Jakarta, ICMES. Jutaan orang Iran telah mengikuti pilpres dengan rela menjalani antrean panjang di berbagai tempat pemungutan suara yang dibuka sejak pukul 07.00 sampai 24.00 waktu setempat.
Pasukan Rezim Zionis Israel menyerbu Bab Al-Silsilah, salah satu gerbang Masjid Al-Aqsa, dan menembakkan peluru tajam ke arah jemaah Palestina menyusul peristiwa unjuk rasa massa di halaman Masjid Al-Aqsa anti-penistaan Nabi Muhammad saw
Amerika Serikat akan menarik sistem pertahanan rudal Patriotnya dari sejumlah negara Arab, termasuk Arab Saudi, Kuwait, Yordania dan Irak. Demikian dilaporkan oleh surat kabar Wall Street Journal berdasarkan pernyataan para pejabat AS.
Juru bicara sekaligus ketua perunding gerakan Ansarullah (Houthi) di Yaman, Mohammad Abdul Salam, menegaskan bahwa posisi kelompok pejuang yang menguasai Sanaa, ibu kota Yaman, ini hanyalah bersifat defensif di depan agresi pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi.
Berita Selengkapnya:
Pilpres Iran, TPS Ditutup Setelah Perpanjangan Waktu Hingga Dini Hari
Jutaan orang Iran telah mengikuti pilpres, Jumat (18/6), dengan rela menjalani antrean panjang di berbagai tempat pemungutan suara (TPS) yang dibuka sejak pukul 07.00 sampai 24.00 waktu setempat.
Televisi Iran menayangkan antrean-antrean panjang di berbagai TPS di sejumlah kota akibat tingginya animo masyarakat, terlebih setelah Pemimpin Besar Iran Ayatullah Sayid Ali berpidato tentang pilpres Iran di tengah badai serangan dari media asing, yang bagi Iran sudah biasa setiap kali menyelenggarakan pemilu.
Media Iran menyebutkan bahwa pada jam 19.30 waktu setempat tercatat sebanyak 22 juta orang atau 37% pemilih telah memberikan suaranya, dan TPS yang seharusnya ditutup pada jam 24.00 diperpanjang dua jam di sejumlah kawasan di semua penjuru negara ini untuk memberi kesempatan kepada pemilih yang terlambat datang.
Hingga berita ini disusun belum ada laporan secara persis berapa persen pemilih yang telah mengikuti dan menyukses pilpres, namun diperkirakan tak akan setinggi persentase pada pilpres sebelumnya. Adapun hasil penghitungan suara diperkirakan akan dirilis pada hari ini, Sabtu (19/6).
Pilpres Iran diselenggarakan secara serempak di dalam dan di luar negeri Iran dengan mempersaingkan empat orang kandidat, yaitu Ebrahim Raeisi, Mohsen Rezaei, Amirhossein Ghazizadeh Hashemi dan Abdol-Nasser Hemmati setelah tiga kandidat lain, yaitu Mohsen Mehr-Alizadeh, Saeed Jalili dan Alireza Zakani, mengundurkan diri.
Ebrahim Raeisi adalah capres terkuat yang diperkirakan akan menggantikan presiden petahana Hassan Rouhani. Raeisi yang dikenal dekat dengan Ayatullah Khamenei adalah orang yang dikenai sanksi oleh AS karena dianggap terlibat dalam penjatuhan hukuman mati terhadap para tahanan politik pada puluhan tahun silam.
Saluran Al-Mayadeen yang berbasis di Libanon menyebutkan bahwa realitas di tempat-tempat pemungutan suara pilpres Iran 2021 telah menjungkir balik perkiraan dan opini yang dibuat oleh negara-negara musuhnya.
Menurut Al-Mayadeen, media Barat dan negara-negara Arab Teluk gencar menebar keraguan ihwal pemilu Iran sehingga Ayatullah Khameneipun menyindir negara-negara Arab dengan mengatakan bahwa cemoohan terhadap Iran yang jelas-jelas rutin menyelenggarakan pemilu juga dilakukan oleh negara-negara yang justru tak kenal demokrasi dan pemilu sehingga “tak dapat membedakan antara kotak suara dan kotak buahâ€. (fna/raialyoum/almayadeen)
Quds dan Tepi Barat Tegang, Pasukan Zionis Represi Pengunjuk Rasa Anti-Penistaan Nabi Saw
Pasukan Rezim Zionis Israel menyerbu Bab Al-Silsilah, salah satu gerbang Masjid Al-Aqsa, dan menembakkan peluru tajam ke arah jemaah Palestina menyusul peristiwa unjuk rasa massa di halaman Masjid Al-Aqsa anti-penistaan Nabi Muhammad saw, Jumat (18/6).
Sejumlah korban luka jatuh di halaman Masjid Al-Aqsa akibat represi pasukan Zionis, yang juga menangkap sejumlah pemuda Palestina ketika mereka keluar dari Masjid.
Pasukan Zionis sejak Jumat pagi memperkuat kesiagaannya di Quds untuk mengantisipasi bentrokan dengan orang-orang Palestina setelah warga kota suci ini menyerukan unjuk rasa untuk menandai kutukan mereka terhadap penistaan Nabi Muhammad saw oleh warga Zionis yang menggelar parade bendera pada Selasa lalu. Warga Quds menyerukan unjuk rasa dari Masjid Al-Aqsa hingga Bab Al-Amud usai shalat Jumat.
Sehari sebelumnya, sejumlah pemuda Palestina menggelar unjuk rasa di Bab Al-Amud untuk mengutuk penistaan Nabi saw yang dilakukan oleh warga Zionis sembari meneriakkan yel-yel yang menghujat Palestina dan Arab. Unjuk rasa ini juga direpresi oleh pasukan Zionis dengan menembakkan granat kejut dan bahkan menyemprotkan air limbah untuk membubarkan massa. Selain itu, mereka juga meringkus sejumlah pemuda Palestina.
Bersamaan ini, pasukan Zionis juga membubarkan unjuk rasa warga Palestina anti-permukiman Zionis di distrik Bita di selatan Nablus, Tepi Barat. Pasukan Zionis membuyarkan massa dengan menembakkan gas air mata dan granat kejut. Lembaga Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan sebanyak 47 orang Palestina terluka dalam peristiwa ini. (raialyoum)
AS akan Tarik Sistem Patriotnya dari Saudi, Yordania, Kuwait dan Irak
Amerika Serikat (AS) akan menarik sistem pertahanan rudal Patriotnya dari sejumlah negara Arab, termasuk Arab Saudi, Kuwait, Yordania dan Irak. Demikian dilaporkan oleh surat kabar Wall Street Journal berdasarkan pernyataan para pejabat AS.
Dikutip beberapa media berbahasa Arab, Jumat (18/6), surat kabar AS itu melaporkan pernyataan para pejabat AS bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden akan melakukan pengurangan secara drastis jumlah sistem pertahanan anti-rudalnya di Timur Tengah dalam rangka mengatur ulang keberadaan militernya di kawasan ini manakala militer AS menghadapi tantangan dari China dan Rusia.
“Pentagon (Kemhan AS) akan menarik sekira 8 baterai Patriot dari beberapa negara, termasuk Irak, Kuwait, Yordania dan Saudi serta sistem Thaad dari Saudi, dan akan dikurangi pula skuadron tempur yang dikhususkan untuk kawasan ini,†ungkap pejabat AS.
Para pejabat AS juga menyebutkan bahwa pemindahan pasukan mencakup ratusan tentara di satuan-satuan yang bekerja atau mendukung sistem-sitem tersebut.
Langkah ini dilakukan ketika militer AS berencana menarik pasukannya secara total dari Afghanistan pada musim panas, dan setelah AS mengurangi  pasukannya di Irak pada musim gugur lalu dengan alasan bahwa pasukan Irak sudah dapat menjamin keamanan negaranya sendiri. (raialyoum)
Ansarullah: Bola untuk Gencatan Senjata Ada di Tangan Penyerang, Bukan Yang Membela Diri
Juru bicara sekaligus ketua perunding gerakan Ansarullah (Houthi) di Yaman, Mohammad Abdul Salam, menegaskan bahwa posisi kelompok pejuang yang menguasai Sanaa, ibu kota Yaman, ini hanyalah bersifat defensif di depan agresi pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi.
Karena itu, dia mengingatkan bahwa bola ada di pihak agresor untuk pelaksanaan gencatan senjata, bukan di pihak Ansarullah.
“Pihak yang mesti menghentikan agresi dan menyudahi blokade adalah mereka yang mengaresi Yaman secara militer dan melakukan blokade ekonomi, sedangkan menuntut pihak yang membela diri agar berhenti bertahan serta diam terhadap blokade adalah menuntutnya menyerah, yang jelas ditolak oleh naluri yang sehat, menyalahi pengorbanan yang telah dipersembahkan dan keteguhan dan berseberangan dengan keteguhan bangsa Yaman yang melegenda,†papar Abdul Salam, seperti dikutip saluran Al-Masirah milik Ansarullah, Jumat (18/6).
Dia menambahkan bahwa negara-negara penyerang meminta “pihak nasional Yaman†yang diwakili Ansarullah untuk menyetujui kontinyuitas blokade mereka terhadap Yaman.
Dia juga menyayangkan sikap khalayak dunia karena “negara-negara agresor itu telah melakukan kejahatan paling brutal terhadap anak-anak kecil, tapi Saudi tak tercantum dalam daftar negara pelanggar hak anak kecilâ€.
Lebih lanjut, Abdul Salam mengecam AS dengan menyebutnya “tak serius dalam upaya menghentikan agresi dan pencabutan blokade terhadap Yamanâ€.
“AS ingin menerapkan proyek-proyeknya di negara ini (Yaman), tak peduli kepada derita kemanusiaan, dan tak netral dalam pembuatan daftar (negara teroris dan pelanggar)… Kami menegaskan bahwa mengimpor bahan pangan dan medis adalah hak alamiah Yaman sehingga tak perlu diperdebatkan. Kami tak memerlukan bantuan dari siapapun, apa yang kami tuntut adalah pencabutan blokade,†ujarnya.
Berbagai upaya dan negosiasi yang dilakukan pada Mei lalu dengan mediasi AS gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata dan solusi politik bagi krisis Yaman setelah Ansarullah menolak usulan yang mengemuka dan bersikukuh bahwa menuntut pencabutan blokade dan penghentian serangan pasukan koalisi. (raialyoum)
Â