Jakarta, ICMES. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kana’ani mengecam keras penghinaan terhadap Islam dengan alasan kebebasan berbicara, dan menolak kaitan apapun antara Teheran dan serangan terhadap Salman Rushdie, penulis novel anti-Islam The Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan).
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian menyatakan Teheran akan memberi kesimpulan akhirnya mengenai rencana pemulihan kesepakatan nuklir 2015 kepada koordinator Uni Eropa (UE) dalam pembicaraan tentang kesepakatan yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tersebut.
Pasukan Israel telah membunuh seorang pemuda Palestina dalam mereka ke lingkungan Kufr Aqab di kota Quds (Yerusalem) Timur.
Berita Selengkapnya:
Salahkan Salman Rushdie, Iran Bantah Keterkaitan Penikam dengan Teheran
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kana’ani mengecam keras penghinaan terhadap Islam dengan alasan kebebasan berbicara, dan menolak kaitan apapun antara Teheran dan serangan terhadap Salman Rushdie, penulis novel anti-Islam The Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan).
Rushdie ditikam di atas panggung dalam sebuah acara di New York, AS, pada hari Jumat lalu. Pelaku penikaman, Hadi Matar, 24 tahun, warga New Jersey, AS, ditangkap di tempat kejadian.
The Satanic Verses yang diterbitkan pada tahun 1988 telah memicu kemarahan umat Islam di seluruh dunia. Imam Khomeini, pendiri Republik Islam Iran, mengeluarkan fatwa yang menyerukan hukuman mati terhadap Rushdie. Meski demikian, Iran menyatakan tidak akan menugaskan siapa pun untuk melaksanakan fatwa itu.
Dalam konferensi pers mingguannya di Teheran, Senin (15/8), Kana’ani membantah keras adanya hubungan Iran dengan Matar.
“Dalam serangan terhadap Salman Rushdie di AS, kami tidak menganggap siapa pun pantas disalahkan dan bahkan dikutuk selain Rushdie sendiri dan para pendukungnya,” kata Kana’ani kepada wartawan.
Dia menyebutkan Rushdie telah membangkitkan kemarahan publik dengan menghina Islam dan melangkahi garis merah lebih dari 1,5 miliar Muslim di dunia serta garis merah semua pengikut agama samawi.
“Tak ada yang berhak menuduh Iran atas insiden itu, menambahkan penghinaan dan dukungan selanjutnya adalah penghinaan terhadap semua agama dan nabi ilahi,” imbuhnya
Rushdie yang kini berusia 75 tahun dilaporkan ditikam “beberapa kali” mengakibatkan “hati yang rusak”, “saraf yang terputus di lengan, dan matanya [yang] kemungkinan besar akan buta”. Dia memakai ventilator, dengan kondisinya digambarkan sebagai “serius tapi dapat dipulihkan”.
Rushdie diserang saat bersiap memberikan ceramah. Agennya, Andrew Wylie, mengatakan penulisnya menderita luka “parah” tapi telah dilepas dari ventilator dan sudah bisa berbicara. Menurut Wylie, Rushdie “menuju ke arah yang benar” dari segi pemulihan, tapi masih akan menjalani “proses yang panjang”.
Sementara itu, jubir Kemlu AS Ned Price mengecam pernyataan jubir Kemlu Iran bahwa Rushdie dan pengikutnya harus disalahkan. Ned menyebut pernyataan itu “tercela, menjijikkan”.
“Bukan rahasia lagi bahwa rezim Iran telah menjadi pusat ancaman terhadap hidupnya,†kata Price.
Media Iran memuji serangan itu. Surat kabar Keyhan yang ultrakonservatif, misalnya, menyatakan “Bravo untuk pria pemberani dan sadar tugas yang telah menyerang pria murtad dan bejat Rushdie.†(fna/aljazeera)
Perundingan Nuklir Masih Tersendat, Iran akan Ajukan Kesimpulan Akhirnya kepada UE
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian menyatakan Teheran akan memberi kesimpulan akhirnya mengenai rencana pemulihan kesepakatan nuklir 2015 kepada koordinator Uni Eropa (UE) dalam pembicaraan tentang kesepakatan yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tersebut.
“Kami belum menawarkan kesimpulan akhir kami kepada pihak lawan. Kami akan menyampaikan kesimpulan akhir kami tentang masalah yang luar biasa ini kepada koordinator UE secara tertulis pada tengah malam hari ini untuk melihat umpan balik apa yang akan didapat dan reaksi apa yang akan ditunjukkan AS, †kata Amir-Abdollahian pada Senin malam (15/8).
Dia menyebutkan bahwa jika AS menunjukkan reaksi yang realistis dan fleksibel terhadap tawaran Iran, maka “kami akan berada di titik kesepakatanâ€.
Dia juga mengatakan, “Pihak AS secara lisan menyetujui dua proposal yang ditawarkan oleh Iran. Namun, AS ingin mendapatkan lebih banyak konsesi dan tidak menunjukkan fleksibilitas. Kami harus berbicara lebih banyak, dan pihak-pihak yang mencoba mendekatkan posisi kami harus (berusaha) membuat AS lebih dekat dengan sudut pandang logis kami,†kata Amir-Abdollahian.
Dia menambahkan bahwa kini giliran AS untuk melunak, dan bahwa penerimaan Washington secara lisan atas dua tawaran Iran “harus berubah menjadi teks dan harus menunjukkan fleksibilitas pada satu masalah.”
Sembari menyebut hari-hari mendatang sebagai hari-hari penting, Menlu Iran memastikan Teheran siap untuk mencapai kesimpulan melalui pertemuan menteri luar negeri dan mengumumkan kesepakatan akhir jika pandangannya diterima.
“Ini adalah keputusan negara bahwa jika garis merah kami dihormati, kami tidak akan bermasalah dengan pencapaian kesepakatan. Salah satu alasan perpanjangan (pembicaraan pemulihan JCPOA] ialah bahwa kami tidak ingin melampaui garis merah,†jelasnya.
Menurutnya, AS hanya berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.
“Sedangkan kami tidak ingin menyelesaikan kesepakatan dan kemudian melihat bahwa garis merah kami belum diindahkan,†lanjutnya.
Empat hari pembicaraan Wina antara perwakilan Iran dan lima pihak yang tersisa di JCPOA untuk menyelamatkan kesepakatan ini berakhir pada 8 Agustus dengan teks yang dimodifikasi di atas meja.
Pembicaraan Wina telah dilanjutkan pada 4 Agustus setelah beberapa bulan membentur jalan buntu, dan negosiasi tingkat ahli diadakan antara Iran dan kelompok negara-negara P4+1 (Inggris, Perancis, Rusia dan China plus Jerman). (presstv)
Pasukan Zionis Bunuh Satu Pemuda Palestina di Kota Quds
Pasukan Israel telah membunuh seorang pemuda Palestina dalam mereka ke lingkungan Kufr Aqab di kota Quds (Yerusalem) Timur.
Kantor berita Palestina, Wafa, melaporkan bahwa Mohammad Ibrahim Shham, 21 tahun, ditembak di rumahnya pada hari Senin (15/8).
Ayahnya mengatakan kepada media lokal bahwa pasukan Israel menggerebek rumahnya pada dini hari dan menembak kepala putranya dari jarak dekat. Pasukan pendudukan itu kemudian mengumumkan kematiannya tak lama setelah itu.
“Kami tidak tahu alasan atau mengapa mereka datang ke rumah. Mereka akan membunuh kami semua jika putra saya yang lain dan saya tidak bersembunyi di dalam,†kata Ibrahim Shham.
Media Israel mengutip pernyataan tentara Zionis bahwa Shham telah “berusaha menusuk tentara yang melepaskan tembakan sebagai tanggapan”.
Kemlu Otoritas Palestina mengutuk pembunuhan itu dan menyebutnya “taktik mafia teroris terorganisirâ€.
Kementerianitu menambahkan pembunuhan itu merupakan bagian dari “serangkaian eksekusi dan pembunuhan di lapangan yang dilakukan oleh pasukan pendudukan di bawah instruksi tingkat politik di negara pendudukan.” (aljazeera)