Rangkuman Berita Utama Timteng Selasa 26 November 2019

demo di teheran2Jakarta, ICMES. Komandan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami dalam orasinya di hadapan jutaan massa pengunjuk rasa anti-AS dan sekutunya melontarkan ancaman keras dengan menyatakan bahwa AS, Israel, Inggris dan Arab Saudi akan hancur jika mereka melanggar “garis merah” Iran.

Tiga negara Arab di Teluk Persia menyambut baik inisiatif Iran untuk keamanan di kawasan ini. Demikian dikatakan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi.

Kelompok pejuang Ansarullah (Houthi) menggempur kamp-kamp militer pasukan koalisi pimpinan Saudi dan pasukan loyalitas presiden pelarian Yaman Abed Rabbuh Mansour Hadi di kota Mocha, Yaman tengah.

Otoritas Palestina dan berbagai organisasi pejuang Palestina menyatakan Israel bertanggungjawab atas kematian seorang tawanan Palestina bernama Sami Abu Diyak, 36 tahun.

Berita selengkapnya:

Di Tengah Jutaan Massa, Komandan IRGC Mengancam akan Hancurkan AS, Israel, Inggris, dan Saudi

Komandan pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami dalam orasinya di hadapan jutaan massa pengunjuk rasa anti-AS dan sekutunya melontarkan ancaman keras dengan menyatakan bahwa AS, Israel, Inggris dan Arab Saudi akan hancur jika mereka melanggar “garis merah” Iran.

“Kami telah memperlihat sikap menahan diri, menunjukkan kesabaran atas gerakan-gerakan agresif AS, Rezim Zionis (Israel), dan Saudi terhadap Republik Isam Iran. Tapi kami akan menghancurkan mereka jika mereka melanggar garis merah,” ancam Salami ketika menjumpai keluarga anggota Brigade Imam Husain IRGC yang terbunuh dalam peristiwa kerusuhan di Iran belakangan ini, sebagaimana dikutip Rai al-Youm, Senin (25/11/2019).

Dia lantas bersumpah, “Kami akan membalas darah syuhada pembela keamanan dari kekuatan-kekuatan arogan dunia dan para anteknya di negara ini.”

Komandan  IRGC memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam kerusuhan di Iran belakangan ini tidak akan lolos dari kejaran badan intelijen Iran. Dia juga berharap pengadilan Iran dapat menjatuhkan vonis hukuman berat terhadap orang-orang yang dia sebut “para antek bayaran” itu.

Pada kesempatan lain dalam orasinya di tengah jutaan massa unjuk rasa anti-AS di Teheran, Senin, dia mengancam Israel dengan menegaskan, “Saya katakan kepada kaum Zionis, janganlah mengandalkan Amerika, karena ia tidak akan datang untuk menyelamatkan kalian. Dan kalaupun datang maka ia datang setelah kalian habis, dan terlambat.”

Dia melanjutkan, “Saya tegaskan kepada AS, Israel, Inggris, dan klan al-Saud bahwa jika kalian melewati batas kalian maka kami akan menghancurkan kalian.”

Jenderal Salami juga memastikan bahwa kerusuhan yang terjadi di Iran belakangan ini merupakan akibat dari kekalahan kubu musuh Iran di berbagai kancah konflik selama empat dekade terakhir.

Sebelumnya, pihak yang berwenang di Iran melontarkan tuduhan bahwa para antek AS, Israel, dan Saudi berada di balik kerusuhan dan bentrokan berdarah yang mewarnai unjuk rasa protes terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak.

Kerusuhan itu sendiri lantas dihadapi oleh jutaan rakyat Iran dengan menggelar unjuk rasa akbar anti AS serta sekutu dan anteknya di pelbagai kota dan daerah Iran selama beberapa hari berturut-turut, yaitu sejak Kamis pekan lalu hingga Senin kemarin (21-25/11/2019). (raialyoum/alalam)

Iran Nyatakan Tiga Negara Teluk Menyambut Baik “Prakarsa Perdamaian Hormuz”

Tiga negara Arab di Teluk Persia menyambut baik inisiatif Iran untuk keamanan di kawasan ini. Demikian dikatakan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi, Senin (25/11/2019).

Tanpa menyebutkan nama, dia menjelaskan bahwa tiga negara itu menyambut inisiatif Iran dan membalasnya dengan surat tertulis yang ditujukan kepada Presiden Iran Hassan Rouhani.

Pada awal November lalu Kementerian Luar Negeri Iran mengumumkan bahwa Rouhani telah melayangkan surat kepada  negara-negara Arab anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dan Irak mengenai gagasannya untuk mengamankan pelayaran di kawasan Teluk Persia. Rouhani menamai  gagasan itu  “Prakarsa Perdamaian Hormuz.”

Mousavi mengatakan, “Saya berharap bahwa negara-negara di kawasan ini akan menanggapi seruan Iran untuk perdamaian, dan telah kami nyatakan bahwa di mana negara-negara asing bercokol di situ mereka mendatangkan kekcauan. Sebagian negara telah memberikan balasan tertulis untuk surat Presiden Rouhani, dan ada tiga negara yang telah menyambut baik inisiatif Iran ini.”

Dia menekankan bahwa Iran “mengutuk peran pasukan asing di kawasan  dan menganggapnya sebagai pemicu instabilitas dan ketegangan,” sementara prakarsa Iran itu adalah “dalam rangka menggalang keamanan bagi kawasan.”

Sebelumnya, Presiden Rouhani menyebutkan bahwa prakarsa itu merupakan proyek kerjasama  Iran dengan negara-negara regional untuk membangun keamanan di Teluk Persia, Selat Hormuz, dan Laut Oman.

Dia menekankan bahwa kebercokolan pasukan asing di kawasan Teluk Persia berbahaya bagi keamanan jalur perairan, keamanan maritim, serta keamanan minyak dan energi.

Di pihak lain, Saudi dan Uni Emirat Arab pada September lalu menegaskan tekadnya bergabung dengan aliansi yang dipimpin AS untuk menjamin keamanan pelayaran di Teluk Persia. (raialyoum)

Ansarullah Yaman Gempur Pasukan Koalisi, 350 Orang Tewas dan Luka

Kelompok pejuang Ansarullah (Houthi) menggempur kamp-kamp militer pasukan koalisi pimpinan Saudi dan pasukan loyalitas presiden pelarian Yaman Abed Rabbuh Mansour Hadi di kota Mocha, Yaman tengah, sebagai reaksi atas pelanggaran yang dilakukan pasukan koalisi di kawasan pantai barat Yaman.

Juru bicara militer Yaman yang bersekutu dengan Ansarullah, Brigjen Yahya Saree, mengumumkan bahwa pada Senin malam mereka telah melancarkan serangkaian serangan rudal dan nirawak ke kota Mocha, provinsi Taiz.

“Pasukan kami telah melancarkan operasi ‘Wa in Udtum Udna’ (Jika Kalian Datang Lagi Maka Kamipun Datang Lagi)’ dengan sasaran kamp-kamp militer pasukan agresor (koalisi Arab) dan para anteknya (pasukan loyalis Hadi) di kawasan Mocha sebagai reaksi atas pelanggaran pihak agresor di pantai barat,” ungkap Saree dalam siaran persnya.

Dia menjelaskan bahwa operasi militer itu dilakukan dengan menembakkan sembilan unit rudal balistik dan menerbangkan lebih dari 20 unit pesawat nirawak.

“Operasi ini mengakibatkan lebih dari 350 orang tewas dan luka di pihak musuh, termasuk orang Saudi, Uni Emirat Arab dan Sudan, dan menghancurkan gudang-gudang senjata serta sejumlah mobil dan kendaraan lapis baja di kamp-kamp yang menjadi target di Mocha,” terangnya.

Dia mengatakan bahwa operasi ini dilancarkan sebagai tanggapan atas pelanggaran pasukan koalisi Arab di Pantai Barat, “di mana jumlah pergerakan maju dan infiltrasi mencapai lebih dari 120 operasi.”

Dia melanjutkan bahwa jumlah pelanggaran atas perjanjian Swedia sejak pemberlakuan gencatan senjata mencapai 30.845 kasus, termasuk 336 ribu pelanggaran penerbangan.

Kota pesisir Mocha berada di bawah kendali pasukan loyalis Hadi yang didukung oleh pasukan koalisi Arab, dan telah menjadi ajang kontak senjata dan kekerasan antara kedua belah pihak hingga menyebabkan kerugian material dan manusia dalam jumlah signifikan. (raialyoum)

Palestina Nyatakan Israel Bertanggungjawab atas Kematian Tahanan Sami Abu Diyak

Otoritas Palestina dan berbagai organisasi pejuang Palestina menyatakan Israel bertanggungjawab atas kematian seorang tawanan Palestina bernama Sami Abu Diyak, 36 tahun.

Kantor Kepresidenan Palestina, Selasa (26/11/2019), menyatakan bahwa Israel sengaja mengabaikan faktor kesehatan Abu Diyak hingga dia meninggal dunia, dan karena itu Israel berpotensi melakukan pengabaian serupa terhadap para tahanan Palestina lain yang mendekam dalam penjara-penjara Israel.

Gerakan Fatah Palestina juga angkat bicara dengan menyatakan bahwa Israel bertanggungjawab atas “kejahatan perang” pembunuhan Abu Diyak.

Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) juga membuat pernyataan serupa dan menjelaskan Abu Diyak gugur “karena kondisi penahanannya yang buruk serta pengabaian terhadap faktor kesehatannya”. Menurut Hamas, kondisi kesehatan Abu Diyak sangat buruk tapi Israel tidak memberikan layanan pengobatan yang semestinya.

Komisi Urusan Tahanan dan Orang-Orang Palestina Yang Dibebaskan, yang bernaung di bawah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dalam statemennya menyatakan Abu Diyak gugur syahid akibat penyakit kanker serta memburuknya kesehatan dirinya sejak beberapa bulan lalu.

Menurut komisi ini, Abu Diyak ditangkap pada tahun 2002, kemudian dijatuhi tiga vonis hukuman penjara seumur hidup dan satu vonis hukuman penjara 30 tahun, dan lalu “masalah kesehatannya diabaikan” oleh Israel sehingga menjadi tak ubahnya dengan “pembunuhan terencana”.

Abu Diyak adalah tahanan Palestina keempat yang dinyatakan gugur syahid sejak awal tahun ini dalam penjara-penjara Israel yang menyekap sekira 6000 tahanan Palestina. (wafa)