Rangkuman Berita Utama Timteng  Selasa 2 Juli 2024

Jakarta, ICMES. Pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam menyatakan pihaknya berharap mendapat kesempatan lagi untuk melancarkan serangan langsung terhadap rezim Zionis Israel setelah beberapa bulan lalu menggempur Israel dalam operasi militer bersandi Janji Setia.

Militer Yaman kubu Ansarullah mengumumkan pihaknya menyerang empat kapal dengan rudal balistik dan rudal jelajah.

Media Israel membuat laporan-laporan yang memperingatkan mengenai apa yang mereka sebut kemajuan pesat Iran ke wilayah timur Benua Afrika serta dampak yang diklaim akan terjadi terhadap Terusan Suez di masa depan.

Berita selengkapnya:

IRGC Berharap Ada Kesempatan untuk Serang Israel lagi

Pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) menyatakan pihaknya berharap mendapat kesempatan lagi untuk melancarkan serangan langsung terhadap rezim Zionis Israel setelah beberapa bulan lalu menggempur Israel dalam operasi militer bersandi Janji Setia.

Komandan Pasukan Dirgantara IRGC, Jenderal Amir Ali Hajizadeh, dalam sebuah pernyataannya pada hari Senin (1/7) mengatakan bahwa dalam operasi itu, Iran meluncurkan 300 rudal ke Israel, sedangkan jika ada peluang lain maka akan ada operasi Janji Setia kedua, yang tidak akan diketahui lagi berapa banyak rudal yang harus ada di dalamnya.

Pada bulan lalu, juru bicara IRGC, Ramezan Sharif, mengatakan bahwa dalam peristiwa serangan langsung Iran terhadap Israel tersebut tak kurang dari 10 negara telah membantu Israel di bidang pertahanan udara  untuk mencegat rudal dan drone Iran.

Dia juga mengatakan bahwa setelah lebih dari 50 tahun, Iran memberikan “tamparan keras terhadap entitas Zionis ini sehingga mereka bahkan tak percaya”.

“Tangan kami sekarang penuh senjata, dan musuh mengetahui poin ini. Operasi janji setia telah dilaksanakan dengan senjata-senjata lokal, dan ini bukanlah operasi manuver latihan, melainkan pentas operasi yang hakiki,” ujar Sharif.

Badai serangan Iran itu terjadi setelah Israel mengebom konsulat Iran di ibu kota Suriah, Damaskus, hingga mengakibatkan terbunuhnya  dua perwira senior IRGC dan sejumlah pendamping mereka.

Iran menanggapi pemboman itu dengan badai serangan drone dan rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel. (raialyoum)

Yaman Serang Empat Kapal, Kapten Kapal Perang AS Akui Tak Bisa Cegat Serangan  

Militer Yaman kubu Ansarullah pada hari Senin  (1/7) mengumumkan pihaknya menyerang empat kapal dengan rudal balistik dan rudal jelajah.

Disebutkan bahwa satu kapal Israel, satu kapal AS, dan satu ketiga Inggris, telah menjadi target serangan tersebut, dan satu lagi adalah kapal yang “melanggar larangan akses ke  pelabuhan Palestina pendudukan.”

“Kapal Israel MSC Unific menjadi sasaran sejumlah rudal jelajah di Laut Arab, dan serangan ini tepat mengena sasaran. Operasi kedua, yang dilakukan oleh pasukan rudal dan AL dengan sejumlah rudal balistik dan balistik, menyasar kapal minyak AS Delonix di Laut Merah untuk kedua kalinya pada minggu ini,” ungkap juru bicara militer Yaman, Brigjen Yahya Saree.

Saree menambahkan, “Operasi ketiga dilakukan dengan rudal jelajah dan menyasar kapal pendarat Inggris Anvil Point di Samudera Hindia, dan serangan ini tepat mengena target.”

Lebih lanjut, tanpa menyebutkan afiliasi kapal terakhir, dia mengatakan, “Operasi keempat dilakukan oleh pasukan rudal dengan sejumlah rudal jelajah dan menyasar kapal Lucky Sailor di Laut Mediterania karena perusahaan pemiliknya melanggar larangan masuk ke pelabuhan-pelabuhan Palestina pendudukan.”

Seperti diketahui, militer Yaman kerap melancarkan operasi serangan demikian sejak beberapa bulan lalu tak lain demi membela rakyat tertindas Palestina yang menjadi sasaran aksi genosida rezim Zionis Israel yang didukung oleh AS, Inggris dan beberapa negara Eropa lain.

Pengakuan Kapten Kapal AS

Jaringan CBS News yang berbasis di AS melakukan wawancara dengan kapten kapal perusak AS USS Carney, Jeremy Robertson, sehubungan dengan tantangan di Laut Merah yang ditimbulkan oleh operasi militer Angkatan Bersenjata Yaman kubu Ansarullah terhadap kapal-kapal Israel dan kapal-kapal yang melanggar blokade Yaman terhadap Israel.

Pada Mei lalu, kapal perusak USS Carney pulang ke Mayport, Florida, dari perjalanannya selama tujuh bulan ke wilayah Timur Tengah.

Dalam wawancara tersebut, Robertson mengatakan, “Perang mengubah pengerahan rutin menjadi baku tembak melawan Yaman. Sudah lama sekali tidak ada kapal Angkatan Laut (AL) AS yang melakukan pertempuran seperti ini sejak Perang Dunia II.”

Saat menceritakan perkembangan situasi di Laut Merah, dia mengakui bahwa rudal balistik adalah senjata yang paling membuatnya kuatir.

“Anda melihat sesuatu datang ke arah Anda dengan kecepatan Mach 5, atau Mach 6. Anda memiliki waktu antara 15 dan 30 detik untuk terlibat,” ungkapnya, seperti dikutip Al-Mayadeen, Senin (1/7).

Menurutnya, ini merupakan ujian kongkret dan nyata pertama kalinya bagi Angkatan Laut AS dalam menghadapi rudal supersonik.

 “Komputer menentukan ke mana arahnya dan ketinggiannya, dan semua itu (berlangsung) dengan sangat cepat, tentu saja, tapi orang harus menekan tombolnya,” tuturnya.

Robertson menyebutkan bahwa kapal USS Carney dijadwalkan lepas landas untuk mengisi bahan bakar dan mengisi kembali persediaannya di laut, tapi kapal tersebut harus pergi ke pelabuhan untuk memuat lebih banyak rudal, yang terlalu besar untuk diangkut.

Dia mengkonfirmasi kepada CBS News bahwa kapal perusak AS menembakkan rudal senilai 1 juta USD terhadap drone senilai 1000  USD. Dia lantas  mengakui bahwa  USS Carney dan kapal-kapal AL  lainnya, yang berpatroli di Laut Merah, tidak mampu menghalau serangan Yaman sepenuhnya, dan ketika USS Carney pulang pun,  pertempuran di Laut Merah belum berakhir.

Pemimpin gerakan Ansar Allah, Abdul-Malik al-Houthi, menekankan bahwa kemampuan rudal canggih Angkatan Bersenjata Yaman tidak dapat dihindari atau dicegah, dan bahwa operasi di Yaman “jelas mempengaruhi AS, Israel dan Inggris. ”

Pemimpin gerakan Ansarullah Yaman, Sayid Abdul-Malik al-Houthi, memastikan kemampuan rudal canggih militer Yaman tidak dapat dihindari atau dicegah, dan bahwa operasi di Yaman “jelas mempengaruhi pasukan AS, Israel dan Inggris. ” (almayadeen/alalam)

Media Israel Mewanti Skenario Iran Dekat Mesir

Media Israel membuat laporan-laporan yang memperingatkan mengenai apa yang mereka sebut kemajuan pesat Iran ke wilayah timur Benua Afrika serta dampak yang diklaim akan terjadi terhadap Terusan Suez di masa depan.

Sebuah laporan dari situs berita Israel Nziv mengatakan, “Jika Iran secara khusus melakukan ekspansi di Eritrea, Terusan Suez akan hilang selamanya, dan Iran akan memberikan dampak besar pada perekonomian Eropa, dan ini juga akan menjadi pukulan telak bagi AS dan para pengikutnya di kawasan sekitar.”

Laporan situs berbahasa Ibrani menambahkan bahwa di mata Teheran “kehadiran Iran di Eritrea akan berdampak positif dalam menjaga keamanan maritim, memerangi pembajakan kolonial Barat, dan meningkatkan kerja sama antara Yaman, Mesir, Iran, dan seluruh kawasan.”

Situs Nziv melanjutkan: “Setelah memperbarui hubungan dengan Sudan dan memperbarui jalur konvoi senjata dari Iran ke Yaman dan Gaza melalui Sudan, musim semi hubungan dengan Eritrea dimulai, yang lokasinya di seberang pantai barat Yaman dianggap menentukan bagi Iran.”

Laporan itu juga menyebutkan, “Israel di masa lalu melakukan upaya besar untuk menjauhkan Iran dari kawasan itu, dan kini tangan-tangan besar Tel Aviv tenggelam di laut. Tidak ada Kementerian Luar Negeri di Israel, dan menterinya pun tenggelam sibuk dengan perang politik di dalam partainya dan tidak berbuat apa-apa.”

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Eritrea mengatakan: “Asmara (ibu kota Eritrea) siap memperluas hubungannya dengan Teheran bahkan pada tingkat strategis.”

Sementara itu, surat kabar Jerman  Bild pada hari Senin (1/7) melaporkan bahwa Israel akan memulai operasi darat di Lebanon selatan pada paruh kedua bulan Juli ini  jika kelompok pejuang Hizbullah, sekutu terdekat Iran,  tidak berhenti membom wilayah utara Palestina pendudukan.

Menurut diplomat Barat, Israel sedang mempersiapkan “skenario ekstrem,” dan jika Hizbullah tidak berhenti membom wilayah Israel maka operasi darat di Lebanon akan dimulai  “pada minggu ketiga atau keempat bulan Juli.”

Surat kabar Bild dalam laporannya menyatakan, “Organisasi ini (Hizbullah) tidak berniat berhenti membom Israel.”

Seorang perwakilan Hizbullah belum lama ini mengatakan kepada Washington Post bahwa kelompok ini “siap menghentikan serangan hanya jika agresi di Gaza berhenti, dan tidak berniat membahas perjanjian apa pun sampai perang berhenti.” (raialyoum)