Rangkuman Berita Utama Timteng  Sabtu 4 Desember 2021

Jakarta, ICMES. George Kordahi akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri informasi Lebanon sembari mengaku keputusan ini diambil demi mengutamakan kepentingan nasional atas kepentingan pribadi.

Kepala delegasi Iran dalam perundingan nuklir di Wina, Austria, Ali Bagheri Kani, mengatakan bahwa usulan negaranya kepada pihak lain disiapkan berdasarkan prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh kedua pihak, dan bahwa tak satupun pihak Eropa mengklaim bahwa usulan itu tak memiliki dasar hukum.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengklaim bahwa putaran terbaru perundingan nuklir Iran berakhir karena Iran sejauh ini tampak  tidak serius melakukan apa yang diperlukan untuk kembali mematuhi kesepakatan nuklir tahun 2015.

Serangan udara terbaru pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman menewaskan sedikitnya 16 warga sipil, beberapa di antaranya anak kecil.

Berita Selengkapnya:

Ditekan Saudi dan Sekutunya, George Kordahi Akhirnya Mundur dari Kabinet Lebanon

George Kordahi akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri informasi Lebanon, Jumat (3/12), sembari mengaku keputusan ini diambil demi mengutamakan kepentingan nasional atas kepentingan pribadi, yaitu demi meredakan ketegangan hubungan negaranya dengan Arab Saudi dan negara-negara Arab Teluk Persia lain yang gusar akibat komentar Kordahi tentang perang Yaman dalam sebuah wawancara dengan Aljazeera beberapa bulan silam.

Dalam jumpa pers pada hari itu dia mengaku mundur menjelang kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Riyadh dengan harapan dapat membantu Macron mengurangi krisis hubungan Saudi dengan Lebanon.

“Cerita tentang saya sudah diketahui banyak orang sehingga saya kira di sini tak perlu saya mengulangi rincian dan perkembangan sejak wawancara heboh itu disiarkan, dan saya kira juga tak perlu saya mengingatkan lagi bahwa wawancara itu terjadi lebih dari sebelum saya diangkat sebagai menteri informasi, dan bahwa apa yang ada di dalamnya sama sekali tidak mengikat pemerintah,” papar Kordahi.

“Dalam pernyataan itu saya juga tak bermaksud mengusik siapapun, melainkan suatu ajakan tulus agar perang dihentikan demi kemaslahatan pihak-pihak yang berperang. Wawancara itu disiarkan tiga bulan setelahnya dan memicu kampanye liar dan tendensius di media Lebanon serta berbagai situs dan media sosial. Mereka mengesankan bahwa apa yang saya katakan itu seolah kejahatan terhadap Saudi, dan kampanye itu kemudian pindah ke Teluk dan medianya,” lanjutnya.

Dia menjelaskan faktor yang membuatnya memilih mundur setelah semula menolak tekanan untuk mundur.

Dia menuturkan, “Tapi hari ini saya berada di depan perkembangan baru di mana Presiden Prancis Emmanuel Macron pergi ke Saudi dalam sebuah kunjungan resmi, dan saya tahu dari kepala pemerintahan (Perdana Menteri Lebanon) Najib Mikati yang telah saya temui tiga hari lalu bahwa orang-orang Prancis menginginkan pengunduran diri saya sebelum kunjungan itu demi membantu membuka dialog dengan orang-orang Saudi dan demi masa depan hubungan.”

Najib Mekati dalam wawancara dengan kantor berita resmi Mesir, MENA, di hari yang sama menyatakan negaranya siap mengatasi kekeruhan dalam hubungan dengan negara-negara Arab Teluk. (railayoum)

Eropa Kecewa, Iran Tegaskan Usulannya dalam Perundingan Nuklir Memiliki Dasar Hukum

Kepala delegasi Iran dalam perundingan nuklir di Wina, Austria, Ali Bagheri Kani, mengatakan bahwa usulan negaranya kepada pihak lain disiapkan berdasarkan prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh kedua pihak, dan bahwa tak satupun pihak Eropa mengklaim bahwa usulan itu tak memiliki dasar hukum.

Kepada wartawan menjelang pulang dari Wina setelah berakhirnya sesi penutupan komisi bersama yang dihasilkan oleh perjanjian nuklir 2015, Bagheri Kani mengatakan, “Benar bahwa pihak-pihak Eropa tak puas dengan beberapa usulan kami, tapi usulan itu bersandar pada prinsip-prinsip bersama di antara kedua pihak, dan tak dikritik sebagai sesuatu yang tak relevan. Mereka menyatakan ‘itu tak sesuai dengan pendapat kami’, dan kamipun juga mengatakan bahwa ini sesuatu yang wajar.”

Dia menambahkan, “Kami mengajukan permintaan berdasarkan pendapat, kepentingan dan kebijakan negara kami, tapi yang penting ialah bahwa usulan itu diajukan berdasarkan kerangka yang juga diterima oleh pihak lain.”

Di pihak lain, setelah putaran baru perundingan nuklir Iran dengan 4+1 (Inggris,Prancis, Rusia dan China plus Jerman) itu berjalan sekian hari, pihak Eropa, Jumat, menyaku “kecewa dan prihatin” atas tuntutan Iran.

Para diplomat senior dari Inggris, Prancis dan Jerman menilai “Teheran telah mundur dari semua kompromi yang telah dicapai dengan susah payah” dalam putaran pertama perundingan yang berlangsung pada April dan Juni lalu, dan menyebut Iran menempuh “langkah ke belakang”.

Pada akhir pekan ini semua perunding akan pulang ke negara masing-masing, dan perundingan akan dimulai lagi pada pertengahan pekan depan “untuk mengetahui apakah perselisihan itu dapat diatasi atau tidak”.

Mereka menambahkan bahwa tak jelas bagaimana nanti kesenjangan itu dapat diatasi dalam kerangka waktu yang realitis berdasarkan rencana Iran.

Meski demikian, para diplomat Eropa itu mengaku “terlibat sepenuhnya dalam pencarian solusi diplomatik” dan menekankan bahwa “waktu sudah hampir habis”.

Perundingan di Wina itu diselenggarakan untuk menyelamatkan perjanjian tahun 2015 antara Iran dan  negara-negara besar, yang bertujuan mencegah Iran dari apa yang mereka sebut upaya membuat  bom nuklir, tuduhan yang selalu dibantah Iran.

Perjanjian yang lazim disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) itu berantakan sejak Amerika Serikat (AS) keluar darinya secara sepihak pada 2018 dan kembali menerapkan sanksi terhadap Iran sehingga Teheran membalasnya dengan menarik diri dari sebagian besar komitmennya.

AS mengikuti jalannya perundingan itu namun tidak secara langsung. (alalam/railayoum)

Menlu AS Tuding Iran Tak Serius Soal Pemulihan Perjanjian Nuklir

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengklaim bahwa putaran terbaru perundingan nuklir Iran berakhir karena Iran sejauh ini tampak  tidak serius melakukan apa yang diperlukan untuk kembali mematuhi kesepakatan nuklir tahun 2015.

Kepada konferensi Reuters Next, Jumat (3/12), Blinken bersumbar bahwa negaranya tidak akan membiarkan Iran menyeret keluar proses sambil terus memajukan programnya dan bahwa Washington akan mengejar opsi lain jika diplomasi gagal.

“Apa yang kami lihat dalam beberapa hari terakhir adalah bahwa Iran saat ini tampaknya tidak serius melakukan apa yang diperlukan untuk kembali patuh, itulah sebabnya kami mengakhiri putaran pembicaraan di Wina ini,” ujarnya.

“Kami akan berkonsultasi dengan sangat erat dan hati-hati dengan semua mitra kami dalam proses itu sendiri … dan kami akan melihat apakah Iran tertarik untuk terlibat secara serius,” lanjutnya.

Reuters melaporkan bahwa pembicaraan tidak langsung AS-Iran mengenai penyelamatan kesepakatan nuklir terhenti sampai minggu depan ketika para pejabat Eropa pada hari Jumat menyuarakan kekecewaan atas tuntutan pemerintahan baru Iran yang bergaris keras.

Perjanjian 2015 menetapkan pembatasan pada program nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran beberapa sanksi internasional. Pada tahun 2018 Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan itu dengan dalih terlalu lunak terhadap Teheran, dan menerapkan kembali sanksi ekonomi AS terhadap Teheran. Iran lantas membalasnya dengan mengabaikan banyak batasan untuk pengayaan uranium dan lain-lain.

“Jika jalan untuk kembali mematuhi perjanjian ternyata menemui jalan buntu, kami akan mengejar opsi lain,” kata Blinken, tapi dia menolak menjelaskan opsi yang dimaksud. (reuters)

Serangan Udara Arab Saudi dan Sekutunya Tewaskan 16 Warga Yaman

Serangan udara terbaru pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman menewaskan sedikitnya 16 warga sipil, beberapa di antaranya anak kecil.

Saluran Al-Masirah melaporkan bahwa serangan terbaru itu terjadi di kota Maqbanah, provinsi Taiz, Yaman, pada Jumat malam (3/12).

Menurut saluran milik gerakan Ansarullah ini, pengiriman tim evakuasi para korban dari reruntuhan bangunan tak dapat dilakukan setelah serangan itu karena jet-jet tempur koalisi masih kerap melesat di angkasa kawasan tersebut.

Kejahatan terbaru Saudi dan sekutunya itu terjadi bersamaan dengan meningkatnya serangan mereka di wilayah pesisir barat Yaman.

Usai kejadian tersebut, pasukan koalisi juga dua kali membom akademi militer di Sanaa, ibu kota Yaman. Selain itu, mereka juga dua kali melancarkan serangan udara ke Bandara Internasional Sanaa. (fna)