Rangkuman Berita Utama Timteng Selasa 5 April 2022

Jakarta, ICMES. Gejolak politik di Pakistan semakin memanas setelah Perdana Menteri Imran Khan lolos dari upaya pemakzulan dirinya, dan mencanangkan pemilu baru setelah parlemen dibubarkan, sebuah langkah yang disebut oposisi sebagai pengkhianatan, dan merekapun bersumpah akan melawan.

Anggota senior gerakan perlawanan Ansarullah Yaman, Mohammad al-Bukhaiti, memastikan negara yang sudah tujuh tahun dilanda invasi militer koalisi yang dipimpin Saudi ini pasti akan bebas dari invasi ini. 

Istana Kepresiden Suriah Kremlin membantah keras tuduhan bahwa tentara Rusia melakukan pembantaian warga sipil di kota Bucha, Ukraina.

Berita Selengkapnya:

Imran Khan Selamat dari Pemakzulan, Tapi Pakistan Mengalami Gejolak Baru

Gejolak politik di Pakistan semakin memanas setelah Perdana Menteri Imran Khan lolos dari upaya pemakzulan dirinya, dan mencanangkan pemilu baru setelah parlemen dibubarkan, sebuah langkah yang disebut oposisi sebagai pengkhianatan, dan merekapun bersumpah akan melawan.

Wakil ketua parlemen Majelis Nasional, Qassem Suri, yang separtai dengan Khan, menolak mosi tidak percaya yang digagas oleh kubu oposisi terhadap Imran Khan. Hal ini mengandaskan upaya oposisi untuk mendapatkan kekuasaan, dan kini bersiap menghadapi kemungkinan bertarung di jalur hukum terkait dengan konstitusi di negara berpenduduk 220 juta orang ini.

Pemimpin oposisi Shahbaz Sharif menyebut pencegahan pemungutan suara sebagai “pengkhianatan tingkat tinggi”. Di Twitter dia menegaskan akan ada konsekuensi untuk “pelanggaran konstitusi yang mencolok dan blak-blakan”, dan berharap Mahkamah Agung konsisten pada konstitusi.

Bilawal Bhutto Zardari, ketua oposisi Partai Rakyat Pakistan, kepada wartawan mengatakan, “Kami akan melakukan aksi duduk di Majelis Nasional, dan juga akan beralih ke Mahkamah Agung hari ini.”

Ketua Mahkamah Agung pada Minggu malam (3/4) menyatakan bahwa pengadilan akan menyelidiki masalah ini pada hari Senin (4/4), dan bahwa setiap arahan yang dikeluarkan oleh presiden dan perdana menteri akan tunduk pada perintah pengadilan.

Oposisi menyalahkan Khan atas kegagalannya menghidupkan kembali ekonomi dan memberantas korupsi, sementara Khan mengklaim bahwa Amerika Serikat (AS) berada di balik upaya pemakzulan dirinya.

Menurut Khan, Komite Keamanan Nasional telah mendapatkan bukti-bukti adanya konspirasi.

“Ketika badan keamanan nasional tertinggi negara itu mengkonfirmasi hal ini, maka tindakan (parlemen) menjadi tidak relevan, dan jumlahnyapun tidak relevan,” lanjutnya.

Para pejabat AS membantah terlibat dalam masalah ini.Seorang jubir Kemlu AS kepada Reuters mengatakan, “Tuduhan ini tidak benar. Kami menghormati dan mendukung proses konstitusional di Pakistan dan supremasi hukum.”

Presiden Arif Alvi, yang juga separtai dengan Khan, menyetujui permintaan perdana menteri untuk membubarkan parlemen dan pemerintah. Mantan Menteri Informasi Fuad Chaudhry mengatakan Khan akan tetap sebagai perdana menteri.

Farkh Habib, Menteri Negara Informasi Pakistan, di Twitter menyebutkan bahwa pemilihan baru akan diadakan di negara itu dalam jangka waktu 90 hari ke depan, tapi keputusan ada di tangan presiden dan badan pemilihan.

Sejak kemerdekaan Pakistan dari Inggris pada tahun 1947, tidak ada perdana menteri yang menyelesaikan masa jabatan lima tahun penuh, dan para jenderal dalam banyak kesempatan memerintahnegara ini, yang selalu berselisih dengan tetangganya, India.

Seorang saksi mata dari Reuters mengatakan bahwa polisi dikerahkan di jalan-jalan, Islamabad, ibu kota Pakistan, dan kontainer digunakan untuk memblokir jalan.

Polisi terlihat menangkap tiga pendukung partai berkuasa Khan, Tehreek-e-Insaf, di depan Parlemen, namun di luar semua itu jalanan terlihat tenang. (raialyoum)

Ansarullah Pastikan Yaman akan Bebas dari Agresi Saudi Cs

Anggota senior gerakan perlawanan Ansarullah Yaman, Mohammad al-Bukhaiti, memastikan negara yang sudah tujuh tahun dilanda invasi militer koalisi yang dipimpin Saudi ini pasti akan bebas dari invasi ini. 

“Pembebasan Yaman pasti akan datang”, tegas al-Bukhaiti dalam wawancara dengan TV al-Mayadeen  yang berbasis di Lebanon, Senin (4/4). Dia juga menyatakan kesiapan negaranya untuk mencapai kesepakatan “perdamaian yang terhormat” yang “menjamin martabat dan keselamatan semua orang Yaman.”

Dia menyebutkan bahwa negara-negara anggota koalisi pimpinan Saudi yang mengobarkan perang di Yaman “tidak akan pernah membiarkan dialog Yaman-Yaman bebas dari intervensi asing , sebab hal itu bertentangan dengan kepentingan mereka.”

Al-Bukhaiti lantas mendesak para penyeru intervensi asing di Yaman berbalik bersatu di belakang angkatan bersenjata Yaman guna menuntaskan operasi pembebasan.

Dia memperingatkan mereka bahwa “setiap komponen politik yang menyerukan intervensi militer asing di negaranya kehilangan (kemampuan membuat) keputusan pada saat pertama pendudukan, dan kemudian kehilangan kehadirannya pada momen pertama pembebasan.”

Sementara itu, Iran yang sejak awal mendukung Ansarullah menyerukan pencabutan total “blokade kemanusiaan” terhadap Yaman, bersamaan dengan gencatan senjata antara Ansarullah dan koalisi Arab.

Kemlu Iran mengumumkan bahwa Menlu Hossein Amir Abdollahian telah melakukan panggilan telepon dengan sejawatnya dari Oman Badr bin Hamad Al-Busaidi dan  keduanyapun antara lain gencatan senjata di Yaman.

Abdollahian mengapresiasi “peran konstruktif” Oman dalam proses gencatan senjata di Yaman, dan mengatakan, “Saat ini penting untuk sepenuhnya mencabut blokade kemanusiaan di Yaman sambil mempertahankan gencatan senjata”. Dia juga menyebutkan bahwa “pengiriman bantuan kemanusiaan kepada rakyat Yaman sangatlah penting saat ini.”

Arab Saudi bersama sejumlah sekutu regionalnya , terutama Uni Emirat Arab (UEA), melancarkan invasi militer di Yaman sejak Maret 2015 dengan tujuan menumpas Ansarullah dan mengembalikan rezim sebelumnya namun gagal. (presstv/alalam)

Hari ke-40 Perang Ukraina, Rusia Bantah Pembantaian Sipil di Bucha

Istana Kepresiden Suriah Kremlin membantah keras tuduhan bahwa tentara Rusia melakukan pembantaian warga sipil di kota Bucha, Ukraina.

Pihak Ukraina pada Ahad lalu mengaku sedang menyelidiki kemungkinan kejahatan pasukan Rusia setelah menemukan ratusan mayat berserakan di sekitar kota-kota di luar ibukota Kiev menyusul penarikan pasukan Rusia dari sana.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan di Moskow, Senin (4/4), mengatakan, “Informasi ini harus dipertanyakan secara serius. Dari apa yang kami lihat, para ahli kami telah mengidentifikasi tanda-tanda pemalsuan video dan pemalsuan lainnya.”

Peskov menyebutkan bahwa fakta dan kronologi peristiwa di Bucha tidak mendukung kejadian versi Ukraina. Dia mendesak para pemimpin internasional untuk tidak tergesa-gesa menghakimi.

“Kami dengan tegas menyangkal tuduhan apa pun,” tegasnya.

Peskov menambahkan bahwa para diplomat Rusia akan melanjutkan upaya mereka mengadakan pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk membahas apa yang disebut Moskow sebagai “provokasi Ukraina” di Bucha setelah upaya pertama mereka untuk mengatur pertemuan seperti itu diblokir.

Kepala Komite Investigasi Rusia, Alexander Bastrykin, memerintahkan penyelidikan atas dasar bahwa Ukraina telah menyebarkan “informasi palsu yang disengaja” tentang Bucha.

Sekjen PBB Antonio Guterres juga menyerukan penyelidikan independen atas insiden tersebut dan menegaskan bahwa hal ini harus mengarah pada akuntabilitas yang efektif.

Pejabat Ukraina mengklaim bahwa di dekat Kiev terdapat kuburan massal berisi ratusan mayat sipil yang dibantai oleh tentara Rusia.

Sehari sebelumnya, Kemhan Rusia mengkonfirmasi bahwa gambar-gambar dan video kota Bucha yang beredar di media belakangan ini sengaja disiapkan secara khusus untuk media Barat, dan “tak lain adalah provokasi baru.”

Kepala Pusat Pertahanan Nasional Rusia, Mikhail Mezintsev, sebelumnya mengumumkan bahwa pasukan Ukraina telah menjadikan lebih dari 4,5 juta orang Ukraina, dan lebih dari 6.500 warga negara asing, sebagai perisai manusia bagi mereka di kota-kota dan daerah-daerah di mana mereka tinggal di Ukraina. (raialyoum)