Jakarta, ICMES. Surat kabar AS The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, dalam pembicaraan dengan perunding Mesir mengenai pertukaran tawanan menyatakan perang tidak akan segera berakhir.
Surat kabar Israel Haaretz mengungkapkan adanya kesenjangan besar antara catatan rumah sakit dan jumlah korban luka tentara Israel yang dilaporkan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dan menunjukkan bahwa jumlah korban luka jauh lebih tinggi.
Kekerasan meningkat di perbatasan Lebanon dengan Israel ketika Hizbullah meluncurkan beberapa rudal kuat dan drone berbahan peledak ke situs-situs Israel, sementara serangan udara Israel mengguncang beberapa distrik dan desa di Lebanon selatan.
Berita Selengkapnya:
Hentikan Komunikasi Soal Pertukaran Tawanan, Sinwar Nyatakan Perang Takkan Segera Berhenti
Surat kabar AS The Wall Street Journal (WSJ) pada hari Minggu (10/12) melaporkan bahwa pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, dalam pembicaraan dengan perunding Mesir mengenai pertukaran tawanan menyatakan perang tidak akan segera berakhir.
Informasi ini mengemuka dalam laporan panjang WSJ tentang Yahya Sinwar, yang mempelajari “jiwa orang Israel, dan mempertaruhkan nyawanya pada apa yang dia pelajari tentang Israel” dalam perang Gaza.
Dilaporkan bahwa Sinwar menghentikan komunikasi mengenai pertukaran tawanan dengan Israel beberapa kali untuk memberikan tekanan pada Tel Aviv agar menerapkan gencatan senjata yang digunakan Hamas untuk mengonsolidasikan kembali barisannya, menurut mediator Mesir.
Ketika para tawanan Israel dibebaskan, hal ini dilakukan secara bertahap selama beberapa hari dan tidak sekaligus sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Israel.
Sinwar memberi tahu mediator Mesir bahwa perang tidak akan segera berakhir. Dia mengatakan bahwa pertempuran mungkin berlanjut selama berminggu-minggu sehingga menngindikasikan bahwa dia ingin memberikan tekanan pada Israel sebesar mungkin. Dia dapat menjelaskan mengenai sisa tawanan Israel yang ditawan oleh gerakan tersebut, menurut Sky News Arab.
Setelah gencatan senjata kemanusiaan berakhir dan dimulainya kembali pertempuran, Hamas memperkuat posisinya dan menyatakan a tidak akan melepaskan lebih banyak tawanannya kecuali Israel menyudahi perang di Gaza.
Dinyatakan bahwa para tawanan itu adalah personel militer, sementara Israel menyatakan bahwa di antara mereka terdapat warga sipil. l Israel sepakat dengan Sinwar bahwa pertempuran tak akan berhenti dalam waktu dekat.
Perkiraan Israel yang dilaporkan oleh lembaga penyiaran publik Kan menyebutkan bahwa pertempuran di Jalur Gaza akan berlanjut selama dua bulan lagi. Namun tidak akan ada gencatan senjata setelah itu, melainkan “operasi penentuan posisi”, dan pasukan Israel akan tetap berada di Jalur Gaza.
Hal ini berseberangan dengan tenggat waktu yang diberikan oleh Presiden AS Joe Biden kepada Israel untuk mengakhiri perang pada Januari mendatang, menurut laporan media. Namun ,seorang pejabat Gedung Putih membantah penetapan tanggal tertentu untuk Israel.
Sementara itu, Abu Obeida, jubu bicara sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, mengumumkan pada hari Ahad bahwa lebih dari 180 kendaraan militer Israel telah dihancurkan dalam waktu 10 hari, sejak berakhirnya gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas di Gaza.
Dalam rekaman audio dia mengatakan: “Pejuang kami di semua wilayah serangan ke Jalur Gaza mampu menghancurkan secara total dan parsial lebih dari 180 kendaraan Israel dalam 10 hari, sejak berakhirnya gencatan senjata sementara antara Israel pada 1 Desember .”
Dia menambahkan, “Musuh (Israel) telah gagal di utara dan selatan Jalur Gaza, dan akan semakin gagal seiring berlanjutnya agresi mereka dan pergerakan mereka ke wilayah lain di Jalur Gaza.”
Dia juga menyebutkan bahwa para pejuang Al-Qassam “menghadapi pasukan musuh yang ditempatkan di garis depan sebelum berakhirnya gencatan senjata atau melakukan penetrasi ke front baru.” (raialyoum)
Media Israel Kebingungan, Jumlah Korban Luka Tentara Zionis Jauh Lebih Besar dari Angka Resmi IDF
Surat kabar Israel Haaretz mengungkapkan adanya kesenjangan besar antara catatan rumah sakit dan jumlah korban luka tentara Israel yang dilaporkan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dan menunjukkan bahwa jumlah korban luka jauh lebih tinggi.
Kementerian Kesehatan Israel menyatakan bahwa sejak awal perang, rumah sakit Israel telah merawat 10.584 tentara dan warga sipil, 131 di antaranya meninggal.
Pada hari Ahad (10/12) tentara Israel untuk pertama kalinya sejak pecahnya perang merilis jumlah tentara yang terluka, yaitu 1.593 tentara, termasuk 255 orang luka berat, 446 orang luka sedang, dan 892 orang luka ringan.
Surat kabar Haaretz melaporkan bahwa IDF semula menolak mempublikasikan data mengenai jumlah tentara yang terluka serta kondisi mereka. Setelah itu, melalui pengecekan rumah sakit tempat tentara IDF yang terluka dirawat dan masih menerima perawatan, terdapat kesenjangan besar yang tidak dapat dijelaskan antara data yang dilaporkan oleh IDF dan data yang terdapat di rumah sakit.
Sebagai contoh, di Rumah Sakit Barzilai saja dilaporkan bahwa sejak tanggal 7 Oktober sebanyak 1.949 tentara yang terluka akibat perang telah dirawat di sana. Kemudian, 178 orang dirawat di Rumah Sakit Assuta di Ashdod, 148 di Rumah Sakit Ichilov, 181 di Rumah Sakit Rambam, 209 di Hadassah, 287 di Belinson, dan 139 di Shaare Zedek. Selain itu, sekitar 1.000 tentara tambahan dirawat di Rumah Sakit Soroka, dan sekitar 500 lainnya di Rumah Sakit Sheba.
Haaretz menambahkan bahwa masih sulit menjelaskan kesenjangan besar antara data tentara dan data rumah sakit. Setidaknya beberapa rumah sakit juga menerima tentara yang diperlukan untuk perawatan medis yang tidak terkait dengan perang, melainkan karena kondisi medis lainnya. Meski demikian, di sebagian besar rumah sakit terkait, mereka memiliki registrasi dan bahkan menjalankan pusat kesehatan yang menangani secara langsung korban luka perang, sehingga data yang diterima mengacu pada tentara yang terluka dalam perang.
Selain itu, perbedaan antara data IDF dan data rumah sakit menjadi lebih parah jika dibandingkan dengan data Kementerian Kesehatan Israel, yang pada halaman terbaru di situs web kementerian itu menampilkan data total korban sipil dan tentara, menurut Maan.
Sejak 7 Oktober hingga hari ini, 10.584 tentara dan warga sipil yang terluka dalam perang telah dirawat di rumah sakit di Israel, 131 di antaranya meninggal saat dirawat di rumah sakit, 471 dalam kondisi serius atau kritis, 868 dalam kondisi sedang , 8.308 dalam kondisi ringan, 600 orang teridentifikasi sebagai korban kecemasan dan 206 orang lainnya tidak diketahui kondisinya.
Ketika asumsi dibuat bahwa sebagian besar korban perang adalah tentara, sulit untuk menerima angka korban luka yang diberikan oleh IDF yaitu 1.592 orang, hanya sekitar 15%. Tentara Israel menyatakan bahwa angka-angka yang dipublikasikan merujuk pada tentara yang dirawat di rumah sakit atau tergabung dalam Tentara Kedua (sebuah divisi di mana tentara tidak memenuhi syarat secara medis untuk melanjutkan dinas mereka).
Surat kabar itu juga menyebutkan bahwa mulai Senin (11/12) tentara Israel akan memperbarui jumlah korban luka setiap hari pada pukul 13.00 waktu setempat. (raialyoum)
Konfrontasi Meningkat Tajam antara Israel dan Hizbullah
Kekerasan meningkat di perbatasan Lebanon dengan Israel pada hari Ahad (10/12), ketika Hizbullah meluncurkan beberapa rudal kuat dan drone berbahan peledak ke situs-situs Israel, sementara serangan udara Israel mengguncang beberapa distrik dan desa di Lebanon selatan.
Israel dan Hizbullah terlibat konfrontasi sejak perang pecah di Gaza dua bulan lalu, dan ini menjadi pertempuran terburuk antara keduanya sejak perang tahun 2006, namun konfrontasi sebagian besar hanya terjadi di wilayah perbatasan.
Ali Hijazi, penjabat walikota Aythroun, mengatakan kepada Reuters, “Serangan udara terhadap rumah-rumah warga sipil di Aythroun di bagian Al-Dhai’ah menyebabkan kehancuran lima rumah atau lebih, dan menimbulkan kehancuran besar di tempat itu serta merusak banyak rumah di sekitarnya.”
Dia menambahkan, “Berkat inayah ilahi, tidak jatuh korban gugur, dan hanya ada korban luka tiga wanita dan dua pria.”
Petinggi Hizbullah Hassan Fadlallah kepada Reuters mengatakan bahwa serangan udara Israel mencerminkan“eskalasi baru” yang ditanggapi oleh Hizbullah “dengan serangan kualitatif baru, baik dalam bentuk senjata atau lokasi-lokasi yang disasar.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa Beirut akan berubah “menjadi Gaza” jika Hizbullah melancarkan perang total. (raialyoum)