Jakarta, ICMES. Juru bicara militer Yaman, Brigjen Yahya Saree, mengumumkan bahwa sekira 200 anggota pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi tewas pada tahap kedua operasi militer bersandi “Nasrun min Allah”.
Gerakan Ansarullah (Houthi) di Yaman memperingatkan kepada Arab Saudi bahwa serangan dahsyat seperti yang menimpa dua komplek kilang minyak Aramco milik Saudi akan terjadi lagi jika Riyadh tidak merespon dan mengimbangi inisiatif damai Ansarullah.
Komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Jenderal Qasem Soleimani mengenai keterlibatan dan perannya dalam perang Hizbullah melawan Israel pada tahun 2006.
Pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabi menilai pernyataan Perdana Menteri Irak mengenai keterlibatan Israel dalam serangan ke markas al-Hashd al-Shaabi merupakan lampu hijau untuk pembalasan.
Berita selengkapnya:
Operasi Pasukan Yaman Babak II, Sekira 200 Pasukan Koalisi Pimpinan Saudi Tewas dan Luka
Juru bicara militer Yaman, Brigjen Yahya Saree, mengumumkan bahwa sekira 200 anggota pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi tewas pada tahap kedua operasi militer bersandi “Nasrun min Allah” (Pertoloangan dari Allah) yang dilancarkan oleh militer Yaman bersama para pejuang Lijan al-Shaabiya yang berafiliasi dengan gerakan Ansarullah (Houthi) di wilayah provinsi Najran, Saudi.
“Pasukan kami pada tahap kedua operasi militer berhasil menawan sejumlah besar pasukan koalisi, termasuk tentara Saudi,” ujar Saree, Selasa (1/10/2019).
Dia menyebutkan bahwa pasukan loyalis presiden pelarian Yaman Abd Rabbuh Mansour Hadi dan para sekutunya dibiarkan kabur menuju kota Najran, dan dalam rangka ini mereka bahkan diarahkan oleh para komandan Ansarullah.
“Pasukan kami telah menguasai tiga kamp militer pasukan koalisi, termasuk gudang-gudang berbagai jenis dan perlengkapan militer, serta mengamankan kawasan seluas lebih dari 150 kilometer persegi dari jalur pembebasan dua kawasan al-Fara’ dan al-Shouh hingga perbukitan di dekat Najran pada tahap kedua operasi militer ini,” sambung Saree.
Dia juga mengatakan, “Pasukan kami berhasil menghancurkan dan merebut lebih dari 120 mobil lapis baja dan kendaraan militer”, meskipun “jet-jet tempur pasukan koalisi pimpinan Saudi melancarkan lebih dari 600 serangan udara dalam pelaksanaan operasi tersebut”.
Sabtu lalu militer Yaman mengumumkan kesuksesan tahap pertama operasi militer tersebut sembari menyebutkan bahwa sejumlah besar pasukan koalisi, termasuk tentara Saudi, tertawan oleh pasukan Yaman di provinsi Najran, Saudi. (raialyoum)
Ansarullah: Tragedi Aramco Jilid II akan Terjadi
Gerakan Ansarullah (Houthi) di Yaman memperingatkan kepada Arab Saudi bahwa serangan dahsyat seperti yang menimpa dua komplek kilang minyak Aramco milik Saudi akan terjadi lagi jika Riyadh tidak merespon dan mengimbangi inisiatif damai yang diusung Ansarullah pada Jumat pekan lalu.
Ancaman ini dilontarkan oleh Ketua Dewan Tinggi Politik Yaman, Mahdi al-Mashat, dalam pertemuannya dengan Utusan Khusus Sekjen PBB Martin Griffiths, Selasa (1/10/2019).
“Demi perdamaian kami telah mengajukan sejumlah inisiatif di mana yang terbaru di antaranya ialah penghentian serangan terhadap Saudi agar serangan dan blokade terhadap Yaman juga dihentikan, serta pembebasan ratusan tawanan secara sepihak, sementara pihak agresor tetap saja enggan menempuh langkah kongkret apapun untuk membuktikan hasratnya kepada perdamaian,” keluh al-Mashat.
Dia menjelaskan, “Ketika kami meluncurkan inisitif ini tujuan kami ialah mencapai perdamaian. Kami terpaksa menangguhkan sejumlah serangan strategis yang telah dipersiapkan dan direncanakan dengan volume dan dampak yang tak kalah besarnya dengan serangan terhadap Aramco.”
Dia lantas menegaskan, “Kami ingin meneriakkan suara perdamaian sekencangnya, dan jika mereka tidak mendengarkannya maka kami memiliki pukulan-pukulan menyakitkan yang akan membuat mereka mendengarnya.”
Menurutnya, beberapa serangan itu sengaja ditunda “demi memberi pihak lain (Saudi) kesempatan untuk menerima dan menggunakan inisiatif itu serta mendengar suara akal dan logika.”
Dia merinci berbagai langkah telah ditempuh Ansarullah untuk membuktikan keseriusannya mencapai solusi damai, dimulai dengan menerapkan lebih dari 90 persen komitmen Perjanjian Stockholm yang diberlakukan sejak beberapa bulan lalu terkait Hudaydah, tapi pihak lawan “sama sekali tidak menempuh langkah apapun dalam perjanjian ini”.
“Negara-negara agresor bukannya menempuh langkah kongkret menuju perdamaian, tapi malah meningkatkan perang ekonominya dengan cara meningkatkan aksi-aksi para sniper dan penahanan kapal-kapal pembawa bahan makanan, obat-obatan, dan produk minyak,” lanjutnya.
Dia menegaskan bahwa sikap pihak koalisi terkait perdamaian hanya sebatas retorika dan tidak menyentuh keadaan di lapangan. Karena itu, dia mendesak PBB agar menunaikan tanggungjawabnya dengan mengaktifkan bandara internasional Sanaa demi tujuan kemanusiaan, dan tidak terus menerus menyesuaikan diri dengan blokade yang diterapkan pasukan koalisi terhadap Yaman. (raialyoum)
Jenderal Soleimani Kisahkan Keterlibatannya dalam Perang Hizbullah-Israel Tahun 2006
Stasiun televisi resmi Iran menayangkan wawancara eksklusif dengan komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Jenderal Qasem Soleimani mengenai keterlibatan dan perannya dalam perang Hizbullah melawan Israel pada tahun 2006.
Dalam wawancara selama 90 menit yang ditayangkan pada hari Selasa (1/20/2019) itu Soleimani menjelaskan proses kepergiannya ke Libanon untuk membantu Hizbullah dalam perang yang berlangsung selama 34 hari tersebut.
Dia mengisahkan bahwa dia masuk ke Libanon melalui Suriah bersama petinggi Hizbullah Imad Mughniyah yang gugur pada tahun 2008. Mughniyah adalah sosok yang dipandang Hizbullah sebagai arsitek kemenangan atas Israel dalam perang yang menewaskan ratusan tentara Israel tersebut.
Soleimani menyebutkan peristiwa pemicu perang berupa aksi sekelompok pejuang Hizbullah memasuki wilayah Palestina pendudukan (Israel) dan serangan mereka terhadap tank Zionis hingga penawanan mereka atas dua tentara Zionis yang terluka pada 12 Juli 2016.
Dia menjelaskan bahwa seminggu setelah memasuki Libanon dia kembali ke Iran untuk memberitahu Pemimpin Besar Iran Grand Ayatullah Sayid Ali Khamenei perkembangan situasi di Libanon, dan di hari yang sama dia bertolak lagi ke Libanon membawa surat Sang Ayatullah kepada Sekjen Hizbullah Sayid Hassan Nasrallah. Sejak itu Jenderal Soleimani bertahan di Libanon hingga perang berakhir.
Dia tidak menyebutkan ada atau tidaknya pasukan Iran lain dalam perang ini. Dia mencukupkan dengan kisah pengalaman pribadinya, terutama komunikasi intensifnya dengan Mughniyah dan Nasrallah.
Wawancara ini dilakukan oleh kantor Ayatullah Khamenei beberapa hari setelah kantor yang sama memublikasi foto Sayid Nasrallah bersama Ayatullah Khamenei dan Jenderal Soleimani sehingga mengesankan bahwa ketiganya belum lama ini telah mengadakan pertemuan singkat di Teheran, ibu kota Iran. (raialyoum)
Pasukan Relawan Irak Nyatakan Ada Lampu Hijau untuk Balas Israel
Tokoh pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabm Abu Ala al-Walai menyebutkan bahwa pernyataan Perdana Menteri Irak Adil Abdul Mahdi mengenai keterlibatan Israel dalam serangan ke markas al-Hashd al-Shaabi merupakan lampu hijau bagi pasukan relawan ini untuk membalas rezim Zionis tersebut.
Al-Walai yang menjabat sekjen Brigade Sayyid al-Syuhada, salah satu elemen al-Hashd al-Shaabi, di halaman Twitter-nya, Selasa (1/20/2019), menuliskan, “Pernyataan Abdul Mahdi mengenai keberadaan Israel dibalik pemboman markas-markas al-Hashd merupakan lampu hijau bagi pembalasan.”
Senin malam lalu Perdana Menteri Irak untuk pertama kalinya secara langsung menuding Israel telah menyerang posisi-posisi al-Hashd al-Shaabi di Irak belakangan ini.
“Penyelidikan mengenai serangan ke beberapa posisi al-Hashd menunjukkan bahwa Israel adalah pelakunya,” ungkap Abdul Mahdi dalam wawancara dengan saluran TV Aljazeera.
Dia menambahkan, “Banyak petunjuk yang menyatakan bahwa tak seorang menghendaki perang di kawasan kecuali Israel.”
Dalam beberapa pekan lalu sejumlah posisi al-Hashd al-Shaabi mendapat serangan dari drone, namun selama itu tidak ada pernyataan resmi yang menunjuk Israel sebagai pelakunya, hingga kemudian Perdana Menteri Israel melontarkan tuduhan itu dalam wawancara tersebut. (raialyoum)