Rangkuman Berita Utama Timteng Selasa 27 Juni 2023

Jakarta, ICMES. Kelompok pejuang Hizbullah Libanon mengumumkan pihaknya telah menjatuhkan pesawat nirawak Israel di Libanon selatan dekat perbatasan dengan Israel.

Pemerintah sayap kanan Israel telah menyetujui rencana pembangun ribuan rumah baru di pemukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. Hal ini dikecam dan disebut oleh seorang pejabat Palestina sebagai bagian dari “perang terbuka terhadap rakyat Palestina”.

Sekitar 300 petugas medis militer Israel di unit cadangan mengatakan kepada menteri pertahanan bahwa mereka akan menolak memberika pelayanan jika pemerintah bersikukuh melicinkan rancangan undang-undang (ruu) kontroversial yang akan melucuti sebagian besar kekuasaan pengadilan tertinggi Israel.

Berita Selengkapnya:

Hizbullah Tembak Jatuh Drone Israel di Lebanon

Kelompok pejuang Hizbullah Libanon mengumumkan pihaknya telah menjatuhkan pesawat nirawak (drone) Israel di Libanon selatan dekat perbatasan dengan Israel.

Dalam sebuah pernyataan, yang dirilis oleh media militer I’lam al-Harbi milik Hizbullah, Senin(26/6), Hizbullah mengaku telah “menembak jatuh sebuah drone Israel yang memasuki wilayah udara Lebanon, dekat Zibqin di selatan”,.

Media itu menerbitkan gambar dan klip video drone tersebut, yang katanya “dilengkapi dengan dua kamera berkualitas tinggi”, dan tampaknya tidak mengalami kerusakan serius.

Di pihak lain, dikutip Reuters, militer Israel mengatakan satu unit pesawat nirawaknya “jatuh di wilayah Lebanon selama aktivitas rutin” dan bahwa “tidak ada risiko” data terhapus darinya.

Insiden itu terjadi setelah berminggu-minggu ketegangan di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel, terutama di daerah sengketa yang dikenal sebagai Perkebunan Shebaa.

Selama beberapa hari terakhir, para pejabat Israel telah memperingatkan Hizbullah agar tidak “melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan perang besar-besaran.”

Pada tanggal 21 Mei, pejuang Hizbullah melakukan manuver militer di Lebanon selatan (Israel utara), mensimulasikan penyerbuan pemukiman Zionis, mengendalikan situs militer Israel dan menangkap tentara, untuk mengantisipasi gerakan militer Israel.

Awal bulan ini, tentara Israel menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa Lebanon yang melempari pasukan dengan batu di sepanjang perbatasan. Beberapa pengunjuk rasa dan pasukan Lebanon mengalami masalah pernapasan.

Protes terjadi di tepi perbukitan Kfar Chouba, yang menurut Beirut adalah tanah Lebanon yang diduduki Israel.

Perbukitan dan Peternakan Shebaa di dekatnya direbut oleh Israel selama perang 1967 dan diklaim oleh Lebanon.

Media Israel melaporkan awal bulan ini bahwa Hizbullah telah mendirikan dua tenda di sana “di wilayah Israel”. Tidak ada komentar dari Hizbullah.

Pada tahun 2019, Hizbullah berjanji untuk menembak jatuh drone Israel, menyusul ketegangan berminggu-minggu yang mencakup serangan dua pesawat drone yang menurut  Hizbullah dilakukan Israel terhadap pangkalan Hizbullah di pinggiran selatan Beirut.

Dan pada musim panas 2022, Hizbullah meluncurkan tiga drone tak bersenjata menuju wilayah maritim yang disengketakan antara Lebanon dan Israel sebelum tercapai kesepakatan tentang perbatasan laut.

Hizbullah adalah pemain utama dalam arena politik di Lebanon, dan memiliki gudang senjata yang sangat besar, termasuk rudal presisi, yang selalu diperingatkan Israel.

Libanon dan Israel secara resmi berperang. Pada tahun 2006, Lebanon dilanda perang berdarah antara Israel dan Hizbullah yang berlangsung selama 33 hari, di mana 1.200 orang tewas di Lebanon, sebagian besar warga sipil, dan 160 orang Israel juga tewas, sebagian besar tentara. (raialyoum/aljazeera)

Israel Setujui Rencana Pembangunan Ribuan Unit Permukiman Ilegal

Pemerintah sayap kanan Israel telah menyetujui rencana pembangun ribuan rumah baru di pemukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. Hal ini dikecam dan disebut oleh seorang pejabat Palestina sebagai bagian dari “perang terbuka terhadap rakyat Palestina”.

Persetujuan  tersebut ditetapkan pada hari Senin (26/6) di tengah meningkatnya kekerasan di wilayah pendudukan dan meningkatnya kritik Amerika Serikat (AS) terhadap kebijakan pemukiman Israel.

Komite perencanaan Kementerian Pertahanan yang mengawasi pembangunan permukiman menyetujui pendirian lebih dari 5.000 rumah baru. Unit-unit tersebut sedang menjalani berbagai tahap perencanaan, dan belum jelas kapan konstruksi akan dimulai. Tidak ada komentar segera dari kementerian itu.

Pihak Palestina dan komunitas internasional menganggap pembangunan pemukiman Zionis sebagai tindakan ilegal dan menghambat perdamaian. Lebih dari 700.000 orang Israel tinggal di Tepi Barat   dan Al-Quds (Yerusalem) Timur, wilayah yang direbut oleh Israel pada tahun 1967 dan masih diperjuangkan oleh pihak Palestina untuk dijadikan sebagai ibu kota negara masa depan.

“Pemerintah Netanyahu bergerak maju dengan agresi dan perang terbuka terhadap bangsa Palestina. Kami menegaskan bahwa semua kolonialisme pemukim di semua wilayah pendudukan Palestina adalah ilegal dan tidak sah,” kata Wasel Abu Yousef, seorang pejabat Palestina di Tepi Barat.

Pemerintah Israel, yang mulai menjabat pada akhir Desember tahun, didominasi oleh politisi agama dan ultranasionalis yang memiliki hubungan dekat dengan gerakan permukiman. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, seorang pemimpin pemukim yang berapi-api, telah diberikan otoritas tingkat Kabinet atas kebijakan permukiman dan berjanji untuk menggandakan populasi pemukim di  Tepi Barat.

Pemerintah Netanyahu telah menjadikan perluasan pemukiman sebagai prioritas utama sejak dia terpilih kembali pada bulan November. (aljazeera)

Protes Anti Pemerintah Israel Bergolak lagi, 300 Dokter Militer Ancam Mogok

Sekitar 300 petugas medis militer Israel di unit cadangan, Senin (26/6), mengatakan kepada menteri pertahanan bahwa mereka akan menolak memberika pelayanan jika pemerintah bersikukuh melicinkan rancangan undang-undang (ruu) kontroversial yang akan melucuti sebagian besar kekuasaan pengadilan tertinggi Israel.

Anggota parlemen Israel  Ahad lalu mulai membahas RUU yang akan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung, suatu langkah yang berarti dimulainya kembali upaya meloloskan amandemen undang-undang peradilan yang diajukan oleh pemerintah partai agama dan nasional Benjamin Netanyahu dan telah memancing gelombang protes.

Koalisi yang berkuasa mengatakan bahwa tujuan upaya itu ialah mencapai keseimbangan antara kekuasaan pemerintah, legislatif dan yudikatif dengan mengekang Mahkamah Agung, yang diyakini terlalu banyak campur tangan. Pihak pemrotes menyebut langkah itu akan merusak demokrasi dengan menghapus pemeriksaan dasar atas kekuasaan pemerintah.

Dalam sepucuk surat kepada menteri pertahanan, yang salinannya diperoleh Reuters, para dokter mengatakan mereka tidak akan dapat terus menjadi sukarelawan pada saat pemerintah “melanggar kontrak dasar antara kami dan negara.”

“Jika tidak ada pemeriksaan dan tidak ada tinjauan yudisial yang efektif, kami tidak akan dapat mempercayai para pemimpin kami ketika kami dikirim ke misi militer,kami tidak akan melayani kediktatoran,” bunyi surat itu.

Gelombang demonstrasi anti-pemerintah berhasil menekan Netanyahu untuk membekukan upayanya mengesahkan amandemen yudisial pada bulan Maret lalu demi memungkinkan pembicaraan tentang penyelesaian dengan partai-partai oposisi. Pada pekan lalu dia mengumumkan bahwa pembicaraan itu tidak menghasilkan apa-apa, dan diapun memerintahkan dimulainya kembali pertimbangan beberapa undang-undang.

Pasukan cadangan mengatakan bahwa mereka terus menjalankan tugas mereka karena mereka memberikan waktu pada pembicaraan tersebut agar membuahkan hasil, tapi mereka memperbarui seruan untuk menolak panggilan ketika pembicaraan gagal.

Amandemen yang diusulkan, yang mencakup batasan kemampuan Mahkamah Agung untuk mengeluarkan putusan hukum terhadap pemerintah, telah memicu gelombang protes jalanan sebelum upaya untuk meloloskannya ditunda pada bulan Maret. Tapi itu berlangsung setiap minggu, dan para aktivis yang menentang perubahan yudisial memblokir jalan raya utama Tel Aviv pada Sabtu malam.

Anggota parlemen dari partai-partai yang berpartisipasi dalam koalisi yang berkuasa mengisyaratkan bahwa RUU baru akan menjadi versi yang jauh lebih ringan dari proposal sebelumnya, yang berusaha membatasi hampir sepenuhnya kekuasaan Mahkamah Agung dalam mengeluarkan keputusan terhadap lembaga eksekutif.

Namun, pihak oposisi mengatakan RUU baru itu masih menjadi pintu gerbang korupsi. (raialyoum)