jauh ke wilayah utara Palestina pendudukan.
Channel 14 Israel melaporkan bahwa Sekjen Hizbullah Syid Hassan Nasrallah perlahan-lahan meningkatkan cakupan peluncuran operasi militernya di wilayah Palestina utara, dan menekankan bahwa apa yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir diperkirakan tidak lebih dari 1% kemampuan Hizbullah.
Koresponden urusan militer untuk Channel 12 Israel, Nir Dvori, mengatakan, “Israel serius memperhatikan perilaku Nasrallah, dan Israel mencermati dengan sangat teliti apa yang dia lakukan dan katakan.”
Pada tanggal 25 Oktober, Sayid Nasrallah mengirimkan surat tulisan tangan yang menyebut para martir yang bangkit dan gugur sejak tanggal 7 Oktober di perbatasan Lebanon-Palestina sebagai “syuhada di jalan menuju Al-Quds”, dan menekankan bahwa sebutan ini sejalan dengan realitas pertempuran yang sedang terjadi dalam alur Operasi Badai Al-Aqsa.
Dalam peristiwa terbaru di lapangan, Hizbullah pada hari Ahad menggempur beberapa situs dan personil militer Israel di kawasan perbatasan Lebanon-Palestina. Hizbullah memastikan adanya beberapa korban tewas dan atau luka pada pihak militer Israel akibat serangan tersebut.
Selain itu, untuk pertama kalinya dalam peperangan ini Hizbullah juga telah merontokkan satu unit drone Israel.
Ketua Dewan Eksekutif Hizbullah Lebanon, Sayid Hashem Safi al-Din, menyatakan pihaknya akan tetap berada di medan laga selagi kewajiban menuntut mereka untuk demikian.
Dia juga menegaskan, “Sejarah akan mencatat bahwa akhir dari kekuasaan, kemampuan, dan superioritas Israel ada di tangan Netanyahu, terutama sejak dia berupaya memecah-belah masyarakat Israel, dan memecah belahnya secara politik, sosial, dan sebagainya, sehingga masyarakat Israel terpecah olehnya, dan sekarang dia memecah tentara Israel, dan jika tentara ini berakhir maka riwayat Israel pun tamat.” (almayadeen/raialyoum)
Netanyahu Minta Maaf Setelah Salahkan Badan-Badan Keamanan Israel terkait Serangan Hamas
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta maaf atas postingannya yang menyalahkan dinas keamanan negaranya yang dia nilai gagal mengantisipasi serangan Hamas pada 7 Oktober. Dia mengaku “salah” membuat komentar demikian ketika persatuan dipandang sebagai hal yang terpenting sehingga tidak perlu saling menyalahkan.
Dalam sebuah unggahan di media sosial pada Sabtu (28/10) malam, Netanyahu menyindir badan-badan keamanan dan intelijennya sendiri, dengan mengatakan bahwa mereka gagal memperingatkannya akan serangan Hamas dan malah meyakinkannya bahwa kelompok pejuang Palestina itu “terhalangi”.
“Dalam waktu dan tahap apa pun tidak ada peringatan yang diberikan kepada Perdana Menteri Netanyahu mengenai niat perang Hamas,” tulis Netanyahu dalam postingan yang sekarang sudah dihapus di platform X, yang semula bernama Twitter.
“Sebaliknya, semua pejabat keamanan, termasuk kepala intelijen militer dan kepala Shin Bet, memperkirakan bahwa Hamas merasa enggan dan tertarik pada pengaturan tersebut,” sambungnya.
Pernyataan tersebut segera mendapat kecaman keras dari sesama pemimpin Israel, termasuk sekutu Netanyahu, yang mengatakan bahwa sekarang merupakan waktu untuk bersatu dan bukan saling tuding.
“Saat kita berperang, pemimpin harus menunjukkan tanggung jawab, memutuskan untuk melakukan hal yang benar dan memperkuat kekuatan,” kata Benny Gantz, mantan menteri pertahanan yang bergabung dengan kabinet perang Netanyahu setelah serangan tersebut.
“Tindakan atau pernyataan lain apa pun merugikan kemampuan masyarakat untuk berdiri dan kekuatan mereka. Perdana Menteri harus mencabut pernyataannya,” imbuhnya.
Yair Lapid, seorang pemimpin oposisi dan mantan perdana menteri, menuduh Netanyahu melangkahi “garis merah” dan melemahkan tentara.
Netanyahu segera menghapus postingan kontroversialnya, dan kemudian meminta maaf karena meremehkan layanan keamanannya. Dia menjamin bahwa mereka mendapat “dukungan penuh”.
“Hal-hal yang saya katakan… seharusnya tidak dikatakan dan saya minta maaf atas hal itu. Saya memberikan dukungan penuh kepada semua kepala cabang keamanan… Bersama-sama kita akan menang,” tulis Netanyahu di X.
Meskipun para pemimpin militer dan intelijen Israel telah mengakui kekurangan mereka menjelang serangan tersebut, Netanyahu justru menghindari tanggung jawab, sehingga menciptakan keretakan yang semakin besar antara dia dan departemen-departemennya.
Netanyahu mengatakan akan ada waktu untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit, termasuk tentang dirinya sendiri, setelah perang.
Tanggapan Netanyahu menambah kekhawatiran dan anggapan publik bahwa dia memprioritaskan kepentingan politiknya atas keamanan nasional, seiring dengan upanya melawan persidangan kasus korupsi yang dapat mengancam kekuasaannya.
“Dia (Netanyahu) tidak tertarik pada keamanan, dia tidak tertarik pada sandera, hanya politik,” kata anggota parlemen oposisi Avigdor Lieberman, yang pernah menjadi menteri pertahanan Netanyahu, dalam sebuah wawancara radio. (aljazeera)
Liga Arab: Israel Merasa Terhina Setelah Dihantam “Badai Al-Aqsa”
Ketua delegasi Liga Arab untuk PBB, Duta Besar Majed Abdel Fattah menyebut Israel merasa terhina setelah diterjang Badai Al-Aqsa sehingga kemudian “membalas dendam terhadap warga sipil Palestina di Gaza.”
Terkait situasi kemanusiaan di Gaza, Abdel Fattah menegaskan adanya permintaan Uni Emirat Arab untuk perlunya diadakan sidang darurat Dewan Keamanan mengenai situasi kemanusiaan di Gaza.
Dalam wawancara telepon dengan saluran berita Cairo, , Ahad (29/10), dia juga menyebutkan adanya niat untuk menciptakan konstruksi Arab untuk menangani masalah Palestina secara lebih luas dalam kebijakan luar negeri.
“Kita seharusnya membahas keputusan di sesi Dewan Keamanan besok mengenai dampak situasi di Jalur Gaza, sesuai dengan apa yang telah kita capai,” tuturnya.
Dia juga menyatakan bahwa keputusan Majelis Umum mengenai gencatan senjata di Gaza mencerminkan pendapat umum yang mendukung upaya peredaan situasi.
Pemboman terus dilancarkan oleh tentara Zionis di Jalur Gaza sejak 7 Oktober dan telah mengakibatkan kematian lebih dari 8000 orang di Jalur Gaza, dan setengah di antara para korban itu adalah anak-anak di bawah umur, menurut jumlah korban terbaru yang diumumkan Kementerian Kesehatan di Gaza pada hari Sabtu. (alalam)