Rangkuman Berita Utama Timteng Selasa 27 Juli 2021

U.S. President Joe Biden greets Iraq's Prime Minister Mustafa Al-Kadhimi during a bilateral meeting in the Oval Office at the White House in Washington, U.S., July 26, 2021. REUTERS/Evelyn Hockstein

U.S. President Joe Biden greets Iraq’s Prime Minister Mustafa Al-Kadhimi during a bilateral meeting in the Oval Office at the White House in Washington, U.S., July 26, 2021. REUTERS/Evelyn Hockstein

Jakarta, ICMES. Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Irak Mustafa Al-Kadhimi di akhir pertemuan antara keduanya di Gedung Putih, Washington,  merilis statemen bersama yang menyatakan bahwa misi militer AS di Irak akan selesai pada akhir 2021.

Saluran berita televisi Libanon Al-Mayadeen mengutip sebuh artikel di website Israel Defence dan menyebutkan bahwa negara-negara regional Timur Tengah mulai menyadari bahwa negara yang paling berpengaruh dan tangguh di kawasan ini adalah Iran, bukan Israel.

Pasukan Ansarullah (Houthi) dan pasukan presiden pelarian Yaman Abd Rabbuh Mansour Hadi yang didukung pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi sama-sama memperkuat pasukan ke kawasan sekitar distrik Bijan, provinsi Shabwah, setelah Ansarullah mencetak kemajuan dan menguasai distrik Nati’ dan Na’man di Provinsi Bayda.

Juru bicara Pasukan Pertahanan dan Keamanan Nasional Afghanistan menyatakan bahwa tentara negara ini telah merebut kembali 30 distrik dari tangan militan Taliban.

Berita Selengkapnya:

Statemen Biden dan Al-Kadhimi: Misi Militer AS di Irak Selesai di Akhir Tahun 2021

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Irak Mustafa Al-Kadhimi di akhir pertemuan antara keduanya di Gedung Putih, Washington, Senin (27/7), merilis statemen bersama yang menyatakan bahwa misi militer AS di Irak akan selesai pada akhir 2021.

“Washington dan Baghdad sepakat bahwa hingga akhir tahun ini (2021) keberadaan pasukan militer AS di Irak akan berakhir. AS menghormati kedaulatan dan undang-undang Irak,” bunyi statemen tersebut.

Dikutip Sputnik, Biden dan Al-Kadhimi menyatakan, “Pemerintah Irak menekankan komitmennya untuk melindungi pasukan koalisi yang menjalani bertugas memberi nasihat militer dan pelatihan (di Irak).”

Statemen itu juga menyebutkan, “Delegasi dari kedua pihak memutuskan bahwa hubungan keamanan secara total diubah menjadi peran pendidikan, nasihat dan dukungan informasi, dan bahwa sampai tanggal 31 Desember 2021 tak akan ada lagi tentara AS yang menjalani peran militer di Irak.”

Sebelumnya, Biden dalam pertemuan dengan Al-Kadhimi mengatakan, “Peran kami di Irak semata-mata untuk mencapai kelanjutan pelatihan dan memberikan bantuan informasi untuk menghadapi IS (ISIS).”

Majalah AS Politico mengutip pernyataan seorang pejabat AS dan dua narasumber lain bahwa berakhirnya misi militer AS di Irak tidak akan berarti keluarnya pasukan AS dari Irak. Sumber-sumber itu mengatakan bahwa militer AS tidak akan ditarik dari Irak, dan bahwa sejumlah tentara AS akan tetap ada di sana.

Menurut mereka, sebagian tentara AS akan memberikan dukungan logistik dan nasihat kepada pasukan Irak, dan Angkatan Udara serta intelijen AS akan tetap bercokol di Irak untuk apa yang mereka sebut perang melawan ISIS.

Pada 5 Januari 2020 parlemen Irak mensahkan undang-undang (UU) yang menuntut penarikan pasukan asing dari Irak. UU itu disahkan setelah tentara AS melancarkan serangan drone yang menggugurkan jenderal tersohor Iran Qasem Soleimani dan seorang tokoh pejuang Irak Abu Mahdi Al-Muhandis pada tanggal 3 Januari 2020. (mm/fna)

Media Israel: Iran Negara Paling Tangguh di Timur Tengah

Saluran berita televisi Libanon Al-Mayadeen mengutip sebuh artikel di website Israel Defence dan menyebutkan bahwa negara-negara regional Timur Tengah mulai menyadari bahwa negara yang paling berpengaruh dan tangguh di kawasan ini adalah Iran, bukan Israel.

Disebutkan pula bahwa di Timur Tengah ada persepsi bahwa Israel hanyalah macan kertas, pemerintah AS pun gagal menekan Iran, proyek nuklir Iran tak terbendung, dan pergantian pemerintah Iran membuat negara-negara kawasan menyadari bahwa Iranlah kekuatan regional yang sebenarnya, bukan Israel.

Al-Mayadeen menambahkan bahwa pemerintah Arab Saudi akan mengirim delegasi ke Teheran untuk mengikuti upacara pelantikan presiden baru Iran Sayid Ebrahim Raisi, karena Saudi pada akhirnya menyadari betapa terancamnya industri minyak dunia ketika “Iran menekan tombol (rudal) manakala senjata-senjata canggih Barat dioperasikan terhadap Yaman, dan sistem pertahanan udara Patriot milik AS pun tak dapat membantu Saudi”.

Menurut Al-Mayadeen, media Israel menyorot proses pendekatan Mesir dan Arab Saudi kepada Iran melalui Irak, Afrika dan jalur-jalur laut, terutama Terusan Suez dan Selat Bab Al-Mandeb, sementara di kancah internasionalpun China sekarang juga berusaha menjalin hubungan hangat dengan Iran dan terus membeli minyak dari Irak meski ada sanksi dari AS.

AS di masa kepresidenan Donald Trump, yang telah meningkat ekspektasinya terhadap Iran, adalah pemain lain yang justru telah mengandaskan semua harapan. Sebab, setelah Trump tersingkir, Iran makin kuat, program militer dan pengayaan uraniumnya meningkat, dan lolos dari tekanan maksimum AS.

Tekanan itu memang sangat memukul pekonomian Iran, tapi di saat yang sama Iran dapat menunjukkan kemampuannya yang besar dalam resistensi terhadap AS. Di sisi lain, masa empat tahun pemerintahan Trump berakhir tanpa ada konfrontasi militer AS dengan Iran, dan ini menguatkan persepsi bahwa AS tak berani berkonfrontasi dengan Iran, terutama setelah AS kandas di Afghanistan dan Irak. (almayadeen)

Ansarullah Menguat di Bayda, Pasukan Lawannya Kerahkan Kekuatan di Perbatasan Ma’ib

Pasukan Ansarullah (Houthi) dan pasukan presiden pelarian Yaman Abd Rabbuh Mansour Hadi yang didukung pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi sama-sama memperkuat pasukan ke kawasan sekitar distrik Bijan, provinsi Shabwah, setelah Ansarullah mencetak kemajuan dan menguasai distrik Nati’ dan Na’man di Provinsi Bayda.

Kemajuan selanjutnya yang mungkin akan dicapai oleh Ansarullah di kawasan Bijan di garis perbatasan benteng terakhir kubu Hadi di Ma’rib menjadi ancaman besar bagi kubu ini.

Ansarullah berusaha mengusai Ma’rib sejak Februari lalu hingga pecah pertempuran sengit yang menjatuhkan ratusan korban tewas dari belah pihak. Daya tawar Ansarullah dalam perundingan damai akan meningkat drastis jika mereka berhasil menguasai Ma’rib yang kaya minyak.

Sumber militer kubu Hadi, Senin (26/7), mengatakan bahwa AFP bahwa kedua pihak sama-sama mengerahkan pasukan ke kawasan sekitar Bijan setelah Ansarullah menguasai dua distrik di provinsi Bayda.

Wakil Gubernur Bayda Ahmad Al-Humaiqani mengatakan, “Kami mengkonfirmasi keberhasilan Ansarullah menguasai distrik Nati’ dan Na’man serta dimulainya gerak maju mereka menuju Bijan di Shabwah. Dua distik ini ditelantarkan oleh Kemhan pemerintahan yang sah (kubu Hadi) dan koalisi Arab karena dua distrik ini jatuh tanpa konfrontasi militer besar.”

Satu narasumber lain menyebutkan bahwa Ansarullah sekarang hendak berkonsentrasi di posisi-posisi yang menjangkau Provinsi Shabwah.

Dalam tiga pekan terakhir, Provinsi Bayda diwarnai kecamuk pertempuran antara kedua pihak, dan Ansarullah berhasil mencetak kemajuan di sebagian besar front pertempuran. (raialyoum)

Tentara Afghanistan Mengaku Rebut Kembali 30 Distrik dari Tangan Taliban

Juru bicara Pasukan Pertahanan dan Keamanan Nasional Afghanistan Jenderal Ajmal Omar Shinwari, Senin (26/7), menyatakan bahwa tentara negara ini telah merebut kembali 30 distrik dari tangan militan Taliban.

Shinwarai menyebutkan bahwa tentara negara ini telah melakukan 154 operasi militer di mana 1.528 gerilyawan Taliban tewas dan lebih dari 800 lainnya terluka.

Menurut situs Khaama Press, Shinwarai menambahkan bahwa operasi militer yang mencakup serangan darat, udara dan artileri telah dilancarkan di 20 provinsi, dan sebanyak 16 gerilyawan tertawan oleh pasukan Afghanistan.

Dia juga mengatakan bahwa tentara Aghanistan sudah berada di posisi ofensif setelah sempat berada dalam posisi defensif, dan belakangan ini berhasil menghalau beberapa serangan Taliban.

Mengenai korban warga sipil, dia mengklaim bahwa sejumlah besar operasi Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan (ANSF) dihentikan untuk mencegah korban sipil.

Shinwarai menuduh Taliban telah membunuh 14 warga sipil dan melukai hampir 30 lainnya pada pekan lalu.

Klaim atas korban sipil muncul setelah Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) dalam laporan terbarunya mencatat  bahwa dua bulan terakhir adalah masa yang paling mematikan dalam hal korban sipil.

Sesuai laporan tersebut, hampir 4500 orang sipil tewas dan terluka di Afghanistan, dan angka ini tercatat sebagai yang tertinggi sejak UNAMA mulai mencatat jumlah korban tewas pada 2009.

Khaama Press melaporkan bahwa Taliban dalam sebuah pernyataan menyangkal jumlah tersebut dan menganggapnya sepihak.

Sementara itu, media Pakistan melaporkan bahwa 46 tentara Afghanistan melarikan diri dari Afghanistan ke Chitral, Pakistan. (tasnim)