Rangkuman Berita Utama Timteng Sabtu 7 Januari 2023

Jakarta, ICMES. Menlu Iran dan Menlu Pakistan dalam pembicaraan telepon bertukar pikiran mengenai perkembangan situasi di Palestina pendudukan menyusul aksi provokatif anggota kabinet Zionis Israel di komplek Masjid Al Aqsa.

Mikhail Ulyanov, perwakilan Rusia di organisasi internasional yang berbasis di Wina, menyebut  klaim yang dibuat oleh negara-negara Barat tentang pengiriman drone Iran ke Rusia sebagai dalih untuk menghentikan pembicaraan Wina mengenai pemulihan perjanjian nuklir dengan Iran  dan penghapusan sanksi anti-Iran.

Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru terhadap Iran dengan menyasar produsen pesawat nirawak Iran dengan dalih bahwa Iran menyuplai drone ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina.

Rakyat Yaman dalam jumlah besar turun ke jalanan dan menggelar unjuk rasa di berbagai provinsi Yaman untuk menandai kutukan mereka terhadap agresi dan blokade koalisi yang dipimpin Arab Saudi terhadap Yaman.

Berita Selengkapnya:

Iran dan Pakistan Bahas Status Palestina

Menlu Iran dan Menlu Pakistan dalam pembicaraan telepon pada hari Jumat (6/1) bertukar pikiran mengenai perkembangan situasi di Palestina pendudukan menyusul aksi provokatif anggota kabinet Zionis Israel di komplek Masjid Al Aqsa.

Menlu Pakistan Bilawal Bhutto Zardari di akun Twitter resminya pada Jumat malam (6/1) menyatakan, “Saya bernegosiasi dengan Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Hossein Amirabdollahian tentang status saat ini di Palestina.”

Mengekspresikan kepuasan tentang pembicaraannya dengan menteri luar negeri Iran, Zardari menambahkan, “Dalam pembicaraan telepon kami bertukar pandangan tentang langkah rezim Zionis dan invasinya terhadap Masjid Al Aqsa belakangan ini.”

Zardari Mengekspresikan kepuasannya atas pembicaraan dengan sejawatnya dari Iran, Hossein Amir-Abdollahian.

“Dalam pembicaraan telepon, kami bertukar pandangan tentang tindakan rezim Zionis baru-baru ini dan invasi terhadap Masjid Al Aqsa,” ungkapnya.

Dia menambahkan bahwa Pakistan mengutuk keras tindakan Israel itu, dan sekali lagi menekan pendirian Islamabad mengenai perlunya pembentukan negara Palestina merdeka berdasarkan perbatasan sebelum 1967, yang beribukota di Al-Quds (Yerusssalem), sesuai resolusi DK PBB dan  penekanan berulang OKI.

Rabu lalu, Kemlu Pakistan, juga merilis statemen mengecam keras pelanggaran rezim Zionis terhadap kesucian Masjid Al Aqsa, yang telah memperburuk suasana di tanah pendudukan Palestina.

Menteri Keamanan Dalam Negeri baru Israel, Itamar Ben-Gvir, beberapa hari lalu bersama dengan sejumlah Zionis lainnya, dan mengandalkan dukungan pasukan militer, melakukan tindakan provokatif dengan mendatangi komplek Masjid Al Aqsa dari Gerbang Al-Mughariba.

Aksi itu tak pelak menuai protes luas dari umat Islam dan banyak negara Islam, termasuk Iran dan Pakistan. (irna)

Rusia: Klaim Barat Soal Drone Iran Dalih untuk Hentikan Perundingan Wina

Mikhail Ulyanov, perwakilan Rusia di organisasi internasional yang berbasis di Wina, menyebut  klaim yang dibuat oleh negara-negara Barat tentang pengiriman drone Iran ke Rusia sebagai dalih untuk menghentikan pembicaraan Wina mengenai pemulihan perjanjian nuklir dengan Iran (Rencana Aksi Bersama Komprehensif/JCPOA) dan penghapusan sanksi anti-Iran.

“Dugaan pasokan drone adalah alasan canggung untuk membekukan (jika tidak membunuh) #ViennaTalks di #JCPOA. Sepertinya, AS + E3 tergoda untuk beralih ke ‘Rencana B’. Kesalahan besar. Sulit untuk mengharapkan itu rencana seperti bisa menjadi opsi yang kredibel. Kemungkinan besar hanya non-starter,” tulis diplomat Rusia itu dalam sebuah posting di akun Twitter-nya, seperti dikutip MNA, Jumat (6/1)

Ulyanov menambahkan, “Pembicaraan Iran dirusak oleh pasokan drone ke Rusia, 2 pejabat senior AS dan UE memberi tahu saya.”

Pembicaraan untuk menyelamatkan JCPOA dimulai di ibu kota Austria Wina pada April 2021, dengan maksud meninjau keseriusan Washington untuk  bergabung kembali dengan kesepakatan dan menghapus sanksi anti-Iran.

Negosiasi itu terhenti sejak Agustus tahun lalu karena desakan Washington pada pendirian alotnya untuk tidak menghapus semua sanksi yang dijatuhkan pada Iran oleh pemerintahan AS sebelumnya.

Iran bersikuh bahwa AS harus memberikan beberapa jaminan bahwa AS akan tetap berkomitmen pada setiap kesepakatan yang dicapai. (mna)

AS Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Iran, Produsen Drone Jadi Sasaran

Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi baru terhadap Iran dengan menyasar produsen pesawat nirawak (UAV/drone) Iran dengan dalih bahwa Iran menyuplai drone ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina.

Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi pada hari Jumat terhadap enam eksekutif dan anggota dewan Industri Penerbangan Quds (QAI) Iran.

Hal ini menggambarkan bahwa badan yang menjadi sasaran itu merupakan produsen industri pertahanan utama Iran yang bertanggung jawab merancang dan memproduksi drone.

Iran sudah berulang kali menepis tuduhan Washington. Bulan lalu, Menteri Pertahanan Iran Brigjen Mohammad Reza Ashtiani mengatakan pejabat Ukraina telah gagal memberikan bukti untuk klaim mereka bahwa Rusia menggunakan drone  Iran dalam perang yang berkobar di Ukraina sejak Februari tahun lalu sampai sekarang.

Dalam pernyataan usai pertemuan teknis antara para ahli Ukraina dan Iran, Ashtiani mengatakan pihak Ukraina telah berhenti “menyajikan bukti apa pun” selama pertemuan mengenai “penggunaan pesawat nirawak Iran oleh Rusia dalam perang di Ukraina.”

Sebulan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian juga bereaksi terhadap tuduhan AS dan negara-negara Barat lainnya. Dia menyebutkan bahwa Iran telah memberi Rusia sejumlah drone, tetapi pengirimannya dilakukan beberapa bulan sebelum perang di Ukraina.

Pada kesempatan lain di bulan Oktober, Amir-Abdollahian juga menanggapi klaim Barat dengan menegaskan, “Kami belum menjual dan tidak akan menjual senjata dan drone apa pun untuk digunakan dalam perang melawan Ukraina.”

Departemen Keuangan AS mengklaim, “Kami akan terus menggunakan setiap perangkat yang kami miliki untuk menangkal senjata yang gunakan (Presiden Rusia Vladimir) Putin….”

Sanksi baru AS itu juga menyasar direktur Organisasi Industri Dirgantara Iran, yang diklaim Departemen Keuangan AS sebagai organisasi utama yang bertanggung jawab mengawasi proyek rudal balistik Iran.

Pada Juli 2021, The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa AS sedang merencanakan kampanye sanksi terhadap proyek drone dan rudal Iran, enam bulan setelah pelantikan pemerintahan Presiden Joe Biden.

Mengutip pejabat anonim AS, WSJ mengatakan sanksi itu ditujukan untuk mengganggu pengembangan program senjata Iran, yang selalu didefinisikan oleh Republik Islam sebagai program pertahanan murni, yang tidak menimbulkan ancaman apa pun bagi negara asing mana pun. (presstv)

Rakyat Yaman Gelar Unjuk Rasa Anti-Koalisi Pimpinan Arab Saudi

Rakyat Yaman dalam jumlah besar turun ke jalanan dan menggelar unjuk rasa di berbagai provinsi Yaman untuk menandai kutukan mereka terhadap agresi dan blokade koalisi yang dipimpin Arab Saudi terhadap Yaman.

Massa pengunjuk rasa pada hari Jumat (6/1) meneriakkan slogan-slogan yang mengungkapkan kemarahan mereka terhadap blokade ekonomi AS terhadap Rakyat Yaman, dan menyalahkan agresi AS-Saudi atas kelanjutan blokade.

Massa mengalir dari berbagai distrik Sa’dah sejak dini hari, membawa bendera Yaman, foto para martir, dan slogan kemerdekaan menolak hegemoni AS.

Para pengunjuk rasa juga merilis komunike yang memperingatkan negara-negara yang terlibat dalam agresi atas konsekuensi melanjutkan agresi dan blokade serta mencegah masuknya kapal minyak.

Massa  mendesak Angkatan Bersenjata Yaman untuk memberikan tanggapan yang tepat demi menghentikan blokade.

Arab Saudi, bekerja sama dengan sekutu Arabnya dan dengan dukungan senjata dan logistik dari AS serta negara-negara Barat lainnya, melancarkan perang yang menghancurkan di Yaman pada Maret 2015.

Saudi dan para sekutunya berambisi menumpas gerakan resistensi Ansarullah – yang telah menjalankan urusan negara tanpa adanya pemerintahan fungsional di Yaman-  dan memulihkan kekuasaan rezim Abd Rabbuh Mansour Hadi yang bersekutu dengan Riyadh.

Ambisi Saudi dan sekutunya itu gagal, sementara perang telah menewaskan ratusan ribu orang Yaman dan menimbulkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia. (almasirah)