Rangkuman Berita Utama Timteng Rabu 8 April 2020

Menkes Saudi Tawfiq al-RabiahJakarta, ICMES. Menteri Kesehatan Arab Saudi Tawfiq al-Rabiah memperingatkan bahwa jumlah kasus COVID-19 di negara ini dapat membludak hingga mencapai angka 200.000 dalam beberapa minggu mendatang.

Iran menyatakan tak butuh derma dari Presiden AS Donald Trump dalam perang melawan pandemi virus corona (COVID-19), melainkan butuh kesediaan AS berhenti menghalangi penjualan minyak dan transaksi perbankan Teheran.

Pakistan mengkarantina sekitar 20.000 orang dan masih mencari ribuan lainnya yang menghadiri pertemuan akbar kelompok Muslim Jamaah Tabligh di kota Lahore pada bulan lalu meskipun pandemi COVID-19 memburuk.

Kelompok pejuang Brigade Hizbullah Irak menyatakan pihaknya siap menghentikan operasi anti “pasukan musuh”, frasa yang mengacu kepada pasukan AS yang bercokol di Irak, dengan syarat.

Berita selengkapnya:

Menkes Saudi Peringatkan Kasus COVID-19 di Negara ini Bisa Membludak Hingga 200,000

Menteri Kesehatan Arab Saudi Tawfiq al-Rabiah memperingatkan bahwa jumlah kasus COVID-19 di negara ini dapat membludak hingga mencapai angka 200.000 dalam beberapa minggu mendatang.

Hingga Selasa (7/4/2020), negara kerajaan itu mencatat jumlah total 2.795 infeksi c COVID-19 dengan  41 kematian.

“Dalam beberapa minggu ke depan, penelitian memperkirakan jumlah infeksi akan berkisar dari minimal 10.000 hingga maksimum 200.000,” ujar al-Rabiah sebagaimana dikutip oleh kantor berita resmi Saudi, SPA, Selasa.

Sehari sebelumnya  Saudi memperpanjang durasi jam malam harian di empat provinsi dan lima kota menjadi 24 jam. Negara ini juga memberlakukan lockdown sepanjang waktu di kota-kota Riyadh, Tabuk, Dammam, Dhahran dan Hofuf. Langkah yang sama juga diberlakukan pada provinsi Jeddah, Taif, Qatif dan Khobar.

Otoritas Saudi telah menutup kota-kota suci Mekah dan Madinah, melarang warga keluar masuk ke dua kota suci ini, dan melarang pergerakan antarprovinsi di semua wilayah negara ini.

Bulan lalu Arab Saudi memutuskan penangguhan ibadah umrah demi mencegah penyebaran wabah COVID-19 ke kota-kota paling suci Islam.

Otoritas Saudi belum memberikan kepastian mengenai penyelenggaraan ibadah haji pada tahun ini, yang dijadwalkan untuk akhir Juli mendatang. Namun, pekan lalu mereka meminta kepada umat Islam untuk menunda sementara persiapan untuk ibadah tahunan ini. (raialyoum/aljazeera)

Zarif: Iran Tak Butuh Derma AS dalam Perang Melawan COVID-19

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyatakan bahwa yang dibutuhkan oleh Iran bukanlah derma dari Presiden AS Donald Trump dalam perang melawan pandemi virus corona (COVID-19), melainkan kesediaan AS berhenti menghalangi penjualan minyak dan transaksi perbankan Teheran.

Hal itu dinyatakan Zarif di Twitter Selasa (7/4/2020), sebagai tanggapan atas pengakuan Trump belum lama ini bahwa AS siap membantu Iran mengatasi wabah COVID-19 jika diminta.

Saat dicecar oleh wartawan awal pekan ini mengenai kemungkinan meringankan sanksi keras terhadap negara Iran, Trump mengatakan, “Saya memiliki tanggung jawab moral untuk membantu mereka jika mereka meminta. Jika mereka membutuhkan bantuan, saya pasti akan mempertimbangkan hal-hal yang berbeda. “.

Zarif di Twitter menolak isyarat tawaran bantuan Trump itu dengan mencuit, “Apa yang kami inginkan adalah dia  (Trump) BERHENTI mencegah Iran dari menjual minyak  dan produk lainnya, membeli kebutuhannya, dan melakukan serta menerima pembayaran.”

Pernyataan menteri luar negeri Iran itu berkenaan dengan sanksi berat yang diterapkan pemerintahan Trump terhadap ekonomi Iran, terutama yang menyasar penjualan minyak dan sektor perbankan.

Zarif juga memosting beberapa foto terkait dengan prestasi Iran di berbagai sektor, termasuk perawatan kesehatan, dan menekankan bahwa Republik Islam adalah negara kaya sumber daya manusia dan alam.

“Kami tidak membutuhkan amal dari @realDonaldTrump,  yang terpaksa membeli ventilator dari sumber yang dia kenai sanksi,” imbuh Zarif.

Trump menawarkan bantuan kepada Iran di saat rumah sakit AS sendiri kewalahan dalam beberapa pekan terakhir akibat membludaknya jumlah pasien ketika negara arogan ini mencatat jumlah kasus infeksi tertinggi di dunia.

AS awal pekan ini bahkan terpaksa mendapatkan ventilator dari perusahaan Rusia yang dikenai sanksi AS.

Iran yang merupakan negara terparah dilanda COVID-19 di Timur Tengah sejauh ini telah melakukan apa yang terbaik untuk mengatasi penyakit pernafasan ini meskipun mengalami kesulitan akibat sanksi AS. (presstv)

Wabah COVID-19, Puluhan Ribu Pengikut Jamaah Tabligh Dikarantina                              

Pakistan mengkarantina sekitar 20.000 orang dan masih mencari ribuan lainnya yang menghadiri pertemuan akbar kelompok Muslim Jamaah Tabligh di kota Lahore pada bulan lalu meskipun pandemi COVID-19 memburuk.

Pihak berwenang menyatakan akan melakukan tes atau mengkarantina mereka yang berkumpul di acara yang diadakan oleh kelompok itu pada 10-12 Maret karena mereka sekarang dikhawatirkan menyebarkan COVID-19 di seluruh wilayah Pakistan serta luar negeri.

Pihak panitia menyatakan lebih dari 100.000 orang telah menghadiri pertemuan itu tanpa menggubris imbauan pemerintah untuk membatalkannya ketika wabah COVID-19  melanda Pakistan.

Di provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan barat laut, sejauh ini pihak berwenang telah mengkarantina 5.300 anggota dan juru khutbah jamaah tabligh yang menghadiri pertemuan itu.

“Pejabat kesehatan sedang melakukan tes virus corona, dan beberapa dari mereka dinyatakan positif,” kata Ajmal Wazir, juru bicara wilayah itu, kepada AFP, Minggu lalu.

Wazir menyebutkan ribuan anggota Jamaah Tabligh dari provinsi itu terlantar di daerah lain akibat penutupan jalan raya utama di seluruh negeri.

Otoritas Pakistan mengkarantina sekitar 7.000 anggota jamaah itu di Lahore, ibu kota provinsi Punjab dan  8000 rekan mereka  di selatan provinsi Sindh hingga 8.000. Selain itu, puluhan lainnya telah dipaksa melakukan karantina sendiri di provinsi Balochistan barat daya.

Masjid-masjid Jamaah Tabligh dan tempat-tempat ibadah lain milik kelompok ini ditutup atau ditandai sebagai pusat karantina pada akhir Maret lalu.

Di India, pada 22 Maret, otoritas menutup pintu markas Jamaah Tabligh di jalan sempit Nizamuddin, New Delhi, sementara sekitar 2.500 jemaah masih ada di dalamnya, setelah diketahui bahwa pertemuan keagamaan yang diselenggarakan oleh kelompok itu pada 13-15 Maret menyebabkan lonjakan kasus COVID-19  terbesar di India. (aljazeera)

Brigade Hizbullah Irak Hentikan Operasi Anti-AS dengan Syarat

Kelompok pejuang Brigade Hizbullah Irak menyatakan pihaknya siap menghentikan operasi anti “pasukan musuh”, frasa yang mengacu kepada pasukan AS yang bercokol di Irak, dengan syarat.

Pemimpin Brigade Hizbullah Abu Ahmad al-Basri dalam keterangan persnya, Selasa (7/4/2020), menyatakan, “Para komandan kami telah memberitahu kami kontinyuitas  kesiagaan untuk operasi-operasi strategis anti pasukan agresor dan pemantauan terhadap pergerakan mereka.”

Dia menambahkan, “Operasi-operasi anti-pasukan musuh dihentikan selagi mereka terus menarik diri dari negeri kami.”

Sehari sebelumnya, juru bicara Brigade Hizbullah Irak Abu Ali al-Askari memublikasi kalimat yang terdiri atas tiga kata bahasa Inggris; “USA The End” (AS Tamat).

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Selasa, mengungkap perundingannya dengan pemerintah Irak mengenai keberadaan pasukan AS di Negeri 1001 Malam tersebut.

“Persoalan-persoalan strategis akan dibahas dalam perundingan dengan pemerintah Irak, termasuk masa depan keberadaan militer AS yang bekerja di sana.”

Dia menambahkan, “AS siap bekerjasama dengan siapapun perdana menteri yang melayani kepentingan rakyat Irak.”

Pompeo juga mengatakan bahwa Washington mengusulkan perundingan AS dengan pemerintah Irak pada pertengahan Juni mendatang di tengah merebaknya wabah COVID-19.

Dia juga menekan bahwa wabah ini jangan sampai membatasi kemampuan dalam apa yang disebutnya perang melawan kelompok teroris ISIS di Irak.

Maret lalu, pasukan Irak secara resmi mengambil alih pangkalan militer Al-Qaim di wilayah perbatasan negara ini dengan Suriah, setelah pasukan koalisi internasional pimpinan AS keluar pangkalan itu.

Pada bulan yang sama, pasukan koalisi internasional mengumumkan penarikan pasukan mereka dari pangkalan udara Qayyarah di selatan Mosul, Irak utara, dan menyerahkannya kepada pasukan Irak. (rt)