Jakarta, ICMES. Sebuah bom meledak di jalan perbelanjaan yang sibuk di ibu kota Afghanistan, Kabul, Sabtu (6/8), mengakibatkan delapan orang tewas dan sedikitnya 22 orang terluka, kata pejabat rumah sakit dan saksi mata.

Pasukan keamananan Nigeria dilaporkan telah menyerang warga yang mengadakan prosesi Asyura secara damai di Zaria, negara bagian Kaduna, hingga mengakitkan sejumlah orang tewas dan banyak lainnya terluka .
Kedekatan Jihad Islam Palestina dengan Iran membuat salah satu faksi pejuang Palestina menjadi kelompok yang paling dimusuhi oleh Israel.
Berita Selengkapnya:
Pasukan Nigeria Serang Prosesi Asyura, Enam Orang Terbunuh
Pasukan keamananan Nigeria dilaporkan telah menyerang warga yang mengadakan prosesi Asyura secara damai di Zaria, negara bagian Kaduna, hingga mengakitkan sejumlah orang tewas dan banyak lainnya terluka .
Juru bicara Gerakan Islam di Nigeria (IMN), Sheikh Abdulhamid Bello, mengkonfirmasi bahwa setidaknya empat orang tewas akibat serangan pasukan keamanan terhadap prosesi yang diadakan di Pasar Sentral Zaria pada hari Senin (8/8).
“Banyak anggota kami diserang, dan setidaknya empat orang dipastikan tewas,” kata Sheikh Bello, yang merupakan perwakilan dari pemimpin IMN Ibrahim al-Zakzaky di Zaria.
Bello mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan itu bertambah menjadi enam orang, sementara setidaknya 50 lainnya cedera dengan berbagai tingkatan serta mendapat perawatan medis di fasilitas kesehatan.
Dia menuduh tentara melakukan “penembakan sporadis terhadap warga yang ak bersalah, termasuk anggota Syiahâ€.
Laporan yang belum dikonfirmasi menyebutkan bahwa keponakan Sheikh Zazaky termasuk di antara yang korban tewas.
Dikutip Iranpress, seorang saksi mata bernama Abdulhakam Muhammad mengatakan prosesi itu telah selesai dengan damai ketika polisi bergerak masuk dan mulai menembakkan gas air mata.
Dia mengatakan bahwa setelah polisi memulai serangan, tentara yang awalnya ditempatkan di depan Emir Istana Zazzau, mulai menembakkan peluru tajam, membunuh dan melukai para peserta prosesi yang meninggalkan pasar melalui bundaran Babban Dodo.
Prosesi Asyura diadakan di banyak kota dan daerah di Nigeria pada setiap tanggal 10 Muharram Hijriah untuk memperingati tragedi terbunuhnya Imam Hussein ra, cucunda Nabi Muhammad saw, di Karbala, Irak, pada tahun 61 Hijriah. (presstv/saharareporter)
Warga Muslim Syiah Diserang di Kabul, 8 Orang Terbunuh
Sebuah bom meledak di jalan perbelanjaan yang sibuk di ibu kota Afghanistan, Kabul, Sabtu (6/8), mengakibatkan delapan orang tewas dan sedikitnya 22 orang terluka, kata pejabat rumah sakit dan saksi mata.
Ledakan itu terjadi di distrik barat Kabul di mana warga Muslim Syiah secara teratur menyelenggarakan acara keagamaan.
Rekaman video yang diposting online menunjukkan ambulans bergegas ke tempat kejadian, yang juga dekat dengan stasiun bus.
Seorang petugas medis senior di sebuah rumah sakit swasta mengatakan sedikitnya delapan orang tewas dan 22 lainnya luka-luka.
Kementerian dalam negeri Taliban mengatakan tim investigasi segera mendatangi lokasi ledakan.
Serangan itu terjadi menjelang Asyura, peringatan kesyahidan Husein, cucu Nabi Muhammad saw, yang umumnya dilakukan oleh warga Muslim Syiah, dan belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Sehari sebelumnya, sedikitnya delapan orang tewas dan 18 terluka akibat ledakan di Kabul yang dilakukan oleh kelompok teroris ISIS.
ISIS tidak mengontrol wilayah mana pun di Afghanistan namun memiliki sel-sel tidur yang pernah menyerang warga minoritas dan pasukan patroli Taliban.
Otoritas Taliban, yang mengambil alih Afghanistan pada Agustus tahun lalu, menyatakan akan memberikan lebih banyak perlindungan untuk masjid Syiah dan fasilitas lainnya.
Sayed Kazum Hojat, seorang ulama Syiah di Kabul, mengatakan pemerintah Taliban telah meningkatkan keamanan menjelang Ashura, tapi kewaspadaan tetap harus ditingkat untuk mengantisipasi setiap ancaman.
Tidak ada data sensus terbaru mengenai jumlah warga Muslim Syiah di Afghanistan, mereka diperkirakan menempati 10%-20% dari 39 juta populasi, termasuk etnis Tajik dan Pashtun yang berbahasa Persia serta etnis Hazara. (an)
Jihad Islam Palestina Diperangi Israel karena Dekat dengan Iran
Sudah menjadi rahasia umum bahwa gerakan perlawanan Jihad Islam Palestina (PIJ) menjalin hubungan erat dengan Iran, dan secara ideologis lebih dekat dengan negara republik Islam itu dibandingkan dengan Hamas yang berbasis di Gaza, meskipun keduanya sama-sama menerima dana dan senjata dari Teheran.
PIJ juga dikenal lebih militan. Berbeda dengan Hamas, PIJ memilih untuk tidak melibatkan diri dalam proses politik. Sebaliknya, mereka berkomitmen sepenuhnya untuk perjuangan bersenjata melawan pendudukan militer Israel dan mencita-citakan pembentukan negara Palestina merdeka.
PIJ bersikeras untuk bertindak secara independen dari gerakan Hamas yang berkuasa di Gaza, dan melakukan serangan terhadap Israel tanpa persetujuan resmi dari Hamas atau markas komando gabungan.
Terlepas dari alasan, kepentingan, atau motifnya, Iran di era kontemporer adalah pendukung utama gerakan pembebasan nasional Palestina melalui perjuangan bersenjata. Para pejabat Hamas dan PIJ mengakui dukungan Teheran setelah perang “Pedang Al-Quds” pada tahun lalu, yang oleh kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh disebut sebagai “latihan pembebasan Palestina.”
Haniyeh juga mencatat bahwa Iran sejauh ini merupakan donor terbesar gerakan tersebut, setelah mengirim $70 juta ke Hamas untuk membantu mengembangkan persenjataannya.
Hinayeh telah menggulirkan rekonsiliasi Hamas dengan Iran setelah berselisih terkait dengan krisis Suriah dan, belakangan ini dia memutuskan untuk memulihkan hubungan dengan pemerintah Suriah.
Sedangkan PIJ sejak awal mempertahankan kantor pusatnya di Damaskus, ibu kota Suriah, dan ini menandakan kedekatannya dengan Iran dan peran pentingnya dalam Poros Resistensi.
Israel mengetahui hubungan yang saling menguntungkan antara PIJ dan Iran, dan tahu bahwa serangan terhadap PIJ justru berpotensi memicu keterlibatan Iran secara lebih jauh di Palestina.
Salah satu masalah keamanan terbesar bagi rezim apartheid Zionis itu adalah proliferasi senjata dan teknologi militer Iran di tengah faksi-faksi pejuang Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat, termasuk PIJ, yang eksis di sana, terutama di Jenin, Tulkarem dan Hebron.
Dalam dua konteks itu, Israel berharap serangannya terhadap PIJ akan dapat mengusik pengaruh Iran di Palestina sekaligus menjaga Tepi Barat bebas dari senjata yang akan mengubah keadaan.
Pasukan Israel menangkap tokoh senior PIJ Bassam Al-Saadi di Tepi Barat pekan lalu. Penahanan dan pemukulan terhadap Al-Saadi memancing reaksi PIJ hingga gerakan ini menuntut pembebasan al-Saadi dan bahkan juga pembebasan tahanan Khalil Al-Awawdeh yang melakukan mogok makan panjang untuk memrotes penahanan dirinya tanpa dakwaan dan proses pengadilan.
Israel pada Jumat lalu lantas menggunakan reaksi itu sebagai kesempatan untuk menyerang seorang komandan senior PIJ di Gaza, Tayseer Al-Jabaari, dengan dalih bahwa dia merencanakan serangan segera terhadap Israel.
Agresi militer yang dikutuk secara luas terhadap Jalur Gaza yang padat penduduk mengakibatkan terbunuhnya beberapa tokoh PIJ lainnya serta warga sipil, termasuk anak-anak dan wanita.
Sementara Israel melakukan “tindakan agresi yang mencolok” – seperti yang disebutkan oleh Pelapor Khusus PBB di Palestina- Sekjen PIJ, Ziyad Al-Nakhalah, berada di Teheran di mana ia bertemu dengan para pejabat senior Iran, termasuk Presiden Ebrahim Raisi dan Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian, penasihat utama Pemimpin Tertinggi Ali Akbar Velayati.
Dia juga menemui panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Mayor Jenderal Hossein Salami, yang telah memperingatkan bahwa Israel “akan membayar harga mahal lain atas serangan dan kejahatan terbarunyaâ€.
Presiden Raisi menegaskan bahwa dukungan kepada perjuangan dan resistensi Palestina sudah menjadi kebijakan definitif Iran. Al-Nakhalah pun mengapresi kebijakan Iran ini.
“Hari ini, kubu resistensi Palestina memiliki kehadiran yang kuat di Gaza dan kehadiran yang menonjol di Tepi Barat, yang di masa depan akan menyebabkan peningkatan tekanan terhadap rezim Zionis dan perubahan perimbangan di Palestina, dan pencapaian ini telah diraih berkat dukungan Republik Islam Iran,†ungkap Al-Nakhalah.
Saat menanggapi agresi Israel di Gaza, dia bersumpah untuk membalas, termasuk dengan menyerang Tel Aviv, dan PIJ pun telah menunaikan sumpahnya itu.
Menariknya, Al-Nakhalah kali ini mengendalikan PIJ dari Teheran, sebuah perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam konflik Palestina-Israel.
Selama serangan gencar terhadap Gaza, Israel berhati-hati dalam mengincar tokoh dan fasilitas PIJ agar tak salah menyasar Hamas atau faksi lainnya. Israel tidak ingin memperluas skala konflik, namun juga mencerminkan besarnya tekanan yang dialami kaum Zionis akibat dukungan Iran kepada PIJ, organisasi perlawanan Palestina yang paling revolusioner.
Al-Nakhalah telah menyerukan sebuah front persatuan, yang direspon dengan baik di Libanon di mana Hizbullah mengancam akan campur tangan. Namun, Hamas sejauh ini menghindari untuk terlibat, mungkin karena alasan pragmatis atau administratif, atau mungkin juga karena belum pulih sepenuhnya dari kondisi pasca perang pada tahun Mei lalu.
Perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir sekarang sedang berlangsung di Gaza, yang dilaporkan mencakup pembebasan al- Saadi dan Awawdeh sebagai syarat, meskipun tidak pasti apakah keduanya akan benar-benar terwujud.
Alhasil, Israel memilih membidik PIJ dalam upanya menghadapi sepak terjang Iran di Palestina, namun strategi demikian berisiko memancing kekompakan faksi-faksi pejuang dan memicu konflik multi-front jika Hizbullah memutuskan untuk terlibat. (mee)