Jakarta, ICMES. Kementerian luar negeri (Kemlu) Iran menegaskan kembali sikap negaranya mengenai dugaan bahwa AS berada di balik penyebaran virus corona alias Covid-19 di dunia.
Para diplomat dan pejabat tinggi di dunia semakin mendesak AS agar mencabut sanksi sepihaknya terhadap Iran di tengah perjuangan negara itu melawan pandemi virus corona (Covid-19).
Penduduk sebuah desa dekat kota Qamishli di Suriah timur laut menghadang dan memaksa konvoi militer AS untuk meninggalkan wilayah mereka.
Turki berjanji untuk “menetralisir” militan radikal yang menghalangi patroli gabungan Rusia-Turki di provinsi Idlib, Suriah.
Berita selengkapnya:
Iran Angkat Lagi Dugaan AS Penyebab Pandemi Covid-19
Kementerian luar negeri (Kemlu) Iran menegaskan kembali sikap negaranya mengenai dugaan bahwa AS berada di balik penyebaran virus corona alias Covid-19 di dunia.
Pemimpin Besar Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamenei Ahad lalu menyebut Washington “musuh bangsa Iran paling bengis” dan “diduga memproduksi virus corona” sehingga tak mungkin beriktikad baik ketika menawarkan bantuan kepada Iran dalam penanggulangan wabah ini.
Esoknya, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Morgan Ortagus, di Twitter menyatakan bahwa apa yang dikatakan Iran tentang kemungkinan AS bertanggungjawab atas penyebaran virus ke seluruh dunia hanyalah “teori konspirasi” belaka.
Menanggapi hal ini, Kementerian Luar Negeri Iran, Selasa (24/3/2020), menyinggung sebuah artikel di Global Research yang mencecar pemerintah AS dengan 10 pertanyaan mengenai ketidak cakapan dan inefesiensinya dalam merespon wabah Covid-19 yang melanda wilayahnya sendiri.
“Jika Kementerian Luar Negeri AS mengklaim bahwa meningkatnya pertanyaan global tentang peran AS dalam pandemi Covid 19 hanyalah ‘teori konspirasi buatan Iran’, maka AS harus menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Riset Global,” ungkap Kemlu Iran.
Artikel itu menyorot langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah AS, yang dinilai oleh para pengamat lebih merupakan upaya AS berlepas tangan dari tanggungjawabnya kepada khalayak internasional terkait dengan dugaan negara ini memproduksi senjata kuman dan biologi.
Artikel itu menyoal, “Mengapa AS menarik diri dari Konvensi Senjata Biologis dan Racun (BTWC) tahun 1972 pada tahun 2001? Mengapa ia mencoba untuk mencegah mekanisme pemantauan untuk pelaksanaan Konvensi? Apakah itu menghalangi pengembangan senjata biologis untuk AS? “
Artikel itu juga menyinggung penutupan Institut Penelitian Penyakit Menular Angkatan Bersenjata AS di Fort Detrick, Maryland, pada Juli 2019, kemudian menyoal, “Apakah itu karena ada insiden kebocoran virus?” (fna)
Dunia Desak AS Cabut Sanksi terhadap Iran
Para diplomat dan pejabat tinggi di dunia semakin mendesak AS agar mencabut sanksi sepihaknya terhadap Iran di tengah perjuangan negara itu melawan pandemi virus corona (Covid-19).
PBB menyerukan agar sanksi- sanksi internasional dicabut di seluruh dunia, termasuk terhadap Iran, di tengah wabah ini.
Sekjen PBB Antonio Guterres menyebut sanksi itu meningkatkan risiko kesehatan bagi jutaan orang dan melemahkan upaya global menahan penyebaran pandemi ini.
“Saya mendorong pelepasan sanksi yang dikenakan pada berbagai negara untuk memastikan akses ke makanan, pasokan kesehatan penting, dan dukungan medis Covid-19. Inilah saatnya solidaritas tanpa pengecualian, ”tulis Guterres dalam suratnya kepada G-20, Selasa (24/3/2020).
Sebelumnya di hari yang sama, kepala HAM PBB Michelle Bachelet menegaskan sanksi apa pun yang dikenakan pada Iran harus “segera dievaluasi kembali” demi mendukung kehidupan jutaan orang di seluruh dunia.
“Pada saat yang genting ini, baik untuk alasan kesehatan masyarakat global, maupun untuk mendukung hak dan kehidupan jutaan orang di negara-negara ini, sanksi sektoral harus dikurangi atau ditangguhkan,” ujarnya.
Ahad lalu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mendesak Presiden AS Donald Trump agar mencabut sanksi sepihaknya terhadap Iran.
Menyusul banyaknya tekanan terhadap AS, beredar kabar bahwa Departemen Keuangan AS untuk sementara waktu akan mencabut beberapa sanksi terhadap Iran.
Sebuah laporan yang belum dikonfirmasi menyatakan Departemen Keuangan AS dalam waktu 24 jam ke depan akan merilis daftar sanksi anti-Iran yang akan ditangguhkan untuk menunjukkan apa yang disebutnya sebagai tekad Washington untuk membantu perang Iran melawan pandemi Covid-19.
Data terbaru Kementerian Kesehatan Iran mencatat jumlah total kematian akibat virus ini telah bertambah menjadi 1.934, dan total infeksi menjadi 24.811.
“Ada 122 kematian baru dan 1.762 infeksi baru sejak Ahad,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Iran Kianoush Jahanpour. (presstv)
Penduduk dan Tentara Suriah Usir Pasukan AS di Dekat Kota Qamishli
Penduduk sebuah desa dekat kota Qamishli di Suriah timur laut menghadang dan memaksa konvoi militer AS untuk meninggalkan wilayah mereka.
Kantor berita Suriah, SANA, Selasa (24/3/2020), melaporkan bahwa penduduk desa Hamou bersama tentara Suriah menghadang konvoi militer 11 kendaraan lapis baja AS yang bermaksud memasuki desa itu. Massa menyerang kendaraan militer AS dengan batu, mencegah mereka masuk ke desa, dan memaksa pasukan AS mundur.
Peristiwa serupa juga terjadi pada Februari lalu. Saat itu penduduk dua desa Kharbat Amou dan Boyar al-Assi di bagian timur laut Suriah mendemo kehadiran militer AS di wilayah tersebut, dan kemudian melemparkan batu ke arah tentara AS hingga pasukan pendudukan ini mundur dari daerah tersebut.
Dalam peristiwa yang terjadi di Kharbat Amou dekat Qamishli massa berkonsentrasi dan melempati militer AS dengan batu untuk mendukung tentara Suriah yang menghadang empat kendaraan militer AS. Pasukan AS lantas menembaki para pengunjuk rasa hingga satu warga tewas dan satu warga lainnya cedera.
Warga semakin marah menyaksikan kekerasan pasukan Amerika sehingga menyerang dan merusak kendaraan milliter AS. Tentara AS lantas meminta bantuan kepada rekan-rekan mereka di daerah terdekat dan kemudian menyingkir dari tempat kejadian.
Beberapa penduduk Kharbat Amou menyebutkan bahwa tiga jet tempur AS melancarkan serangan udara ke desa itu menyusul insiden tersebut. (sana)
Dua Tanknya Diserang, Turki Berjanji Habisi Militan yang Menghalangi Patroli Gabungan di Idlib
Turki berjanji untuk “menetralisir” militan radikal yang menghalangi patroli gabungan Rusia-Turki di provinsi Idlib, Suriah.
Seperti dilansir RIA Novosti, Pusat Rusia untuk Rekonsiliasi Suriah, Senin (24/3/2020 menyatakan bahwa tindakan yang dijanjikan oleh Ankara untuk segera dilakukan itu berkenaan dengan jalan raya M4 Aleppo-Latakia di jalur aman yang telah ditetapkan untuk menjamin keamanan lalu lintas di sepanjang rute sepanjang enam kilometer di utara dan selatan jalan raya tersebut.
Pusat itu menambahkan bahwa patroli gabungan terbaru yang dilakukan sehari sebelumnya berlangsung di rute yang dipersingkat karena ada masalah keamanan.
Kepala Pusat Rusia untuk Rekonsiliasi Suriah Oleg Zhuravlev menyatakan bahwa kawanan bersenjata telah meledakkan dua tank Turki di Idlib.
“Organisasi-organisasi teroris yang tidak tidak tunduk pada Turki masih melanjutkan aksi mereka mengacaukan stabilitas di zona de-eskalasi Idlib,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, “Pada 24 Maret telah terjadi ledakan bom rakitan yang ditanam oleh kawanan teroris di jalur yang dilintasi oleh konvoi Turki yang menjalankan tugas patroli di dekat desa Safuhan, provinsi Idlib, hingga menyebabkan kerusakan pada dua tank dan melukai dua tentara Turki.”
Zhuravlev juga menyebutkan bahwa dalam 24 jam terakhir kawanan teroris telah melancarkan tujuh operasi serangan di Idlib, sedangkan kelompok-kelompok bersenjata pro-Turki tak terpantau melakukan pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata.
Pada 5 Maret lalu Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengadakan perundingan mengenai eskalasi militer di provinsi Idlib, Suriah. Keduanyapun menghasilkan dokumen bersama, dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap format Astana serta mengumumkan penerapan gencatan senjata. Keduanya juga sepakat untuk mengadakan patroli bersama di jalur strategis M4. (raialyoum/fna)