Rangkuman Berita Utama Timteng Selasa 1 Maret 2022

Jakarta, ICMES. Suriah menyatakan bahwa negara-negara yang selama ini mendukung peperangan di berbagai negara lain di dunia tak berhak mengutuk Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin selama sekitar satu setengah jam telah memintanya menghentikan serangan terhadap warga sipil, dan “Putin menegaskan bahwa dia bertekad untuk demikian (tak menyerang sipil)”.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut invasi militer Rusia terhadap Ukraina “tidak dapat diterima”, tapi Turki tetap menjaga eratnya hubungan dengan Moskow maupun Kyiv.

23 warga Palestina terluka dalam bentrokan dengan pasukan Israel di daerah Bab Al-Amoud di Quds (Yerusalem), ketika mereka berbondong-bondong ke Masjid Al-Aqsa untuk memperingati Isra dan Al-Miraj.

Berita Selengkapnya:

Suriah: Negara-Negara Pendukung Perang di Dunia Tak Berhak Kutuk Rusia

Seorang pejabat Suriah menyatakan bahwa Moskow menginvasi Ukraina setelah kehabisan semua kesempatan untuk penyelesaian melalui jalur diplomatik, dan negara-negara yang selama ini mendukung peperangan di berbagai negara lain di dunia tak berhak mengutuk Rusia.

Dalam wawancara dengan Sputnik yang disiarkan pada hari Senin (28/2), Penasehat Khusus Presiden Suriah Luna Al-Shibil mengatakan, “Kami mendukung operasi militer ini, dan proses operasi militer ini tak dapat dibicarakan tanpa melihat latar belakang proses politik dan diplomatik sebelumnya.”

Dia menambahkan, “Rusia tak mengandalkan operasi militer ini kecuali setelah kehabisan semua kesempatan dan ketika ancaman dan bahaya militer terhadap Rusia sudah mencapai bahaya yang mematikan.”

Al-Shebel menilai klaim permusuhan Barat  dengan Nazisme sebagai “kebohongan besar”  dan Barat akan lebih menderita akibat blokade terhadap Rusia daripada Rusia sendiri.

Menurutnya, Suriah telah menyatakan kesediaannya mengakui republik Donetsk dan Luhansk sekitar dua bulan lalu dan “tidak takut akan sanksi Barat.”

Al-Shebel mengatakan bahwa negara-negara pendukung perang sebelumnya di sejumlah negara di dunia, termasuk Suriah, tidak berhak mengutuk Rusia.

“Negara-negara yang telah membunuh jutaan orang sejak Perang Korea dan kemudian perang di Vietnam, Afghanistan dan Irak, dan hari ini di Suriah, tak berhak berbicara tentang hukum internasional, legitimasi atau hati nurani,” tegasnya.

Dia menekankan bahwa negara-negara Barat telah mengubah dunia menjadi “rimba” di mana yang kuat memangsa yang lemah, dan dengan demikian Rusia bukan saja berhak melainkan bahkan berkewajiban mempertahankan diri.

Penasehat Khusus Presiden Suriah mengaku memiliki informasi adanya kawanan bersenjata yang pergi ke Ukraina untuk melawan pasukan Rusia.

“Kami memiliki informasi tentang kepergian militan ekstremis dari Timur Tengah ke Ukraina dan Kazakhstan,” pungkasnya. (sana)

Kecam “Kekaisan Pembohong Barat”, Putin Berjanji kepada Macron Tak Serang Sipil di Ukraina

Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam kontak telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin selama sekitar satu setengah jam telah memintanya menghentikan serangan terhadap warga sipil, dan “Putin menegaskan bahwa dia bertekad untuk demikian (tak menyerang sipil)”.

Menurut Istana Kpresiden Prancis Elysee, Senin (28/2), Macron juga berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky “berulang kali dalam beberapa jam terakhir,” dan Macron mengontak Putin “atas permintaan” Zelensky.

Selama panggilannya dengan Putin, “(Macron) mengulangi permintaan komunitas internasional untuk penghentikan serangan Rusia terhadap Ukraina, dan menegaskan kembali perlunya pemberlakuan gencatan senjata secepatbta,” menurut pada hari kelima invasi Rusia ke Rusia. Ukraina.

Presiden Prancis mendesak supaya “semua serangan terhadap warga sipil dan tempat tinggal mereka dihentikan, semua infrastruktur sipil dan jalan diamankan, terutama jalan di selatan Kyiv,” ketika “pembicaraan antara delegasi Rusia dan Ukraina dimulai” di perbatasan Ukraina-Belarusia.

Macron juga menyerukan “penghormatan terhadap hukum hak asasi manusia internasional, perlindungan warga sipil dan pengiriman bantuan, sesuai dengan resolusi yang diusulkan oleh Prancis di hadapan Dewan Keamanan PBB.”

Kontak telefon antara Putin dan Macron ini adalah yang kedua kalinya sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari. Pada Kamis lalu kedua melakukan kontak telefon menjelang pertemuan puncak luar biasa Uni Eropa di Brussels.

Pada hari Senin, Putin mengutuk apa yang disebutnya “kekaisaran pembohong” Barat ketika Barat memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Menurut dekrit yang diterbitkan di situs Kremlin, penduduk Rusia akan dilarang mentransfer uang ke luar negeri mulai Selasa, setelah rubel sebelumnya mencapai posisi terendah sepanjang masa terhadap dolar dan euro.

Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara lain menjatuhkan sanksi terhadap Rusia antara lain dengan memutuskan bank-bank besar Rusia dari sistem pengiriman uang SWIFT, dan telah memblokir semua transfer dengan Bank Sentral Rusia. (raialyoum)

Erdogan: Invasi Rusia ke Ukraina Tak Dapat Diterima, Tapi Turki Tetap Jaga Hubungan

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut invasi militer Rusia terhadap Ukraina “tidak dapat diterima”, tapi Turki tetap menjaga eratnya hubungan dengan Moskow maupun Kyiv.

“Serangan Rusia ke wilayah Ukraina tidak dapat diterima, dan kami menghargai perjuangan pemerintah dan rakyat Ukraina,” ungkap Erdogan dalam jumpa pers usai rapat kabinet, Senin (28/2).

Dia menambahkan, “Kami tidak akan melepaskan kepentingan nasional kami, dengan mempertimbangkan keseimbangan regional dan global. Itulah mengapa kami mengatakan bahwa kami tidak akan meninggalkan Ukraina atau Rusia.”

Erdogan mengatakan bahwa Turki sebagai anggota NATO menghormati komitmennya terhadap aliansi ini, meskipun ia juga tak dapat mengabaikan “kepentingan nasionalnya” di kawasan.

Menurut Erdogan, Turki yang berbagi perbatasan maritim dengan Ukraina dan Rusia memiliki hubungan baik dengan keduanya dan akan menerapkan pakta angkatan laut internasional untuk mencegah eskalasi perang.

Konvensi Montreux 1936 memberi Turki hak untuk melarang kapal perang menggunakan Dardanelles dan Bosporus selama masa perang. Ukraina sebelumnya meminta Ankara untuk menerapkan perjanjian itu dan melarang akses ke kapal perang Rusia.

“Turki bertekad untuk menggunakan wewenang yang diberikan oleh Konvensi Montreux tentang Selat Turki untuk mencegah eskalasi krisis Rusia-Ukraina,” kata Erdogan.

Ankara menjalin hubungan dekat dengan Rusia di sektor energi dan pertahanan, tapi juga telah menjual drone ke Ukraina dan menandatangani kesepakatan untuk memproduksi lebih banyak, meski menggusarkan Rusia. (raialyoum/rferl)

Peringati Israk Mikraj di Quds, 23 Orang Palestina Terluka dalam Bentrok dengan Pasukan Israel

23 warga Palestina terluka dalam bentrokan dengan pasukan Israel di daerah Bab Al-Amoud di Quds (Yerusalem), ketika mereka berbondong-bondong ke Masjid Al-Aqsa untuk memperingati Isra dan Al-Miraj.

Kantor berita Palestina, Maan, Senin (28/2), melaporkan bahwa pasukan Israel merepresi ratusan warga Palestina di daerah tersebut bertsamaan dengan mengalirnya umat Islam ke Masjid Al-Aqsa untuk memperingati Isra dan Mi’raj.

Disebutkan bahwa jalanan di Quds, terutama Bab al-Amud, al-Sahira, Sultan Suleiman, dan Jalan Nablus, telah berubah menjadi ajang bentrok antara warga Palestina dan pasukan Zionis Israel.

Pasukan Zionis melepaskan bom kejut secara masif di jalanan untuk membubarkan massa, menyemprotkan air, dan memukuli puluhan orang dengan tongkat dan tangan.

Situs Arab 48 menyebutkan bahwa pasukan Israel menyerang dan menangkap seorang anak kecil dan seorang pemuda, dan sedikitnya empat orang Palestina dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan.

Pasukan Israel di kawasan dan sekitarnya dikerahkan, sementara pelataran Masjid Al-Aqsha sejak dini hari dipadati kehadiran ribuan jamaah yang menghadiri perayaan peringatan Isra’ dan Mi’raj yang sebelumnya telah diumumkan oleh Departemen Wakaf Islam di Quds.

Situs itu juga melaporkan bahwa Kota Lama Quds dan sekitarnya diwarnai mobilisasi pasukan Israel yang dikerahkan untuk membatasi mengalirnya warga Palestina ke kota ini.  

Sementara itu,Faksi pejuang Jihad Islam Palestina (PIJ) menyerukan kepada semua pejuang Palestina untuk mempertahankan kota al-Quds dan Masjid al-Aqsha dari eskalasi serangan ekstremis pendatang Yahudi Zionis.

Dalam acara bertema “Perlawanan adalah Jalan Menuju Pembebasan” di Kota Gaza, Senin (28/2), Sekjen PIJ, Ziyad al-Nakhalah, menyatakan bahwa pembongkaran rumah-rumah milik warga Palestina di Tepi Barat dan pembunuhan orang tak bersalah mengharuskan para pejuang resistensi Palestina untuk tidak ragu-ragu melawan Israel dengan segala cara yang tersedia di mana saja di Tepi Barat.

Nakhalah juga menekankan perlunya mobilisasi warga Palestina melawan pendudukan Israel, dan menyatakan bahwa langkah demikian membutuhkan partisipasi dan kerja sama semua elemen kekuatan politik dan sosial.

Dia menegaskan kembali sikap tegas PIJ bahwa satu-satunya jalan bagi bangsa Palestina adalah melanjutkan perlawanan.

“Ilusi penyelesaian (politik) dengan musuh Zionis harus dihilangkan, dan rencana persatuan nasional yang menuntut hak-hak historis semua orang Palestina harus didahulukan dari hal lain,” kata Nakhalah.

“Front perlawanan di Palestina dan kawasan sekarang lebih kuat dari sebelumnya, dan musuh, meski memiliki semua jenis amunisi, lebih lemah dari sebelumnya. Ada banyak bukti untuk mendukung premis ini,” imbuhnya.

Israel menduduki Tepi Barat dan al-Quds Timur pasca perang Timur Tengah 1967.

Permukiman Israel yang dibangun di atas tanah Palestina adalah ilegal menurut hukum internasional.

Lebih dari 600.000 orang Israel tinggal di lebih dari 230 pemukiman yang dibangun sejak pendudukan Israel tahun 1967 di wilayah Palestina di Tepi Barat dan Quds Timur. (rt/presstv)