Rangkuman Berita Utama Timteng, Rabu 5 Juli 2017

Jakarta, ICMES:emir qatar tamim bin hamad al-thani2Sebuah situs Prancis yang khusus membahas tentang Qatar, memberitakan hilangnya Emir Qatar sejak munculnya ketegangan antara negara ini dengan negara-negara Teluk.

Menlu Qatar Mohammad bin Abdulrahman al-Thani membuat pernyataan tegas terhadap kubu Arab Saudi dengan menyebut  desakan mereka terhadap Qatar “tidak realistis” sehingga “tidak dapat diterapkan.”

Iran dan Rusia meningkatkan koordinasi untuk mencegah intervensi ilegal Amerika Serikat di Suriah, karena terlihat adanya “upaya terbuka” AS untuk menguatkan mental para teroris dan mempertahankan keberadaan mereka.

Komandan pasukan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Mayjen Mohammad Ali Jafari menyebut Arab Saudi “negara teroris”.

Milisi Ansarullah Yaman yang juga lazim disebut kelompok Houthi mengaku telah merudal basis militer Arab Saudi di kawasan Jizan.

Berita selengkapnya;

Emir Qatar Hilang atau Diteror?

Sebuah situs Prancis yang khusus membahas tentang Qatar, memberitakan hilangnya Emir Qatar sejak munculnya ketegangan antara negara ini dengan negara-negara Teluk.

Qatar Infos adalah situs yang memiliki kedekatan dengan pejabat tinggi Qatar. Situs ini mengkhususkan diri dalam memperkenalkan Qatar kepada warga Prancis dan negara-negara Barat. Pendiri situs ini, Antonio Amaniera, mengungkapkan kekhawatirannya terkait Syekh Tamim bin Hamad. Sejak awal krisis hubungan diplomatik antara Qatar dan negara-negara pemboikotnya, Emir Qatar dilaporkan menghilang. Meski belum dikonfirmasi, Amaniera menyatakan kemungkinan nyawa Emir Qatar dalam bahaya.

Situs ini menyinggung sejumlah analisis yang dipenuhi kekhawatiran atas nasib Emir Qatar. Menurutnya, pemimpin Qatar ini sudah tidak terlihat selama sepekan. Qatar Infos mengklaim, Emir Qatar terakhir kali tampil di depan umum adalah saat dia mengunjungi museum nasional Doha. Saat itu, dia didampingi saudarinya, Sheikha Mayassa. Media-media resmi Qatar mempublikasikan berita kunjungan ini selang beberapa jam setelahnya.

Menurut situs ini, setelah mengunjungi museum, Emir Qatar menghilang di salah satu pusat komando rahasia di Doha. Sejak saat itu, tak seorang pun tahu keberadaannya.

Dengan menghilangnya Syekh Tamim, puluhan pengawalnya segera menyebar di sejumlah penjuru Qatar karena mencemaskan nasibnya. Di saat bersamaan, pasukan Turki yang berada di Qatar diperintahkan untuk bersiap siaga. Begitu pula dengan sejumlah pasukan keamanan rahasia lain yang identitas dan kewarganegaraan mereka belum diketahui. (alalam)

Menlu Qatar: Permintaan Kubu Saudi “Tidak Realistis” Dan “Tak Dapat Diterapkan.”

Menlu Qatar Mohammad bin Abdulrahman al-Thani membuat pernyataan tegas terhadap kubu Arab Saudi dengan menyebut  desakan mereka terhadap Qatar “tidak realistis” sehingga “tidak dapat diterapkan.”

Dalam jumpa pers bersama sejawatnya dari Jerman, Sigmar Gabriel, di Doha, ibu kota Qatar, Selasa (4/7/2017), al-Thani mengatakan persyaratan yang diajukan Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir “tidak berkaitan dengan teroris, melainkan dengan penindasan terhadap kebebasan bereskspresi.”

“Tak ada penyelesaian bagi krisis apapun kecuali melalui meja perundingan dan dialog berdasarkan prinsip kesetaraan antarnegara, bukan intimidasi,” tegasnya.

Mengenai isi surat yang telah diserahkan Doha kepada Kuwait dalam menanggapi desakan empat negara Arab yang telah memutuskan hubungan dengan Qatar itu al-Thani menyatakan tanggapan Qatar dibuat  berdasarkan prinsip menghormati kedaulatan negara dan undang-undang internasional.

Dia menegaskan lagi bahwa permintaan kubu Saudi “tidak realistis dan tak dapat diimplementasikan” karena “menyalahi kedaulatan sebuah negara dan mencampuri urusan dalam negerinya”, dan Doha “menolak perwalian atas Qatar oleh negara manapun.”

Sebelumnya di hari yang sama Menlu UEA Abdullah bin Zayed bin Sultan al-Nahyan mengecam Qatar dengan mengatakan, “Cukuplah (Qatar) menyokong terorisme.” Menanggapi hal ini, Menlu Qatar balik mengatakan, “Cukuplah kedustaan terhadap Qatar dan pencemaran nama baiknya. Cukuplah perlindungan terhadap penjahat perang.” Dia tidak menyebutkan siapakah penjahat perang yang dimaksud.

Ditanya wartawan mengenai pertemuan segi empat mengenai langkah selanjutnya terhadap Qatar yang akan digelar oleh para menlu Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir di Kairo, Rabu (5/7/2017), Mohammad bin Abdulrahman al-Thani mengatakan, “Tak dapat ditebak sikap negara-negara pemblokade itu. Yang jelas mereka telah melanggar banyak prinsip undang-undang internasional melalui penerapan blokade secara ilegal terhadap negaraku, dan pada gilirannya kami tak dapat menebak hasil pertemuan ini.”

Di pihak lain, Menlu Jerman Sigmar Gabriel menyatakan pihaknya mendukung upaya Kuwait dan Amerika Serikat mengatasi krisis Teluk, sementara Jerman sendiri tidak menjadi penengah namun mendukung upaya penyelesaian. (aljazeera/ rayalyoum)

Iran Dan Rusia Perkuat Koordinasi Untuk Cegah Intervensi AS Di Suriah

Sekjen Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran Laksamana Ali Samkhani menyatakan negara ini dan Rusia meningkatkan koordinasi untuk mencegah intervensi ilegal Amerika Serikat (AS) di Suriah, karena terlihat adanya “upaya terbuka” AS untuk menguatkan mental para teroris dan mempertahankan keberadaan mereka di sejumlah wilayah yang mereka kuasai.

Hal ini dia ungkapkan terkait dengan kontak telefonnya dengan Direktur Dinas Keamanan Federal Rusia Nikolai Patrushev, Selasa (4/7/2017), di mana keduanya membicarakan proses penguatan koordinasi antar badan keamanan nasional kedua negara dan kerjasama bilateral mengenai krisis Suriah dan pertemuan di Astana.

Samkhani mengapresiasi kontinyuitas kerjasama kedua negara yang, menurutnya, urgen dalam proses pemberantasan terorisme, pemulihan stabilitas, dan penjagaan gencatan senjata. Dia menegaskan harus diambil langkah-langkah efektif untuk menutup celah bagi para teroris yang sudah kalah perang untuk menyalahgunakan kondisi gencatan senjata tentara Suriah dengan para pemberontak.

Menurut, AS sedang melakukan beberapa tindakan untuk membuka kemungkinan terjadinya eskalasi di kawasan dan memperkuat kubu teroris.

“Penguatan koordinasi antara Iran dan Rusia untuk mencegah intervensi AS di Suriah dan mencegah kelancangan terhadap integritas Suriah dan persatuan nasionalnya tergolong urgen dalam proses kerjasama Teheran-Moskow,” katanya.

Dia menambahkan, “Ada operasi terbuka yang bertujuan menguatkan mental teroris dan memperkuat mereka di sejumlah kawasan yang dikuasai oleh kawanan takfiri bersenjata. Hal ini dilakukan AS dengan menyerang posisi-posisi tentara Suriah, dan ini menyalahi resolusi Dewan Keamanan dan Piagam PBB.”

Di pihak lain, sembari menyinggung pertemuan babak ke-5 antara pemerintah Suriah dan oposisi di Astana, Kazakhstan, Nikolai Patrushev juga menekankan keharusan penguatan koordinasi Rusia-Iran untuk membatasi sarana penyebaran pasukan pengawas gencatan senjata.

“Demi kemajuan kesepakatan dan demi menjaga gencatan senjata yang telah dihasilkan di Surian, sangat penting pembatasan sarana implementasi penjagaan dan pengawasan gencatan senjata,” ungkapnya.

Dia mengaku gembira atas apa yang telah dicapai di lapangan maupun di forum politik dari kerjasama Rusia-Iran dalam pemberantasan terorisme di Suriah. Dia mengingatkan bahwa segala upaya politik untuk penumpasan teroris  akan sia-sia jika berada di luar koridor prakarsa yang sedang berjalan dan telah menyediakan peluang bagi gencatan senjata di Suriah.

Perundingan damai Suriah babak ke-5 di Astana telah dimulai Selasa kemarin dan akan berlanjut hingga hari ini. (alalam)

Komandan IRGC Sebut Saudi Negara Teroris

Komandan pasukan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Mayjen Mohammad Ali Jafari menyebut Arab Saudi “negara teroris”. Hal ini dia katakan dalam sebuah statemennya bahwa pemimpin Iran telah memperpanjang masa jabatan Jaafari sebagai komandan pasukan elit Iran ini sampai tiga tahun lagi.

Jafari, 59 tahun, sudah 10 tahun menjabat komandan IRGC dan jabatan ini semula akan berakhir tiga bulan lagi, namun dalam statemen tersebut jenderal yang sangat berpengaruh ini mengaku masih akan menduduki jabatannya sampai minimal tahun 2020 karena perpanjangan tersebut.

Dalam pidato di depan para petinggi dan anggota IRGC di Teheran, Selasa (4/7/2017), dia melontarkan kecaman pedas terhadap Saudi yang kontra Iran dalam beberapa konflik regional Timteng.

“Sekarang Saudi sudah menjadi negera teroris di kawasan ini… Kita berhadapan dengan musuh yang hanya mengenal bahasa kekuatan sehingga kita tak dapat berbicara dengannya dengan bahasa lain,” katanya.

Meski demikian, Jafari juga menyebutkan bahwa opsi dialog dan negosiasi masih terbuka.

“Sebagian orang berusaha mengesankan bahwa kami pantang bergaul dengan dunia, dan bahwa kita mengupayakan perang. Saya tegaskan dengan lantang bahwa IRGC juga mengupayakan perdamaian, tapi perdamaian tidak akan terkejar dan berkelanjutan kecuali apabila musuh takut berperang dengan kita dan takut kepada akibatnya,” ujar Jafari.

Jaafari memulai karir militernya dalam perang Irak-Irak yang berlangsung pada tahun 1980 sampai dengan 1988, dan pada September 2007 Pemimpin Besar Iran Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei mengangkatnya sebagai komandan IRGC.

IRGC sendiri dibentuk sebagai kekuatan militer penyeimbang untuk melindungi revolusi Islam pimpinan Imam Khomaini yang berhasil meruntuhkan dinasti Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979.

IRGC terlibat dalam operasi militer Iran di Irak dan Suriah, mengendalikan badan-badan intelijen khusus, dan menjalankan kegiatan ekonomi. Amerika Serikat yang menjadi musuh bebuyutan Iran telah menjatuhkan sanksi-sanksi keras terhadap IRGC dengan tuduhan bahwa pasukan elit Iran ini menjalankan kegiatan teror dan mengacaukan stabilitas Timteng. (rayalyoum)

Ansarullah Yaman Merudal Basis Militer Saudi

Milisi Ansarullah Yaman yang juga lazim disebut kelompok Houthi mengaku telah merudal basis militer Arab Saudi di kawasan Jizan, Selasa (4/7/2017).

Kantor berita Yaman, Saba, melaporkan bahwa pasukan rudal telah melesatkan rudal “Zilzal 2” dengan sasaran basis militer al-Mi’zab milik Arab Saudi.

“Rudal ini telah mengena sasarannya dan menimpakan kerugian pada barisan musuh (tentara Saudi) beserta perlengkapan militernya,” ungkap sumber militer Ansarullah kepada Saba.

Pihak Saudi sendiri belum merilis pernyataan mengenai klaim Ansarullah tersebut, namun biasanya Saudi selalu membantah klaim Ansarullah dan mengaku berhasil merontokkan rudal mereka.

Seperti diketahui, Yaman dilanda perang saudara di mana pihak presiden tersingkir Abd Rabbuh Mansour Hadi didukung serangan udara pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi terhadap milisi Ansarullah yang bersekutu dengan pasukan mantan presiden Ali Abdullah Saleh.

Serangan Saudi dan sekutunya yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun di Yaman  telah menjatuhkan belasan ribu korban tewas dan puluhan ribu korban luka serta menghancurkan banyak fasilitas infrastruktur Yaman. Sebagian besar korban tersebut adalah warga sipil, termasuk anak kecil, kaum perempuan, dan lansia.

Target pasukan koalisi Arab untuk menumpas Ansarullah atau setidaknya mengusir mereka dari Sanaa, ibu kota Yaman, hingga kini tak menghasilkan pertanda akan berhasil. (rayalyoum)