Rangkuman Berita Utama Timteng Selasa 1 Agustus 2023

Jakarta, ICMES. Situs berita AS CNBC melaporkan adanya kekhawatiran AS tentang pasar baru bagi drone Iran, setelah Bolivia menunjukkan minat untuk mendapatkannya.

Para petinggi militer Israel memperkirakan kemungkinan akan pecahnya perang dengan Hizbullah Lebanon belakangan ini adalah yang tertinggi sejak 2006.

Parlemen Tunisia mengumumkan bahwa Komite Hak dan Kebebasan telah mulai mempelajari rancangan undang-undang  yang menyerukan “kriminalisasi” normalisasi hubungan dengan Israel.

Berita Selengkapnya:

Ekspor Drone Iran Capai Amerika Latin, AS Ketar-Ketir

Situs berita AS CNBC melaporkan adanya kekhawatiran AS tentang pasar baru bagi drone Iran, setelah Bolivia menunjukkan minat untuk mendapatkannya.

 â€œDrone Iran dapat mencapai pasar baru di Amerika Selatan, dengan adanya minat Bolivia untuk memperolehnya,” tulis CNBC, seperti dikutip Al-Mayadeen, Senin (31/7).

Disebutkan pula bahwa Iran mendapatkan  “permintaan baru” untuk drone-nya, dan ini menjadi satu perkembangan yang “menyebabkan kekhawatiran Washington” dan memperbarui fokus Teheran untuk memperdalam aliansinya di Amerika Selatan.

Pekan lalu, Menhan Bolivia Edmundo Novillo mengkonfirmasi minat negaranya untuk mendapatkan drone Iran, beberapa hari setelah dia mengunjungi Teheran dan menandatangani nota kesepahaman tentang pertahanan dan keamanan, menurut dua kantor berita Iran, IRNA dan Fars.

Novillo menjelaskan bahwa drone itu “akan digunakan untuk melindungi perbatasan negara dari penyelundupan narkoba, dan dapat membantu memantau daerah pegunungan dan meningkatkan pengawasan militer, sehingga teknologinya dapat memenuhi keinginan kami.”

Di pihak lin, Menhan Iran Mohammad Reza Ashtiani mengatakan, “Negara-negara Amerika Latin memiliki kepentingan khusus dalam kebijakan luar negeri dan pertahanan Iran, mengingat pentingnya wilayah Amerika Selatan yang sangat sensitif.”

Dalam pertemuan  dengan sejawatnya dari Bolivia, Menhan Iran, menambahkan, “Iran siap memenuhi permintaan Bolivia akan peralatan pertahanan dan teknologi canggih untuk membantunya menghadapi ancaman.”

Ashtiani juga mengatakan, “Peningkatan hubungan pertahanan bilateral akan mengarah pada peningkatan kekuatan pencegahan dari pemerintah Bolivia.”

Badan Intelijen Pertahanan AS menyatakan bahwa Iran memiliki persenjataan rudal dan drone terbesar di Timur Tengah  pada tahun 2022.

CNBC mengutip keterangan Farzin Nadimi, seorang ahli senjata di The Washington Institute, bahwa drone Iran membuat “dampak besar di medan perang mana pun di mana mereka muncul.”

Nadimi menyatakan kekuatiran AS terfokus pada Iran yang memperdalam aliansi asingnya dan menyebarkan dronenya yang mematikan . Dia memperingatkan bahwa hubungan Iran dengan negara-negara Amerika Latin akan mendapatkan momentum dan kemajuan.

Sebelumnya, situs web Responsible Statecraft juga menyebutkan bahwa ada kekhawatiran luas di antara sayap garis keras partai Republik dan Demokrat di AS bahwa Iran akan menikmati “lingkungan yang semakin ramah” di Amerika Latin.

Iran memperkuat orientasinya terhadap negara-negara Amerika Latin dalam kerangka kebijakannya yang bertujuan untuk “mendiversifikasi hubungan luar negeri”, bersamaan dengan upayanya untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara di kawasan.

Hal ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya pembicaraan tentang kekuatan militer Iran di mana surat kabar Inggris  The Guardian mengutip pernyataan pejabat AS bahwa Iran telah menjelma menjadi negara adidaya dunia di bidang drone. ( raialyoum/almayadeen)

Militer Zionis Sebut Hizbullah Provokatif,  Kemungkinan Pecah Perang Sangat Tinggi

Para petinggi militer Israel memperkirakan kemungkinan akan pecahnya perang dengan Hizbullah Lebanon belakangan ini adalah yang tertinggi sejak 2006.

Surat kabar Yedioth Ahronoth, Senin (31/7) mengutip pernyataan pejabat keamanan dan perwira militer Israel yang tidak disebutkan namanya bahwa “risiko pecahnya perang dengan Hizbullah melintasi perbatasan utara adalah yang tertinggi sejak berakhirnya Perang Lebanon II  pada tahun 2006.”

“Pejabat militer khawatir bahwa (Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayid Hassan) Nasrallah menyadari kelemahan Israel di tengah protes atas undang-undang peradilan, dan mungkin menguji kesabaran tentara meskipun ada risiko konflik habis-habisan,” ungkap salah seorang pejabat.

Dia menambahkan, “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu diberi pengarahan tentang kekhawatiran tersebut pada pertemuan yang diadakan untuk membahas meningkatnya ketegangan dengan organisasi yang didukung Iran.”

Badan Penyiaran Israel pada Ahad malam lalu melaporkan, “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengadakan sesi luar biasa malam ini (Minggu) untuk membahas ketegangan di perbatasan utara.”

Badan itu menambahkan, “Sidang tersebut dihadiri oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Kepala Staf Angkatan Darat Israel Herzi Halevy, Kepala Badan Keamanan Umum, Shin Bet, Ronen Bar, Kepala Mossad, David Barnea, Kepala Dewan Keamanan Nasional, Tzachi Hanegbi, dan para pejabat keamanan lainnya.”

Badan itu juga menyebutkan, “Ada laporan dari kantor Perdana Menteri bahwa dia telah membuat penilaian tentang situasi terkait peristiwa baru-baru ini di perbatasan dengan Lebanon. Dilaporkan bahwa dia menyetujui rekomendasi dan tindakan yang diusulkan oleh tentara dan aparat keamanan.”

Yedioth Ahronoth mengabarkan,“Pernyataan itu dapat dilihat sebagai mosi percaya perdana menteri terhadap pejabat keamanannya dan IDF, namun itu juga bisa menjadi caranya untuk menghindari tanggung jawab jika konflik tidak dapat dihindari.”

Yedioth Ahronoth juga menyebutkan, “Sejauh ini tentara Israel,  terutama komandan tertinggi sektor utara, telah menangani provokasi terus-menerus Hizbullah, termasuk tenda-tenda yang didirikan oleh operasi Hizbullah di wilayah Israel, yang belum dipindahkan, demikian pula pelanggaran  kedaulatan Israel yang telah melemahkan pencegahan Israel.”

Surat kabar itu menambahkan: “Meskipun ketegangan meningkat, pejabat intelijen militer masih percaya bahwa Nasrallah tidak tertarik untuk memulai perang. Hanya saja, untuk pertama kalinya dalam 17 tahun, dia siap menguji kesabaran Israel dan, jika perlu, terlibat dalam putaran perang yang bisa berlangsung berhari-hari dan mudah lepas kendali.” (mm/raialyoum)

RUU Baru di Tunisia Kriminalkan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Parlemen Tunisia, Senin (31/7), mengumumkan bahwa Komite Hak dan Kebebasan telah mulai mempelajari rancangan undang-undang (RUU)  yang menyerukan “kriminalisasi” normalisasi hubungan dengan Israel.

Menurut pernyataan yang diterbitkan oleh Parlemen di halaman Facebook resminya, Komite itu menyajikan “bacaan awal mengenai pentingnya RUU itu bagi rakyat Tunisia, dan dukungan tanpa syarat untuk tujuan Palestina yang adil.”

Pada Agustus 2022, Kementerian Perdagangan dan Pengembangan Ekspor Tunisia menekankan komitmennya terhadap ketentuan boikot Arab atas Israel sesuai dengan prinsip-prinsip Liga Arab, sebagai tanggapan atas laporan dan berita yang beredar tentang adanyapertukaran dagang Tunisia dengan Israel.

Tunisia resmi  memboikot Israel melalui Liga Arab setelah perang 1948, sementara negara-negara berselisih sikap ihwal pelaksanaan boikot ini.

Laju normalisasi hubungan dengan Israel oleh sejumlah negara Arab telah dipercepat dalam tiga tahun terakhir, sesuai Perjanjian Abraham yang dimediasi Gedung Putih.

Pada 15 September 2020, Israel, UEA, dan Bahrain menandatangani perjanjian itu menormalisasi hubungan.  Tak lama kemudian, Maroko dan Sudan menyusul. ( raialyoum)