Jakarta, ICMES. Pengadilan internsional yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan seorang anggota Hizbullah bernama Salim Ayyash  bersalah dalam kasus peledakan bom yang menewaskan mantan perdana menteri Libanon mendiang Rafik Hariri pada tahun 2005.
Presiden Lebanon, Michel Aoun, menilai tidak mungkin ledakan Pelabuhan Beirut disebabkan oleh gudang yang dipenuhi senjata Hizbullah.
Gerakan Ansarallah (Houthi) di Yaman mengecam Koalisi Arab pimpinan Arab Saudi dan pemerintahan Presiden Yaman ‘Abd Rabbuh Mansour Hadi, dan memastikan tak ada negosiasi rahasia Ansarullah dengan Saudi.
Teheran membantah klaim Amerika Serikat (AS) bahwa Iran menawarkan hadiah kepada Taliban jika kelompok militan di Afghanistan ini menyerang pasukan AS.
Berita selengkapnya:
Pengadilan Internasional Salahkan Anggota Hizbullah dalam Pembunuhan Rafik Hariri
Pengadilan internsional yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan seorang anggota Hizbullah bernama Salim Ayyash  bersalah dalam kasus peledakan bom yang menewaskan mantan perdana menteri Libanon mendiang Rafik Hariri pada tahun 2005.
Salim Ayyash dinyatakan bersalah, sementara tiga tersangka Hizbullah lainnya dibebaskan dari dakwaan.
Keputusan Pengadilan Khusus untuk Lebanon (STL) – pengadilan internasional yang berbasis di dekat Den Haag, Belanda – dikeluarkan Selasa (18/8/2020), yaitu lebih dari 15 tahun setelah Hariri terbunuh bersama 21 orang lainnya dalam ledakan besar di Beirut pada 14 Februari 2005.
Keempat anggota kelompok dan partai politik yang didukung Iran dituduh mengatur dan melakukan serangan itu, meskipun kelompok itu tidak dituntut secara resmi dan membantah terlibat.
Menanggapi putusan STL, Mantan Perdana Menteri Libanon Saad Hariri yang juga merupakan putra Rafik Hariri mengatakan,”Kami menerima putusan pengadilan dan ingin keadilan diterapkan.†Dia mengaku mengharapkan “hukuman yang adil” bagi para penjahat.
Hariri menambahkan bahwa mereka yang membunuh ayahnya bertujuan “mengubah wajah Lebanon dan sistemnya serta identitas beradabnya”, dan karena itu “tidak akan ada kompromi” dalam masalah ini.
Dilaporkan bahwa Salim Ayyash, Assad Sabra, Hassan Oneissi, dan Hassan Habib Merhi yang disebut-sebut sebagai anggota Hizbullah diadili secara in absentia karena Hizbullah menolak mengungkapkan keberadaan mereka.
Hakim Micheline Braidy saat membacakan ringkasan putusan 2.600 halaman STL menyatakan “puas tanpa keraguan” dengan bukti yang menunjukkan bahwa Ayyash menggunakan telepon.
Sedangkan Hakim Janet Nosworthy mengatakan bahwa jaksa penuntut memberikan bukti yang tidak cukup untuk membuktikan tiga orang lainnya adalah kaki tangan.
STL juga menyatakan belum dapat mengaitkan peledakan itu dengan gerakan para pemimpin Hizbullah ataupun pemerintah Suriah.
“Tidak ada bukti bahwa pemimpin Hizbullah terlibat dalam pembunuhan Hariri, dan tidak ada bukti langsung keterlibatan Suriah,” ujar Hakim David Re.
Situs berita al-Alam milik Iran melaporkan bahwa sejak pengadilan itu dimulai 15 tahun silam, berbagai faksi politik Lebanon telah berulang kali menegaskan bahwa pengadilan internasional sejak awal sudah dipolitisasi karena suasana umum keputusan pengadilan itu menyasar Hizbullah bersamaan dengan kampanye AS-Israel yang didukung oleh negara-negara Arab tertentu untuk meledakkan situasi internal Lebanon dengan tujuan menekan Hizbullah dan menyingkirkannya dari konstalasi politik Libanon.
Pengadilan itu menelan biaya US$ 700 juta dolar sejak didirikan, dan sebagian dibayar oleh Lebanon yang terpuruk dalam krisis ekonomi. (aljazeera/alalam)
Presiden Libanon Sebut “Tak Mungkin†Senjata Hizbullah Penyebab Ledakan Pelabuhan Beirut
Presiden Lebanon, Michel Aoun, menilai tidak mungkin ledakan Pelabuhan Beirut disebabkan oleh gudang yang dipenuhi senjata Hizbullah.
Sebagaimana dilaporkan Reuters, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Corriere della Sera yang diterbitkan pada hari Selasa (18/8/2020), Aoun memastikan penyelidikan akan menjangkau semua kemungkinan, meskipun dia menjamin ledakan itu tidak disebabkan oleh senjata Hizbullah.
Menurut Aoun, Hizbullah tidak menyimpan senjata di pelabuhan itu, sebagaimana juga telah dinyatakan oleh, Sekjen Hizbullah, Sayid Hassan Nasrallah, pada awal bulan ini.
“Itu tidak mungkin, tapi peristiwa serius seperti ini mempertajam semangat dan imajinasi,†ujarnya saat menjawab pertanyaan surat kabar Italia tersebut mengenai kemungkinan senjata Hizbullah menjadi penyebab terjadinya tragedi ledakan dahsyat yang menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan lainnya di Beirut pada 4 Agustus 2020 tersebut.
Presiden Aoun memastikan penyelidikan sedang dilakukan untuk mengetahui apakah ledakan itu disebabkan oleh kelalaian, kecelakaan, ataupun gangguan dari pihak asing.
“Meski terlihat seperti kecelakaan, saya ingin menghindari tuduhan tidak mendengar semua suara,†imbuhnya.
Dia juga mengatakan, “Banyak orang mengatakan bahwa mereka melihat pesawat di angkasa di atas pelabuhan tepat sebelum ledakan, dan meskipun pernyataan ini tidak terlalu dapat diandalkan, tapi harus didengar.â€
Sejauh ini, pihak berwenang Lebanon belum memperoleh kesimpulan terkait sumber ledakan tersebut. (reuters)
Ansarullah Nyatakan Tak Ada Negosiasi Rahasia dengan Arab Saudi
Gerakan Ansarallah (Houthi) di Yaman mengecam Koalisi Arab pimpinan Arab Saudi dan pemerintahan Presiden Yaman ‘Abd Rubbah Mansour Hadi, dan memastikan tak ada negosiasi rahasia Ansarullah dengan Saudi.
“Upaya mediasi yang dipimpin oleh Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, dengan Arab Saudi telah menemui jalan buntu,†ungkap petinggi Ansarullah Mohammad Ali Al-Houthi  dalam wawancara dengan Al-Jazeera, Selasa (18/8/2020).
Dia menganggap Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menghalangi perdamaian di Yaman dengan cara terus melancarkan serangan ke Yaman, dan di saat yang sama malah berdamai dengan Israel.
Al-Houthi mengingatkan bahwa apa yang terjadi dengan Arab Saudi tidaklah berarti negosiasi.
“Beberapa poin dibicarakan atau dikonsultasikan, dan Arab Saudi menggunakan masalah demikian untuk menyesatkan dunia bahwa ada pembicaraan rahasia, sementara mereka terus memerangi rakyat Yaman, yang telah mencapai titik kelaparan,†terangnya.
Anggota Dewan Tinggi Politik Yaman kubu Ansarullah ini menambahkan, “Sama sekali tak ada negosiasi rahasia dengan Arab Saudi, dan jika ada negosiasi maka akan kami tunjukkan kepada dunia, kami tidak memiliki agenda apapun untuk ditakuti. Yang kami miliki hanyalah plafon nasional yang dapat kami bicarakan di depan semua orang, kami bukan agen sehingga kami pergi ke negosiasi secara rahasia. Jika ada negosiasi yang nyata, kami akan mengumumkannya. Ada beberapa kontak untuk kepentingan kesepahaman, tapi itu tidak berarti negosiasi.â€
Menanggapi pertanyaan mengenai serangan lagi Ansarullah ke Saudi, dia menegaskan bahwa serangan ke Saudi bukanlah agresi, melainkan upaya mencegah serangan Saudi ke Yaman.
“(Ini merupakan) perang terbuka dengan Arab Saudi, jika agresinya tak berhenti dan jika terus berlanjut dalam perang, maka pencegahan akan berlanjut,†tegasnya. (aljazeera)
Iran Bantah Tuduhan Tawarkan Hadiah kepada Taliban
Teheran membantah klaim Amerika Serikat (AS) bahwa Iran menawarkan hadiah kepada Taliban jika kelompok militan di Afghanistan ini menyerang pasukan AS.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzade, Selasa (18/8/2020), menyebut klaim baru AS itu bagian dari propaganda AS untuk “menutupi” kesalahan perhitungannya di Afghanistan.
Rusia juga pernah dituduh memberi hadiah kepada Taliban, dan Moskow lantas membantahnya.
Sehari sebelumnya, sebuah laporan di CNN mengklaim bahwa apa yang disebut anugerah atau hadiah (bounty) itu “dibayarkan oleh pemerintah asing, yang diidentifikasi CNN sebagai Iran, ke jaringan Haqqani – sebuah kelompok teroris yang dipimpin oleh pemimpin tertinggi kedua Taliban – untuk serangan mereka ke Pangkalan Udara Bagram pada 11 Desember.â€
Khatibzade menyatakan AS seharusnya “bertindak secara bertanggung jawab” dan mengakhiri “kehadiran bencana” di Afghanistan daripada mengkambing hitamkan pihak lain.
Pada tahun 2001 AS memimpin koalisi militer sekutunya untuk menginvasi Afghanistan dan menggulingkan rezim Taliban yang mereka anggap melindungi dan menyembunyikan kelompok teroris Al-Qaeda.
Sejak itu, Afghanistan kacau, dan sampai sekarang negara miskin ini masih kerap dilanda serangan teroris yang menjatuhkan banyak korban tewas dan luka. (presstv)