Rangkuman Berita Utama Timteng  Senin 29 Juli 2024

Jakarta, ICMES. Surat kabar Israel Maariv  menerbitkan sebuah artikel yang menjelaskan apa yang diterbitkan oleh surat kabar Kuwait  Al-Jarida  dalam beberapa hari terakhir, yang menyatakan bahwa Iran telah mengirimkan senjata elektromagnetik ke Hizbullah Lebanon.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menekankan keharusan negaranya meningkatkan kekuatannya “untuk mencegah Israel melakukan praktiknya terhadap Palestina”, dan menyatakan tidak tertutup kemungkinan Turki akan melakukan intervensi militer terhadap Israel sebagaimana dilakukan Turki di Karabakh dan Libya.

Tentara Israel menyerahkan skenario kepada pemerintah untuk melancarkan kemungkinan serangan terhadap Hizbullah Lebanon, menurut laporan media resmi Israel.

Berita selengkapnya:

Heboh Senjata Misterius Elektromagnetik Hizbullah, Begini Pakar Israel Berspekulasi

Surat kabar Israel Maariv  menerbitkan sebuah artikel yang menjelaskan apa yang diterbitkan oleh surat kabar Kuwait  Al-Jarida  dalam beberapa hari terakhir, yang menyatakan bahwa Iran telah mengirimkan senjata elektromagnetik ke Hizbullah Lebanon.

Maariv melakukan wawancara dengan Rotem Mei-Tal, CEO Asgard Systems, yang prihatin dengan pengembangan teknologi militer untuk industri pertahanan di Israel.

Mei-Tal mengatakan, “Menjelaskan senjata elektromagnetik berarti membicarakan sesuatu yang tak pernah dilihat oleh siapapun, namun semua orang memahami bahwa senjata itu memang ada dan di atas papan catur geo-politik dan militer di Timur Tengah.”

Dalam uraiannya tentang senjata elektromagnetik diamenyebutkan; “Bayangkan petir menyambar gedung tempat Anda tinggal dan sistem air dan listrik, peralatan rumah tangga, sistem televisi, dan sistem medis berhenti berfungsi, sama persis dengan apa yang terjadi ketika aliran listrik terputus. … Sistem ini dalam hal ini dapat terbakar dari dalam seperti korsleting.”

Dia menambahkan, “Saya berasumsi bahwa ancaman tersebut lebih terfokus pada pangkalan dan instalasi strategis, sistem desalinasi air, dan sistem jaringan listrik Israel, tetapi tidak dapat dikatakan dengan akurat bahwa senjata semacam itu belum pernah digunakan dalam sejarah, tidak ada sumber dan referensi yang dapat kita pelajari.”

Dia  juga menjelaskan, “Fisika adalah fisika, tetapi mereka berbeda dalam cara mereka memilih untuk menggunakan kemampuan tersebut, tapi saya pikir modelnya pasti akan berbentuk drone yang terbang rendah, seperti yang terjadi pada serangan Houthi (Ansarullah Yaman) yang terjadi terakhir kali pada akhir pekan di dekat kedutaan Amerika di Tel Aviv…. Alih-alih menggunakan hulu ledak kinetik dengan bubuk mesiu, bagian depan drone dapat dipersenjatai dengan mekanisme pulsa elektromagnetik (ledakan pendek radiasi elektromagnetik – red) pre-emptive, yang dipicu oleh penerbangan drone dan memancarkan emisi pulsa elektromagnetik pada saat terjadi kontak dengan target.”

Mei-Tal menambahkan: “Tetapi sekali lagi, hal ini tidak mungkin diketahui dan sebagian besar hanya spekulasi. Hal ini karena belum ada dokumentasi mengenai penggunaan senjata atau teknologi tersebut.”

CEO Asgard Systems menyatakan, “Dari sudut pandang pribadi, ini bukan hanya sebuah langkah dalam peta potensi ancaman, namun perlu dan benar untuk menghadapi ancaman tersebut sebagai langkah dekat dan mengatasi ancaman tersebut dengan pendekatan senjata non-konvensional.”

Dia menjelaskan, ancaman senjata non-konvensional mungkin terjadi karena prosesor elektronik pada tahun 2024 mengelola dan mengoperasikan semua sistem vital di Israel, termasuk infrastruktur, sistem medis, serta aplikasi keamanan dan militer.

Dia menyimpulkan pernyataannya dengan mengatakan: “Jika kita memikirkan analogi tahun 1960-an yang menggambarkan bahwa jika terjadi ledakan nuklir, hanya kecoak yang akan bertahan… Contoh yang sama berlaku untuk serangan elektromagnetik, tetapi kecoa pun (istilah yang mengacu pada serangan elektronik komponen di sirkuit listrik) kali ini  juga tidak akan bertahan.” Dia menekankan bahwa hal ini akan berdampak pada semua orang. (raialyoum/alalam)

Soal Kejahatan Israel, Erdogan Bersumbar: Kami akan Turun Tengan Seperti di Libya

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menekankan keharusan negaranya meningkatkan kekuatannya “untuk mencegah Israel melakukan praktiknya terhadap Palestina”, dan menyatakan tidak tertutup kemungkinan Turki akan melakukan intervensi militer terhadap Israel sebagaimana dilakukan Turki di Karabakh dan Libya.

Dalam kata sambutannya dalam pertemuan cabang Partai Keadilan dan Pembangunan di negara bagian Rize, Turki, Ahad (28/7), Erdogan mengatakan, “Poin yang telah dicapai Turki dalam industri pertahanan tidak boleh mengelebaui siapa pun jika Turki sangat kuat , Israel tidak akan bisa melakukan apa yang telah dilakukannya terhadap Palestina.”

Erdogan kemudian mengatakan, “Sebagaimana kita memasuki Karabakh (Azerbaijan) dan memasuki Libya, kita mungkin melakukan hal yang sama terhadap mereka? Kami mengambil langkah-langkah ini.”

Mengenai undangan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk menyampaikan pidato di Parlemen Turki, Erdogan mengatakan: “Kami mengundangnya, tapi sayangnya Mahmoud Abbas tidak bisa memberikan tanggapan positif kepada kami.”

Erdogan menekankan bahwa Parlemen Turki “terbuka bagi semua orang yang berada di jalan yang benar.”

Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz menanggapi pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mengancam akan menyerang Israel tersebut.

Dalam sebuah posting blog di platform  X  pada Minggu malam, Katz menyatakan: “Erdogan mengikuti jejak Saddam Hussein dan mengancam untuk menyerang Israel… Biarkan dia mengingat apa yang terjadi di sana dan bagaimana hal itu berakhir.” (raialyoum)

Serahkan Skenario Perang, Tentara Israel Nyatakan Enggan Terlibat Perang Regional

Tentara Israel menyerahkan skenario kepada pemerintah untuk melancarkan kemungkinan serangan terhadap Hizbullah Lebanon, menurut laporan media resmi Israel pada hari Ahad (28/7).

Hal ini terjadi sehari setelah jatuh beberapa korban tewas dan luka dalam sebuah insiden serangan roket misterius di kota Majdal Shams yang berwarga Druze, di bagian utara Dataran Tinggi Golan Suriah, yang diduduki Israel sejak tahun 1967.

Radio militer Israel menyatakan bahwa tentara telah merumuskan skenario kemungkinan serangan terhadap Hizbullah, dan menempatkannya di meja tingkat politik (pemerintah) dalam diskusi untuk menilai situasi.

Disebutkan bahwa salah satu skenarionya adalah kemungkinan “aksi militer yang lebih keras” di Lebanon.

Radio tersebut mengutip pernyataan pejabat anonim Israel bahwa Tel Aviv tidak berniat melancarkan perang menyeluruh terhadap Lebanon.

“Kami ingin mencelakakan Hizbullah, namun tidak terlibat dalam perang regional yang luas,” ungkap pejabat itu.

Kabinet Israel sendiri telah memulai sesi darurat pada hari Minggu untuk mengevaluasi situasi keamanan, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, setelah insiden Majdal Shams.

Otoritas penyiaran resmi Israel melaporkan bahwa kabinet politik—keamanan mulai mengadakan sidang di markas besar Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, dipimpin oleh Netanyahu, dengan partisipasi Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Kepala Staf Angkatan Darat Herzi Halevy, dan perwira tinggi keamanan lainnya.  

Pada hari Sabtu, 12 orang warga Druze, sebagian besarnya anak-anak, terbunuh, dan sekitar 40 lainnya terluka  akibat roket yang jatuh di lapangan sepak bola di Majdal Shams, menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronoth.

Tentara Israel menuduh Hizbullah berada di balik serangan itu dan mengancam akan membalasnya, namun Hizbullah menepis keras tuduhan tersebut.

Selama beberapa dekade, Israel telah menduduki wilayah Lebanon di selatan.

Hizbullah menyatakan baru  akan berhenti melakukan pemboman terhadap Israel jika Israel mengakhiri invasi militernya di Jalur Gaza, yang dilakukan sejak 7 Oktober 2023. Invasi militer Zionis ini telah menjatuhkan korban jiwa dan luka orang Palestina sebanyak lebih dari 30.000 orang, yang sebagian besarnya adalah anak-anak dan wanita, dan menyebabkan lebih dari 10.000 orang hilang. (raialyoum)