Rangkuman Berita Utama Timteng Sabtu 15 Juli 2023

Jakarta, ICMES. Menteri Energi dan Infrastruktur Israel, Yisrael Katz, mengkritik pengumuman penolakan sejumlah pilot militer negaranya untuk dinas militer, dan menilai penolak itu memotivasi Sekretaris Jenderal  Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah, untuk melancarkan serangan militer terhadap Israel dan mendekati bahaya perang.

Divisi 7 Korps Lapis Baja Angkatan Darat Israel melakukan latihan tempur intensif bersandi Juniper Oak, dengan partisipasi tentara AS, dan mensimulasikan situasi perang di Lebanon selatan, di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah.

Pemerintah sayap kanan Israel telah mencetak rekor dalam memberi persetujuan untuk pembangunan permukiman ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat dalam enam bulan pertama kekuasaannya, menurut gerakan sayap kiri Israel Peace Now.

Berita Selengkapnya:

Menteri Israel Sebut Para Pilot yang Beraksi Mogok Memotivasi Sayid Nasrallah

Menteri Energi dan Infrastruktur Israel, Yisrael Katz, mengkritik pengumuman penolakan sejumlah pilot militer negaranya untuk dinas militer, dan menilai penolak itu memotivasi Sekretaris Jenderal  Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah, untuk melancarkan serangan militer terhadap Israel dan mendekati bahaya perang.

Dalam beberapa hari terakhir, ratusan tentara dan perwira, termasuk pilot Israel, mengumumkan mereka tidak akan menjalankan dinas militer, dan mengecam kelanjutan upaya koalisi pemerintah meloloskan rancangan undang-undang (RUU)  reformasi peradilan yang kontroversial.

Katz, yang berasal dari partai Likud yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu,  di akun Twitternya, Jumat (14/7, menyatakan; “Para pilot, yang mengumumkan bahwa mereka akan menolak untuk bertugas di tentara Israel karena menentang undang-undang peradilan, mendorong Nasrallah untuk percaya bahwa jika dia menyerang Israel maka Israel tidak akan memiliki kemampuan untuk melancarkan serangan pendahuluan atau menonaktifkan sumber –sumber peluncuran rudal. Ini adalah tindakan berbahaya yang mendekatkan bahaya perang.”

Daerah perbatasan antara Libanon dan Israel mengalami eskalasi ketegangan dalam beberapa pekan terakhir, di tengah kekhawatiran akan kemungkinan kedua belah pihak terseret ke dalam konfrontasi militer baru.

Pada Selasa lalu, Knesset Israel meloloskan pembacaan pertama RUU “Pembatasan Kewajaran”, yang membatasi pengawasan Mahkamah Agung, yang notabene otoritas kehakiman tertinggi, pada pemerintah dan keputusannya. Rancangan itu harus melewati dua sesi pembacaan dan pemungutan suara di parlemen, sebelum disahkan menjadi undang-undang.

Para pengunjuk rasa mendirikan puluhan tenda, membakar ban, dan menutup jalan di pusat kota Herzliya, Tel Aviv, dan Haifa.

Polisi memindahkan puluhan demonstran dari aula penumpang  Terminal 3   Bandara Internasional David Ben Gurion ke luar terminal.

Polisi mengatakan, “protes tidak akan diizinkan di dalam terminal, dan hak untuk berdemonstrasi harus dilakukan di tempat-tempat yang ditentukan untuk tujuan ini oleh Otoritas Bandara.”

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menghadapi tuduhan korupsi, menganggap bahwa amandemen peradilan bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan antara cabang-cabang kekuasaan dan mengekang penyalahgunaan kekuasaan Mahkamah Agung, sementara oposisi menyebut amandemen ini sebagai “kudeta otoriter” dan akan memusnahkan demokrasi.

Pemungutan suara untuk rancangan itu dilakukan setelah penangguhan negosiasi antara pemerintah dan oposisi, yang berusaha menyelesaikan masalah tersebut, pada bulan lalu. (raialyoum)

Bersiap Hadapi Hizbullah, Tentara Israel dan AS Intensif Berlatih Perang  

Divisi 7 Korps Lapis Baja Angkatan Darat Israel melakukan latihan tempur intensif bersandi Juniper Oak, dengan partisipasi tentara AS, dan mensimulasikan situasi perang di Lebanon selatan, di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah.

Tujuh belas tahun setelah Perang Lebanon Kedua, para kombatan yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Yiftach Norkin bergerak menuju ke Wadi Ara, sebuah area yang mensimulasikan zona pertempuran, menurut laporan saluran iNews 24  Israel , Jumat (14/7).

Di tengah maraknya laporan tentang ketidaksepakatan antara pemerintahan Biden dan pemerintah Israel saat ini, sebuah batalion militer AS, berpartisipasi dalam latihan tersebut secara tidak biasa, dan mereka tiba di Israel dari di salah satu negara Teluk Arab di mana mereka ditempatkan.

Kata Kapten Matthew Helm, seorang komandan tentara AS, mengatakan, “ Saya mengerti bahwa banyak berita yang dilaporkan tentang hubungan antara Israel dan AS. Tapi kami belajar banyak dari Israel saat kami berlatih di sini, dan saya harap kami menyampaikan informasi yang baik kepada tentara Israel dalam hal taktik, perencanaan, dan operasi bersama sehingga kami dapat menciptakan hubungan yang lebih baik antar tentara.”

Latihan itu berlangsung di tengah ketegangan antara Hizbullah dan Israel, dan setelah Sekretaris Jenderal Hizbullah  Hassan Nasrallah dalam pidatonya pada minggu ini mengancam, “Jika Israel memutuskan untuk menyerang tenda yang didirikan oleh anggota Hizbullah di Lebanon , maka kami tidak akan diam.”

Israel dan Libanon secara resmi  berada dalam situasi  perang. Ketegangan antara tentara Israel dan pasukan Hizbullah Lebanon adalah masalah yang berulang kali terjadi di perbatasan.

Pada awal April lalu, puluhan roket ditembakkan ke Israel dari Lebanon, pengeboman paling intens dalam beberapa dekade.

 Pada hari Jumat, tentara Israel menembaki para demonstran di perbatasan dengan Lebanon, menurut media resmi Israel.

Radio militer Israel   melalui akun resminya di Twitter menyatakan bahwa sejumlah demonstran mendekati jalur perbatasan antara Israel dan Lebanon, mereka melempar batu ke pasukan tentara Israel, yang menanggapi dengan tembakan dan melakukan tindakan-tindakan untuk membubarkan mereka.

Tidak ada pernyataan resmi segera dari tentara Israel atau otoritas Lebanon.

Tentara Israel  belakangan ini mendirikan pagar kawat berduri di sekitar desa Ghajar di perbatasan antara kedua belah pihak, yang dianggap Libanon sebagai “pelanggaran serius dan upaya untuk mencaplok desa itu”.

Pada Agustus 2006, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1701, yang membuat pertempuran antara  Hizbullah  dan Israel dihentikan, dan menetapkan peningkatan jumlah pasukan penjaga perdamaian internasional  UNIFIL di perbatasan bersama menjadi 15 ribu tentara.

Setelah pendudukan yang berlangsung lebih dari dua dekade, Israel menarik diri dari Lebanon selatan pada tahun 2000, dan PBB menetapkan “garis biru” untuk mengonfirmasi penarikan tersebut, tetapi Lebanon mempertahankan 13 titik perbatasan yang dikendalikan oleh Israel di perbatasan darat sepanjang 87 kilometer. (raialyoum)

Israel Cetak Rekor Pertujuan Pembangunan Pemukiman Ilegal

Pemerintah sayap kanan Israel telah mencetak rekor dalam memberi persetujuan untuk pembangunan permukiman ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat dalam enam bulan pertama kekuasaannya, menurut gerakan sayap kiri Israel Peace Now.

Peace Now menyatakan bahwa pembangunan 12.855 unit rumah pemukim telah disetujui di Tepi Barat sejak Januari, jumlah terbesar yang tercatat sejak organisasi itu mulai melacak  proses tersebut pada tahun 2012.

“Dalam enam bulan terakhir, satu-satunya sektor yang dipromosikan Israel dengan penuh semangat adalah perusahaan pemukiman,” kata Peace Now dalam sebuah pernyataan, Kamis (13/7).

Dewan Perencanaan Tinggi Israel (HPC) bertemu tiga kali tahun ini untuk mempromosikan rencana pembangunan, tambahnya.

Perluasan pemukiman telah menjadi prioritas utama bagi pemerintahan baru.

Bulan lalu, mereka menyetujui rencana untuk ribuan unit rumah baru di Tepi Barat  dan memberi Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich kekuasaan untuk mempercepat pembangunan pemukiman, melampaui langkah-langkah yang telah dilakukan selama 27 tahun.

Mengikuti trend baru Smotrich, komite perencanaan Kementerian Pertahanan yang mengawasi pembangunan pemukiman menyetujui lebih dari 5.000 rumah pemukiman baru pada akhir Juni.

HPC juga menyetujui promosi pemukiman pada bulan Februari dan Mei tahun ini, ungkap Peace Now.

Dalam beberapa minggu terakhir, ada kritik yang meningkat terhadap kebijakan pemukiman Israel dari AS, namun sangat kecil kemungkinan hal itu akan mengubah kebijakan AS terhadap Israel.

Lebih dari 700.000 orang Israel tinggal di permukiman ilegal di Tepi Barat dan Al-Quds (Yerusalem) Timur, yang direbut Israel pada tahun 1967.

Lebih dari tiga juta warga Palestina tinggal di wilayah yang sama, dan tunduk pada kekuasaan militer Israel yang disamakan oleh berbagai kelompok HAM dengan apartheid. (aljazeera)