Jakarta, ICMES: Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menyerukan kepada pasukan Khalifa Haftar, tokoh kuat di wilayah timur Libya, agar menghentikan serangannya ke Tripoli, ibu kota Libya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengaku tidak akan menyerahkan Jalur Gaza kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas alias Abu Mazen, dan mengatakan bahwa perpecahan Palestina antara Jalur Gaza dan Tepi Barat “tidak buruk” bagi Israel.
Dirjen Badan Manajemen Krisis Iran di provinsi Khuzestan, Kiamras Hajizadeh, menyatakan bahwa sejauh ini seluruh dan atau sebagian warga telah dievakuasi dari tempat tinggal mereka yang tersebar di 110 desa yang rawan terkena bencana banjir.
Berita selengkapnya:
DK PBB Seru Pasukan Khaftar Hentikan Gerakan Militernya Di Libya
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menyerukan kepada pasukan Khalifa Haftar, tokoh kuat di wilayah timur Libya, agar menghentikan serangannya ke Tripoli, ibu kota Libya.
“Dewan ini meminta pasukan Tentara Nasional Libya untuk menghentikan semua gerakan militer,” kata Dubes Jerman untuk PBB, Christoph Heusgen, selaku Presiden DK PBB kepada wartawan usai sidang dewan ini, Jumat (5/4/2019), sembari mengingatkan bahwa serangan itu membahayakan stabilitas Libya.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada akhir sesi tertutup untuk membahas perkembangan situasi keamanan di Libya, DK PBB menyerukan kepada semua pasukan di Libya agar menghindari konfrontasi militer.
Sebelumnya, Dubes Perancis Francois Delater juga selaku Presiden Dewan Keamanan PBB meminta semua pihak di Libya agar menahan diri dari eskalasi.
“Ketika saya berbicara kepada Anda, pasukan Khalifa Haftar semakin dekat dan lebih dekat ke Tripoli,” katanya kepada wartawan menjelang sidang DK PBB.
Dia menambahkan, “Kami menyerukan kepada semua pihak agar menghentikan eskalasi yang akan membawa negara ini kembali kepada kekacauan.”
Di juga menegaskan dukungan kuat negaranya kepada upaya Sekjen PBB Antonio Guterres dan utusan khususnya, Ghassan Salame, untuk meredakan ketegangan situasi di Libya saat ini.
Khalifa Haftar, komandan pasukan timur Libya, Kamis lalu melancarkan operasi militer untuk merebut Tripoli, sementara pemerintahan kesepakatan nasional bersiaga menghadapi serangan mereka.
Operasi yang mendapat kecaman luas dari dalam dan luar negeri itu dilancarkan 10 hari menjelang konferensi dialog nasional di bawah naungan PBB di kota Ghadames, Libya.
Sementara itu, Rusia menyerukan solusi politik dan mengaku tidak menyokong upaya Khalifa Haftar mengambil alih Tripoli.
Ketika ditanya apakah Rusia mendukung operasi militer pasukan Haftar, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan kepada wartawan, Jumat, bahwa Rusia memantau perkembangan situasi di Libya, namun tidak terlibat.
Peskov mengatakan, “Kami mengikuti dengan cermat situasi di Libya. Tentu saja kami menganggap bahwa hal yang paling penting adalah bahwa operasi (militer) di sana tidak mengarah pada pertumpahan darah. Situasi harus diselesaikan secara damai. “( raialyoum/presstv)
Netanyahu Nyatakan Israel Harus Duduki Dan Kuasai Gaza
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengaku tidak akan menyerahkan Jalur Gaza kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas alias Abu Mazen, dan mengatakan bahwa perpecahan Palestina antara Jalur Gaza dan Tepi Barat “tidak buruk” bagi Israel.
Dia juga menganggap bahwa “opsi sebenarnya ihwal Jalur Gaza adalah menduduki dan menguasainya.”
Netanyahu membuat pernyataan demikian dalam wawancara eksklusif dengan surat kabar Israel Hayom yang hasilnya diterbitkan pada hari Jumat (5/4/2019), empat hari menjelang pemilihan umum parlemen Israel yang akan diadakan pada Selasa mendatang.
“Mereka (Gaza dan Tepi Barat) adalah entitas yang terpisah, dan saya pikir dalam jangka panjang ini tidaklah buruk bagi Israel,” ujarnya.
Dia melanjutkan, “Abu Mazen sengaja mengurangi aliran dana otoritas Palestina ke Gaza. Dia percaya bahwa dengan bertindak demikian dia bisa memanaskan kawasan ini, sementara kita akan membayar harga menduduki Gaza dengan kehilangan banyak nyawa. Di atas punggung Israel, Mahmoud Abbas akan mendapatkan Gaza di atas talam perak, tapi ini tidak akan terjadi. ”
Netanyahu dalam pernyataan itu mengacu pada langkah-langkah yang diterapkan oleh Presiden Palestina Abbas di Jalur Gaza sejak April 2017, termasuk pengurangan gaji dan alokasi pemerintah lainnya, yang meningkatkan krisis keuangan, ekonomi dan kehidupan di Jalur Gaza.
Mengenai upaya mengurangi blokade yang belakangan ini ditengahi oleh Mesir, Qatar, dan PBB, sebagai imbalan atas kesediaan Hamas mengurangi aksi Great March of Return, Netanyahu mengatakan, “Dana ini ditanggung oleh Qatar, yang mencegah rencana Abu Mazen menghasilkan buah dan pemisahan Gaza dari Judea dan Samaria.” Judea dan Samaria adalah nama yang dipakai Israel untuk menyebut Tepi Barat.
“Jika ada yang berpikir bahwa akan ada negara Palestina yang akan mengelilingi kita di kedua sisi, ini tidak akan terjadi,” imbuhnya.
Netanyahu menetapkan tiga syarat bagi rencana AS untuk prakarsa“Deal of The Century” yang akan diajukan oleh Presiden AS Donald Trump. Persyaratan itu ialah; mempertahankan semua permukiman Zionis; penguasaan penuh Israel atas Tepi Barat; dan tidak ada pembagian kota Yerusalem (Al-Quds/Baitul Maqdis).
Dia juga menyinggung Iran dengan menyebutnya negara besar Islam yang ekstrem dan berusaha mendapatkan senjata nuklir.
Jubir Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudainah mengecam keras pernyataan Netanyahu itu dan menyebutnya “tak dapat diterima, menunjukkan upaya strategis Israel melanjutkan perpecahan dan menyiapkan negara kecil Gaza yang mengalah dalam soal al-Quds dan kesuciannya.”
Dia juga menilai “dukungan buta” AS kepada kebijakan imperialistik Israel” sebagai “penyebab ketegangan di Palestina dan kawasan.”
Sementara itu, aksi Great March of Return kembali melanda daerah perbatasan Gaza-Israel (Palestina pendudukan 1948), Jumat, sebagai kelanjutan upaya warga Palestina di Gaza untuk meneriakkan hak kepulangan seluruh pengungsi Palestina ke kampung halaman mereka, dan menutut pencabutan blokade atas Jalur Gaza.
Aksi ini kembali direaksi Israel dengan kekerasan sehingga sebanyak 83 orang dilaporkan cidera terkena gas air mata dan peluru yang ditembakkan oleh pasukan Israel ke arah kerumuman massa Palestina. (raialyoum/alalam)
Antisipasi Banjir, Penduduk Dievakuasi Dari Ratusan Desa Di Iran
Dirjen Badan Manajemen Krisis Iran di provinsi Khuzestan, Kiamras Hajizadeh, menyatakan bahwa sejauh ini seluruh dan atau sebagian warga telah dievakuasi dari tempat tinggal mereka yang tersebar di 110 desa yang rawan terkena bencana banjir.
Kepada wartawan kantor berita resmi Iran, IRNA, Jumat (5/4/2019), Hajizadeh menejlaskan bahwa desa-desa ini telah dikosongkan secara keseluruhan dan atau sebagian karena terjadi peningkatan volume air yang meluap dari waduk Dez, Karkh dan Karon, demi menghindari resiko.
Dia menyebutkan bahwa sebanyak 43 kamp telah didirikan di tempat-tempat yang aman untuk warga yang dievakuasi, dan sejauh ini sudah ada 25.000 warga yang tertampung.
Dilaporkan bahwa banjir telah menyapu beberapa provinsi di Iran, termasuk Mazandaran dan Golestan (utara), Khuzestan (barat daya), Larestan (barat) dan Fars (selatan), hingga menyebabkan banyak kerusakan pada infrastruktur, rumah-rumah, properti, dan lahan pertanian di daerah yang dilanda banjir. Bencana banjir ini juga menewaskan 70 orang dan melukai sekitar 800 lainnya.
Menteri Dalam Negeri Iran Abdulreza Rahmani Fazli mengatakan bahwa banjir mengancam 400.000 orang di berbagai kota dan desa di provinsi Khuzestan.
Dia menjelaskan bahwa setelah ada peninjauan langsung ke berbagai area untuk mengetahui situasi diputuskan untuk meningkatkan keadaan siaga di provinsi tersebut dan upaya meminimalisasi dampak bencana.
Fazli juga mengatakan bahwa dengan mengarahkan banjir ke dataran serta peledakan saluran dan pengaliran air ke rawa-rawa, pemerintah provinsi berhasil menyelamatkan beberapa kota, termasuk Hamidiyah, Susangerd, dan Bostan, dari bahaya banjir. (alalam)