Jakarta, ICMES: Kelompok Islamis khwanul Muslimin (IM) menuduh pemerintah Mesir melakukan “pembunuhan perlahan” terhadap mantan presiden Mohamed Morsi.
Iran memastikan akan melampaui batas persediaan uranium yang telah ditetapkan dalam kesepakatan nuklir mulai 27 Juni 2019.
Kelompok pejuang Ansarullah (Houthi) di Yaman mengaku telah menyerang lagi bandara Abha di bagian selatan Arab Saudi dengan pesawat nirawak.
Akademikus ternama Arab Saudi, Khaled Al-Dakhil, menyoal sikap Mesir mengenai sepak terjang Iran di kawasan Timur Tengah, terutama terkait dengan ketegangan Iran dengan sebagian negara Arab.
Berita selengkapnya:
Mantan Presiden Mesir Mohamed Morsi Meninggal, Ikhwanul Muslimin Salahkan Pemerintah
Kelompok Islamis khwanul Muslimin (IM) menuduh pemerintah Mesir melakukan “pembunuhan perlahan” terhadap mantan presiden Mohamed Morsi, yang meninggal aat menghadiri persidangan di Kairo, Senin (17/6/2019).
Dalam sebuah pernyataan berjudul “Pembunuhan Presiden Mohamed Morsi” di portal internetnya, Partai Keadilan dan Kebebasan milik IM menegaskan, “Mereka (pemerintah Mesir) menempatkannya di sel isolasi selama masa penahanan lima tahun. Mereka mencegahnya dari obat-obatan, memberinya makanan yang buruk, mencegahnya dari dokter dan pengacara, bahkan dari keluarganya, mencegahnya dari hak asasi manusia yang paling dasar, dengan tujuan membunuhnya secara perlahan. ”
Sementara itu, Abdel-Razzaq Maqri, kepala Gerakan Masyarakat untuk Perdamaian, partai Islam terbesar di Aljazair, mengomentari kematian Morsi dengan mengucapkan, ” Semoga Allah merahmati Anda, Presiden Mesir yang sah dan tertindas…. Kami memohon kepada Allah agar mewudukan kebenaran di Negeri Kananah (Mesir) dan menolong setiap orang yang tertindas.”
Amnesti International menyerukan kepada otoritas Mesir agar melakukan penyelidikan komprehensif, transparan dan adil terkait kematian Morsi.
“Kami menyerukan kepada pihak berwenang Mesir untuk melakukan penyelidikan yang tidak memihak, menyeluruh, dan transparan mengenai keadaan kematiannya dan keadaan penahanannya, termasuk kurungan isolasi dan pengucilan dari dunia luar,” seru organisasi itu dengan tulisan berbahasa Arab di akun Twitter-nya.
Kelompok pejuang Hamas di Palestina menyebut Morsi telah “menghabiskan usianya dalam perjuangan panjang untuk mengabdi kepada Mesir dan rakyatnya serta demi menyelesaikan persoalan umat, terutama terkait isu Palestina di semua tingkat regional dan internasional.”
Hamas menambahkan bahwa Morsi “telah memberikan banyak pembelaan untuk Quds dan al-Aqsa sejak ia menjadi anggota parlemen Mesir”.
Sebelumnya pada hari Senin, televisi pemerintah Mesir mengumumkan kematian Morsi selama persidangannya.
Morsi adalah presiden pertama yang terpilih secara demokratis dalam sejarah Mesir pada tahun pada 2012, menyusul revolusi rakyat yang memaksa diktator Hosni Mubarak (1981-2011) mundur.
Pada 3 Juli 2013, militer Mesir menggulingkan Morsi yang merupakan anggota IM, setelah hanya satu tahun berkuasa. Para pendukungnya menyebut tindakan militer Mesir itu sebagai sebagai “kudeta militer”, sedangkan pihak lawannya menyebutnya sebagai “revolusi rakyat.”
Abdul Fattah al-Sisi yang saat itu menjabat menteri pertahanan dan kini menjadi presiden Mesir adalah orang yang bertanggungjawab dalam penggulingan Morsi, sebelum kemudian mengambil alih kekuasaan pada pertengahan 2014. (railayoum)
Abaikan Perjanjian Nuklir, Iran Akan Tingkatkan Pengayaan Uranium Hingga 300 Kilogram
Iran memastikan akan melampaui batas persediaan uranium yang telah ditetapkan dalam kesepakatan nuklir mulai 27 Juni 2019.
“Hari ini telah dimulai hitungan mundur untuk melampaui cadangan uranium yang diperkaya 300 kilogram, dan dalam waktu 10 hari kami akan melewati batas ini. Ini didasarkan pada Pasal 26 dan 36 (perjanjian nuklir), dan akan dibatalkan setelah pihak lain memenuhi komitmen mereka,” kata juru bicara Badan Tenaga Atom Iran Behrouz Kamalvandi kepada wartawan di Fasilitas Reaktor Air Ringan Arak, Senin (17/6/2019).
Dia menambahkan bahwa Iran juga dapat meningkatkan pengayaan uranium hingga 20 persen untuk digunakan di reaktor lokal.
Kesepakatan nuklir yang diteken pada tahun 2015 dan dinamai Rencana Aksi Bersama Komprehensif (Joint Comprehensive Plan of Action /JCPOA ) membatasi tingkat pengayaan uranium, yaitu sebesar 3,67 persen.
Kamalvandi menjelaskan, “Satu skenario adalah bahwa kita akan menetapkan 3,67 untuk pembangkit listrik Bushehr, yang membutuhkan 5 persen (uranium yang diperkaya), atau jika kita menentukan untuk kebutuhan Reaktor Penelitian Teheran, itu akan menjadi 20 persen. Berbagai skenario telah dipertimbangkan.”
Bulan lalu, Iran mengurangi beberapa komitmennya kepada kesepakatan nuklir, dan memperingatkan bahwa dalam 60 hari akan mengulangi penyulingan uranium ke tingkat fisil yang lebih tinggi jika Eropa gagal melindungi perdagangannya dari sanksi AS.
Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan bahwa Iran akan berhenti mengindahkan pembatasan stok uranium yang diperkaya dan air berat yang disepakati dalam kesepakatan nuklir.
Kamalvandi mengatakan masih ada waktu bagi negara-negara Eropa untuk JCPOA.
“Cadangan Iran setiap hari meningkat pada tingkat yang lebih cepat. Dan jika penting bagi mereka (Eropa) untuk menjaga perjanjian itu, mereka harus melakukan upaya terbaik mereka … Begitu mereka melaksanakan komitmen mereka, maka segala sesuatu secara alami akan kembali kepada keadaan semula,” ujarnya.
Namun demikian, Kamalvandi mengaku pessimis dengan mengatakan, “Orang-orang Eropa telah secara tidak langsung menyatakan ketidakmampuan mereka untuk bertindak.” (presstv)
Ansarullah Yaman Kembali Gempur Bandara di Saudi Dengan Pesawat Nirawak
Kelompok pejuang Ansarullah (Houthi) di Yaman mengaku telah menyerang lagi bandara Abha di bagian selatan Arab Saudi dengan pesawat nirawak.
Juru bicara militer Yaman Brigjen Yahya Sarie melalui akunnya di situs jejaring sosial “Facebook”, menyebutkan bahwa pesawat-pesawat nirawak Yaman telah melancarkan operasi besar-besaran ke Bandara Internasional Abha.
Dia memastikan serangan itu “mencapai sasarannya dengan akurasi tinggi dan mengganggu navigasi udara di bandara itu”, namun rinciannya akan diumumkan dalam beberapa jam mendatang.
Pihak koalisi yang dipimpin Saudi belum berkomentar mengenai serangan ini.
Sebelumnya di hari yang sama Ansarullah mengancam bahwa tiga bandara Saudi, yaitu Abha, Jizan dan Najran akan menjadi sasaran permanen senjata Yaman.
Yahya Sarie menegaskan bahwa serangan ke bandara Saudi Abha pada dini hari Senin itu berjalan sukses, dan dilancarkan dengan menggunakan nirawak jenis Qasif K-2 dengan sasaran landasan pacu dan pendaratan.
Dia mengingatkan bahwa serangan Yaman terhadap Saudi tak lain merupakan balasan atas berlanjutnya “agresi brutal dan blokade zalim” terhadap rakyat Yaman oleh aliansi pimpinan Saudi.
Dia juga mengimbau warga sipil menjauh dari bandara di Saudi agar tidak terkena dampak serangan dari pasukan Yaman.
Yahya Sarie mengingatkan kepada Saudi dan sekutunya bahwa balasan terhadap agresi tidak akan terbatas pada bandara, melainkan akan mencapai target-target vital lain. (railayoum)
Mesir Bungkam Soal Iran, Akademikus Kondang Saudi Kesal
Akademikus ternama Arab Saudi, Khaled Al-Dakhil, menyoal sikap Mesir mengenai sepak terjang Iran di kawasan Timur Tengah, terutama terkait dengan ketegangan Iran dengan sebagian negara Arab di Teluk Persia, terutama Arab Saudi.
“Apa pendirian Mesir terhadap peran Iran? Sejak musim panas 2013, tidak ada sikap Mesir yang jelas tentang ini. Mesir menghindari penyebutan Iran dalam statemen-statemennya,” cuit Khalid al-Dakhil di Twitter, Senin (17/6/2019).
Asisten profesor sosial politik Universitas Kong Saud ini melanjutkan, “Pernyataan-pernyataan karet (seperti bahwa keamanan Teluk adalah keamanan Mesir), apa pentingnya? Apakah Mesir rela jika Iran atau milisi sektarian lainnya campuratangan di negara-negara Arab?”
Pada cuitan lain, Al-Dakhil menyebutkan bahwa peran Mesir layak dipertanyakan karena kedudukannya sebagai negara besar yang bahkan menjadi satu pilar Arab.
Dia kemudian mengaku prihatin atas situasi orang-orang Arab.
“Kondisi Arab menyedikan. Ada yang diduduki, ada yang tidak stabil, dan yang stabilpun tidak membentuk blok yang koheren terhadap tantangan. Seandainya negara-negara besar seperti Arab Saudi, Mesir dan Maroko bersatu maka pemandangannya akan berbeda,” tulisnya. (rt)