Rangkuman Berita Utama Timteng Sabtu 7 Desember 2019

parade hizbullahJakarta, ICMES. Presiden baru Argentina Alberto Fernandez diperkirakan akan menghapus nama Hizbullah dari daftar organisasi teroris, setelah presiden sebelumnya, Mauricio Macri, mencantumkan nama kelompok pejuang yang berbasis di Libanon itu ke dalam daftar hitam tersebut.

Unjuk rasa mingguan anti-pendudukan Zionis Israel, atau yang lebih dikenal dengan aksi  Great March of Return” kembali digelar warga Palestina di bagian timur Jalur Gaza setelah sempat terhenti selama tiga minggu berturut-turut.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adil al-Jubeir menyatakan ada peluang bagi penerapan gencatan senjata di Yaman untuk kemudian dicapai pula penyelesaian krisis di negara ini secara komprehensif.

Berita selengkapnya:

Argentina akan Hapus Nama Hizbullah dari Daftar Hitam Organisasi Teroris

Presiden baru Argentina Alberto Fernandez diperkirakan akan menghapus nama Hizbullah dari daftar organisasi teroris, setelah presiden sebelumnya, Mauricio Macri, mencantumkan nama kelompok pejuang yang berbasis di Libanon itu ke dalam daftar hitam tersebut.

Mauricio akan meninggalkan jabatan pada hari Senin mendatang setelah kalah dalam pemilu. Pada Juli lalu dia memutuskan untuk mencantumkan Hizbullah dalam daftar hitam itu ketika Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berkunjung ke Argentina dalam rangka peringatan 25 tahun peristiwa serangan terhadap markas Masyarakat Persahabatan Argentina Yahudi (AMIA) yang menewaskan 84 orang dan melukai 238 lainnya pada 18 Juli 1994.

Iran dan Hizbullah dituduh berada di balik serangan itu, tapi sampai sekarang tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung tuduhan itu, dan penyelidikan masih terus dilakukan meskipun terjadi pembunuhan terhadap sejumlah saksi mata dalam beberapa tahun terakhir ini. Terjadi pro dan kontra pada pemerintah Argentina terkait dengan tuduhan tersebut.

Sabina Frederic yang dicalonkan sebagai menteri dalam pemerintahan Alberto Fernandez berkomentar, “Pencatuman Hizbullah dalam daftar organisasi teroris tak ubahnya dengan membeli masalah yang tidak kita perlukan. Pencatuman Hizbullah dalam daftar ini adalah karena desakan AS kepada Argentina. Terorisme adalah problema NATO, bukan problema kita.”

Media Argentina menyebutkan bahwa kandidat untuk jabatan menteri dalam negeri tidak dapat membuat pernyataan seperti itu tanpa lampu hijau dari ketua atau wakil ketuanya, Cristina Kirchner. Media itu sebelumnya telah menyebutkan bahwa presiden terpilih dalam pertemuan dengan duta besar Israel bulan lalu telah memberitahu keputusan ini, dan Israelpun lantas gusar.

Beberapa negara di Amerika Latin yang diperintah oleh partai-partai liberal konservatif pada musim panas lalu mengambil keputusan untuk menyatakan Hizbullah sebagai sebuah organisasi teroris, sementara Argentina mengambil keputusan itu pada bulan Juli. Paraguay kemudian mengikutinya pada bulan Agustus, sedangkan Brasil masih mempelajari masalah ini.

Karena itu, jika Argentina jadi menghapus nama Hizbullah dari organisasi teroris maka Brasil diperkirakan akan terpengaruh sehingga tidak akan jadi mencamtumkan Hizbullah dalam daftar hitam. (raialyoum)

Unjuk Rasa Anti-Pendudukan Kembali Digelar di Jalur Gaza

Unjuk rasa mingguan anti-pendudukan Zionis Israel, atau yang lebih dikenal dengan aksi  Great March of Return” kembali digelar warga Palestina di bagian timur Jalur Gaza, Jumat (6/12/2019) setelah sempat terhenti selama tiga minggu berturut-turut.

Panitia nasional aksi yang menuntut pemulangan seluruh pengungsi Palestina dan penghapusan blokade Israel atas Jalur Gaza ini  dalam siaran persnya menyerukan kepada penduduk Gaza agar mengikuti aksi ini secara besar-besaran dan meminta semua media meliputnya.

Panitia mengingatkan kepada warga Palestina agar tidak memberi kesempatan bagi rezim pendudukan untuk menghentikan aksi damai yang digelar setiap hari Jumat itu.

Unjuk rasa yang melibatkan ribuan orang itu dimulai pada 30 Maret 2018 dan digelar di kawasan sepanjang pagar perbatasan antara Jalur Gaza dan Israel (Palestina pendudukan 1948). Mereka menuntut pemulangan seluruh pengungsi Palestina ke kampung halaman mereka, termasuk di wilayah Israel, dan penghentian blokade Israel atas Jalur Gaza.

Aksi damai ini kerap dihadapi pasukan Zionis dengan kekerasan untuk membuyarkan kerumunan massa, termasuk dengan menembakkan gas air mata dan bahkan peluru tajam kepada pengunjuk rasa hingga menjatuhkan banyak korban gugur dan luka. Sejauh ini tercatat 362 orang Palestina gugur syahid, yang jenazah 15 orang diantaranya ditahan oleh Israel, dan 31,000 lainnya terluka akibat kekerasan tersebut. (alalam)

Saudi Umumkan Kemungkinan Gencatan Senjata dan Penyelesaian Perang Yaman

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adil al-Jubeir menyatakan ada peluang bagi penerapan gencatan senjata di Yaman untuk kemudian dicapai pula penyelesaian krisis di negara ini secara komprehensif.

“Ada kemungkinan untuk mencapai gencatan senjata yang akan disusul dengan penyelesaian di Yaman,” ujarnya saat menghadiri Dialog Mediteranian di Roma, Jumat (6/12/2019).

Dia juga menyatakan bahwa kelompok Ansarullah (Houthi) juga akan berperan bagi masa depan Yaman.

“Semua orang Yaman, termasuk Houti memiliki peran dalam masa depan Yaman. Penyelesaian satu-satunya di Yaman adalah solusi politik, dan Houthi adalah pihak yang memulai perang, bukan kami,” lanjutnya.

Resistensi dan kekuatan militer kelompok pejuang Ansarullah yang berkuasa di Sanaa, ibu kota Yaman, belakangan ini terus  menguat.  Belum lama ini mereka berhasil menembak jatuh satu unit helikopter tempur Apache dan beberapa drone militer Arab Saudi.

Beberapa waktu lalu Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi  menyatakan bahwa Ansarullah dan Saudi sama-sama serius mengenai perundingan untuk mengakhiri konfrontasi di Yaman.  Dikabarkan pula  Oman menyiapkan pertemuan Putra Mahkota Saudi Mohamed bin Salman dengan delegasi Ansarullah (Houthi)  yang akan dipimpin oleh Mohammad Abdul Salam.

Sikap Saudi terhadap Ansarullah mengendur setelah fasilitas minyak Aramco miliknya terkena gempuran beberapa rudal dan nirawak Ansarullah.

Menguatnya Ansarullah membuat Saudi terpaksa menerima eksistensi kelompok pejuang yang didukung oleh Iran ini setelah perang Yaman berlangsung berlangsung sekitar lima tahun, di mana Saudi dan sekutunya menginvasi Yaman dengan dalih memulihkan pemerintahan presiden pelarian Abed Rabbuh Mansour Hadi yang tersingkir oleh revolusi rakyat yang digerakkan oleh Ansarullah. (raialyoum)