Jakarta, ICMES. Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi dalam pidatonya pada sesi ke-78 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di New York, AS, mengatakan proyek Amerikanisasi global telah gagal.
Pasukan Israel telah membunuh tiga warga Palestina dalam serangan di Tepi Barat, dan seorang warga Palestina lainnya dalam insiden terpisah di Jalur Gaza.
Para perunding Ansarullah meninggalkan Riyadh, ibu kota Arab Saudi, setelah menjalani perundingan selama lima hari dengan para pejabat Saudi mengenai kemungkinan perjanjian untuk mengakhiri konflik di Yaman.
Berita Selengkapnya:
Presiden Iran di PBB Sebut Proyeksi AS terhadap Dunia Gagal
Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi dalam pidatonya pada sesi ke-78 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di New York, AS, Selasa (19/9), mengatakan proyek Amerikanisasi global telah gagal.
“Dunia sedang bertransisi ke dalam tatanan baru yang tidak dapat diubah lagi. Persamaan dominasi Barat tidak lagi berlaku untuk dunia, dan tatanan liberal lama yang dulunya hanya melayani kepentingan imperialis dan kapitalis yang tidak pernah puas, telah tersingkirkan,” ungkap Sayid Raisi.
“Proyek untuk melakukan Amerikanisasi dunia telah gagal,” tegasnya, seraya menekankan, “Bangsa Iran bangga karena telah memainkan peran terbesar, berkat Revolusi Islam, dalam mengungkap imperialis di Timur dan Barat.”
Di bagian lain pidatonya, Presiden Raisi menyebut negaranya telah membuka babak baru hubungan yang saling menguntungkan dengan negara-negara tetangganya.
“Kebijakan bertetangga Republik Islam adalah kebijakan yang penuh kebajikan bagi kawasan. Kami dengan tegas menggenggam erat setiap uluran tangan persahabatan,” tuturnya.
Dia juga mengutuk maraknya aksi penistaan kitab suci Al-Quran di Swedia dan Denmark beberapa waktu lalu.
“Al-Quran Al-Karim telah melarang penghinaan terhadap gagasan dan keyakinan,” ujarnya, sembari sembari mengaacungkan mushaf kitab suci Al-Quran, danmenyoal, “ Apa yang mendefinisikan kemanusiaan dan mengangkat nilai-nilai kemanusiaan lebih baik daripada firman Tuhan Yang Maha Esa?”
Presiden Iran mengingatkan, “Ini bukan pertama kalinya mereka membakar kitab suci Tuhan, dan mengira bahwa mereka telah meredam suara surga selamanya…. Tetapi ajaran Al-Quran bagi umat manusia akan tetap menyala, dan api penghinaan tidak akan pernah padam, dan distorsi tidak akan sebanding dengan kebenaran.”
Raisi mengatakan Islamofobia dalam bentuk apa pun, pembakaran Al-Quran maupun pelarangan aturan berpakaian Islami di sekolah, sama saja dengan menyebarkan kebencian.
“Ada tujuan yang lebih besar dibalik aksi-aksi kebencian ini, dan menghubungkannya dengan kebebasan berpendapat adalah hal yang menyesatkan,” tegasnya.
Mengenai Palestina, dia menyoal, “Bukankah sudah waktunya pendudukan atas Palestina diakhiri, dan Palestina diakui sebagai negara merdeka? Dan bukankah sudah waktunya pendudukan tanah Lebanon dan Suriah oleh entitas Israel diakhiri?”
Mengenai perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), Presiden Iran mengatakan, “AS meninggalkan JCPOA dan melakukan kejahatan di kancah global.”
Dia menegaskan, “senjata nuklir tidak ada dalam doktrin Iran.”
Presiden Raisi lantas menandaskan, “Iran tidak akan melepaskan haknya untuk memperoleh energi nuklir untuk tujuan damai.”
Dia menambahkan bahwa sanksi AS terhadap Iran belum membuahkan hasil apa pun, dan Washington harus menghentikan sanksi tersebut.
Sayid Raisi mengakhiri pidatonya di hadapan Majelis Umum PBB dengan mengatakan: “Negara-negara kuno ini mewakili masa lalu, dan kami mewakili masa depan.” (presstv/alalam)
Israel Bunuh Empat Orang Palestina di Tepi Barat dan Gaza
Pasukan Israel telah membunuh tiga warga Palestina dalam serangan di Tepi Barat, dan seorang warga Palestina lainnya dalam insiden terpisah di Jalur Gaza, Selasa (19/9).
Pasukan Zionis menyerbu kamp pengungsi Jenin, Tepi Barat, dan melakukan kekerasan yang juga melukai sekira 20 orang lain, menurut pejabat kesehatan Palestina.
Militer Israel tidak mengkonfirmasi pembunuhan di Gaza, namun menyatakan bahwa “para perusuh” berkumpul di dekat pagar yang memisahkan Gaza dari Israel, dan “sejumlah alat peledak diaktifkan oleh para perusuh”.
Militer juga memberikan sedikit rincian tentang kematian di Jenin, dan mengaku telah melakukan serangan dengan menggunakan drone.
Kekerasan terjadi setelah Israel mengumumkan pada Minggu malam bahwa pihaknya akan menutup penyeberangan Beit Hanoun (Erez) menyusul meletusnya protes di perbatasan dan evaluasi keamanan oleh pejabat pertahanan.
“Pembukaan kembali penyeberangan akan tunduk pada evaluasi berkelanjutan berdasarkan situasi yang berkembang di wilayah tersebut,” kata COGAT, sebuah unit di Kementerian Pertahanan Israel yang bertanggung jawab atas urusan sipil Palestina.
Penutupan Beit Hanoun, satu-satunya jalur pejalan kaki keluar dari wilayah Gaza tersebut menuju Israel, telah menyebabkan sekitar 18.000 warga Palestina dari Gaza yang telah diberikan izin kerja tidak dapat mengakses pekerjaan mereka.
Serangkaian protes terjadi selama musim liburan di Israel yang dimulai dengan Rosh Hashanah, Tahun Baru Yahudi minggu lalu dan berlanjut hingga festival Sukkot minggu depan.
Selama liburan, sejumlah besar orang Yahudi diperkirakan akan memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa, yang mereka sebut Temple Mount, di Kota Tua Al-Quds Timur.
Keputusan untuk memblokir masuknya warga Palestina ke Israel dikutuk sebagai “hukuman kolektif ilegal” oleh LSM Israel Gisha, yang mengadvokasi kebebasan bergerak warga Palestina.
Tindakan ini “merugikan pekerja Gaza dan keluarga mereka, serta pemegang izin lainnya yang perlu melakukan perjalanan untuk keperluan kemanusiaan”, ungkap Gisha dalam sebuah pernyataan.
Israel telah mempertahankan blokade ketat darat, udara dan laut di Jalur Gaza sejak 2007, ketika Hamas merebut kekuasaan di wilayah pesisir tersebut.
Telah terjadi banyak perang antara kelompok bersenjata yang berbasis di Gaza dan Israel dalam beberapa tahun terakhir.
Hamas mengatakan protes di Gaza merupakan respons terhadap provokasi Israel, dengan alasan peningkatan jumlah aktivis nasionalis sayap kanan Yahudi yang memasuki kompleks Al-Aqsa. (aljazeera)
Ansarullah Tinggalkan Saudi Usai Pembicaraan Gencatan Senjata di Yaman
Para perunding Ansarullah meninggalkan Riyadh, ibu kota Arab Saudi, setelah menjalani perundingan selama lima hari dengan para pejabat Saudi mengenai kemungkinan perjanjian untuk mengakhiri konflik di Yaman.
Saluran TV Al-Masirah milik Ansarullah melaporkan bahwa delegasi Ansarullah dan mediator Oman mendarat di ibu kota Yaman, Sanaa, pada Selasa (19/9), setelah putaran perundingan di Arab Saudi.
Dua sumber menyebutkan bahwa deberapa kemajuan telah dicapai mengenai beberapa poin utama antara Ansarullah dan Arab Saudi, termasuk batas waktu keluarnya pasukan asing dari Yaman dan mekanisme pembayaran gaji masyarakat, dan bahwa kedua belah pihak akan bertemu untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut setelah konsultasi “segera”.
Delegasi Ansarullah tiba di Arab Saudi pekan lalu, dan ini menjadi kunjungan resmi pertama ke Saudi sejak perang pecah di Yaman pada tahun 2014 setelah Ansarullah memotori aksi protes rakyat Yaman yang berujung tergulingnya pemerintah yang didukung Saudi.
Pembicaraan tersebut dilaporkan terfokus pada pembukaan kembali pelabuhan dan bandara Sanaa yang dikuasai Ansarullah, pembayaran gaji pegawai negeri, upaya pembangunan kembali, dan batas waktu bagi pasukan asing untuk keluar dari Yaman.
Sebuah perjanjian akan memungkinkan PBB untuk memulai kembali proses perdamaian politik yang lebih luas dan melibatkan pihak-pihak lain dalam konflik Yaman, termasuk pemerintah Yaman dan kekuatan separatis selatan. (almasirah/aljazeera)