
Morteza Mirbagheri
Jakarta, ICMES: Seorang pejabat tinggi Iran meminta maaf kepada para ulama dan warga Muslim Ahlussunnah (Sunni) di negara yang mayoritas penduduknya bermazhab Syiah ini atas adanya tayangan pernyataan seorang pelantun kasidah yang dinilai menciderai kalangan Sunni di salah satu saluran televisi pemerintah.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memastikan negaranya tidak bermaksud mengupayakan “perubahan rezim” di Iran. Hal ini dia katakan setelah mengadakan pembicaraan bilateral dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, yang telah menawarkan diri untuk menengahi dialog antara AS dan Iran.
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Abbas Araghchi Iran menyambut baik dialog dengan negara Teluk Persia manapun.
Berita selengkapnya:
Ada Tayangan Sektarian Di TV Nasional, Pejabat Iran Minta Maaf Kepada Ahlussunnah
Seorang pejabat tinggi Iran meminta maaf kepada para ulama dan warga Muslim Ahlussunnah (Sunni) di negara yang mayoritas penduduknya bermazhab Syiah ini atas adanya tayangan pernyataan seorang pelantun kasidah yang dinilai menciderai kalangan Sunni di salah satu saluran televisi pemerintah.
“Saya meminta maaf kepada saudara dan saudi serta para ulama besar Ahlussunnah, dan mengumumkan pemecatan direktur, produser, dan penyusun acara ini, serta mengecam pemimpin channel itu atas kesalahannya dalam masalah ini, “ ungkap Asisten Dewan Penyiaran dan Media Iran Sayyid Morteza Mirbagheri dalam siaran persnya, Ahad (25/5/2019).
Laman “Iran” milik pemerintah melaporkan bahwa Direktur Umum Lembaga Radio dan Televisi Republik Islam Iran (IRIB) Ali Askari di hari yang sama telah mencopot direktur channel tersebut, Javad Ramezannejad dan kepala Radio 5 karena “kegagalan keduanya dalam menunaikan kewajiban.”
Sebagaimana dilansir kantor berita Tasnim milik Iran, Mirbagheri menambahkan, “Pemimpin Besar Sayyid Ali Khamenei selalu menekankan keharusan menghormati hal-hal yang disucikan oleh Ahlussunnah, khususnya Khulafa Rasyidin dan Ummul Mu’minin Sayyidah Aisyah. Tapi sayang, kejadian yang menyalahi orientasi persatuan Islam ini menyimpang dari kehendak channel ini dan ketuanya akibat perilaku oknum sehingga tersiar langsung tanpa ada koordinasi sebelumnya.”
Mirbagheri mengingatkan, “Lembaga Radio dan Televisi memandang pengangkatan isu-isu ikhtilaf antara Syiah dan Sunni sebagai racun mematikan, dan karena itu akan memroses oknum (pelantun kasidah) itu secara hukum.”
Beberapa media lokal, termasuk kantor berita mahasiswa ISNA, melaporkan bahwa Kejaksaan Teheran telah memanggil dan menahan oknum tersebut atas dugaan penistaan simbol-simbol Ahlussunnah pada Ahad pagi dan mulai memeriksanya.
Channel 5 televisi Iran dilaporkan telah menyiarkan pembacaan puisi pujian oleh Muqtada Mahdi Hosseini yang ternyata menyinggung isu ikhtilaf ihwal Khulafa Rasyidin yang merupakan simbol Ahlussunnah.
Direktur saluran itu mengeluarkan pernyataan bahwa “apa yang disiarkan secara langsung di saluran itu pada acara peringatan kelahiran Imam Hassan al-Mujtaba (imam kedua Syiah) pada malam kelima belas Ramadhan, bertentangan dengan kebijakan terpadu media nasional di Iran.”
Shehab Naderi, seorang wakil dari komunitas Sunni di parlemen Iran, Sabtu lalu mengecam Direktur Umum Lembaga Radio dan Televisi Republik Islam Iran (IRIB) Ali Askari dan menganggap televisi negara ini telah “mengumbar perbedaan dan perpecahan di tengah masyarakat Iran.”
Sebagaimana dikutip ISNA, dalam pernyataan tertulis yang diajukan oleh para wakil Ahlussunnah di parlemen Iran terkait peristiwa tersebut dia mengatakan, “IRIB seharusnya menyatukan masyarakat, bukan malah memecah belah.”
Para wakil Ahlussunah memuji Pemimpin Besar Iran Grand Ayatullah Ali Khamenei karena telah segera melakukan tindakan atas kasus penistaan ini.
Dalam pernyataan itu mereka juga menegaskan bahwa penistaan tersebut menyalahi pesan dan bimbingan Ayatullah Khamenei, dan menimbulkan keresahan pada kalangan Sunni di Iran.
Ayatullah Khamenei sendiri segera turun tangan mengatasi masalah ini dengan meminta Dirut IRIB agar mencopot para oknum yang telah lalai dalam masalah ini. (eremnews/youm7)
Trump: AS Tak Bermaksud Mengubah Rezim Iran
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memastikan negaranya tidak bermaksud mengupayakan “perubahan rezim” di Iran. Hal ini dia katakan setelah mengadakan pembicaraan bilateral dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, yang telah menawarkan diri untuk menengahi dialog antara AS dan Iran.
“Kami tidak mencari perubahan rezim, kami tidak mencari senjata nuklir,” kata Trump pada konferensi pers bersama di Tokyo, ibu kota Jepang, Senin (27/5/2019), sembari mengaku percaya “kami akan membuat kesepakatan” dengan Iran.
Ketegangan antara Washington dan Teheran meningkat sejak beberapa pekan lalu, terutama setelah AS mengerahkan pasukan ke Timur Tengah, tapi Trump lantas berusaha menurunkan kekhawatiran terhadap kemungkinan pecahnya konfrontasi militer.
Di sisi Abe di Istana Akasaka, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa “tidak ada yang ingin melihat hal-hal buruk terjadi”.
Trump mengaku akan mendukung upaya Abe bertindak sebagai mediator antara AS dan Iran, karena terbetik laporan bahwa Abe akan berkunjung ke Iran bulan depan untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani.
Pemerintah Iran sendiri mengaku tak berminat dialog dengan pemerintah AS, yang telah menjatuhkan sanksi-sanksi berat terhadap Iran atas program nuklirnya, dan juga telah mengirim 1.500 tentara ke Timur Tengah pada pekan lalu.
“Saya tahu bahwa perdana menteri dan Jepang memiliki hubungan yang sangat baik dengan Iran sehingga kita akan melihat apa yang terjadi,” ungkap Trump, yang pernah menawarkan pembicaraan langsung dengan Teheran.
Dia menambahkan “Perdana menteri telah berbicara kepada saya tentang hal itu dan saya percaya bahwa Iran ingin berbicara. Dan jika mereka ingin berbicara, kami juga ingin berbicara. Kita akan melihat apa yang terjadi … Tidak ada yang ingin melihat hal-hal buruk terjadi, terutama saya. ”
Abe sendiri mengatakan Jepang “ingin melakukan apa pun yang ia bisa. Jepang dan AS harus berkolaborasi secara erat sehingga ketegangan di sekitar Iran berkurang dan tidak mengakibatkan konflik bersenjata ”.
Trump adalah pemimpin negara asing pertama yang menemui Naruhito yang baru dinobatkan sebagai kaisar Jepang, dalam kunjungan kenegaraan yang dibayangi oleh ketegangan atas perdagangan dan kebijakan Korea Utara.
Kaisar Naruhito dan Ratu Masako menyambut Trump di Istana Kekaisaran di ibukota Jepang sebagai bagian dari upacara penyambutan resmi yang disiarkan langsung di televisi nasional. (aljazeera/theguardian)
Iran Menyambut Baik Dialog Dengan Negara-Negara Arab Teluk Persia
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Abbas Araghchi Iran menyambut baik dialog dengan negara Teluk Persia manapun.
“Iran menyambut baik dialog dengan negara Teluk Persia mana pun demi menemukan hubungan yang seimbang dan tatanan yang didasarkan pada prinsip saling menghormati dan kepentingan bersama,” ungkap Araghchi di halaman Twitternya, sebagai dikutip al-Alam, Senin (27/5/2019).
Dia kemudian menyatakan negaranya menolak negosiasi langsung atau tidak langsung dengan negara musuh besarnya, Amerika Serikat (AS).
Araghchi tiba di Muscat, ibukota Oman, pada awal safari regionalnya yang juga mencakup Kuwait dan Qatar.
Ahad lalu dia mengadakan pertemuan yang membahas perkembangan situasi regional dengan Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi bin Abdullah.
Pada Jumat pekan lalu Kementerian Luar Negeri Oman melalui halaman Twitternya mengaku “bersama pihak lain” berusaha umengurangi ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran.
Yusuf bin Alawi juga telah mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di Teheran, ibu kota Iran, pada Senin lalu. (alalam)