Jakarta, ICMES. Orang-orang Israel yang bepergian ke Amsterdam dengan status superter tim sepak bola tim mereka mengobarkan keonaran dan vandalisme di ibu kota Belanda tersebut dengan melakukan berbagai aksi kekerasan anti-Palestina dan anti-Arab.
Berbagai faksi Palestina, termasuk gerakan perlawanan Hamas yang berbasis di Gaza, Gerakan Mujahidin, dan Front Rakyatuntuk Pembebasan Palestina (PFLP), memuji reaksi warga Amsterdam terhadap kekerasan suporter Israel dan juga menyebutnya respon alami oleh orang-orang yang menginginkan diakhirinya genosida di Gaza dan menolak Zionisme.
Kantor HAM PBB (OHCHR) menyatakan bahwa kaum perempuan dan anak-anak menempati hampir 70% korban tewas genosida yang dilancarkan Rezim Zionis Israel di di Jalur Gaza.
Berita selengkapnya:
Rusuh Suporter Israel di Amsterdam, Massa Preman yang Dikesankan sebagai Korban
Orang-orang Israel yang bepergian ke Amsterdam dengan status superter tim sepak bola tim mereka mengobarkan keonaran dan vandalisme di ibu kota Belanda tersebut dengan melakukan berbagai aksi kekerasan anti-Palestina dan anti-Arab.
Para perusuh yang mengaku sebagai suporter klub sepak bola Maccabi Tel Aviv berbuat laiknya preman dan menebar kekerasan di Amsterdam selama hari Rabu dan Kamis (6-7/11). Mereka merobek bendera Palestina dari beberapa rumah, melakukan penyerangan dan pemukulan terhadap pengemudi taksi Arab dan penduduk setempat lainnya, termasuk dengan menggunakan linggis, dan meneriakkan makian-makian anti-Palestina dan anti-Arab serta brutalitas militer Israel terhadap orang-orang Arab di Timur Tengah.
Slogan yang mereka diteriakkan antara ejekan dan dukungan kepada genosida seperti “tidak ada sekolah di Gaza karena tidak ada anak-anak yang tersisa.”
Seperti diketahui, Gaza adalah wilayah pesisir Palestina yang telah menjadi sasaran perang genosida Israel sejak Oktober tahun lalu, dan sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 43.469 orang Palestina, yang menurut Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR), hampir 70% di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Anggota Dewan Amsterdam Jazie Veldhuyzen menyatakan bahwa massa perusuh dari Israel itu ” menyerang rumah-rumah warga di Amsterdam yang mengibarkan bendera Palestina, jadi di situlah sebenarnya kekerasan dimulai.”
Di tengah massa itu banyak yang mengenakan penutup muka dan diduga sebagai agen provokator Israel yang sengaja bermaksud mengobarkan kekerasan. Dugaan itu mengemuka setelah surat kabar Belanda De Telegraaf menyebutkan bahwa agen dinas rahasia Israel, Mossad, menyertai suporter Israel yang mengalur ke Amsterdam, dengan dalih “masalah keamanan.”
Kekerasan terjadi dan memicu bentrokan dengan penduduk lokal Belanda. Polisi menangkap 62 orang, namun tidak menangkap satu pun warga Israel, yang bahkan diberi perlindungan ketat dan dikawal ke tempat tinggal mereka.
“Sebagai reaksi (atas kekerasan itu), warga Amsterdam mengerahkan diri dan melawan serangan yang dimulai pada hari Rabu oleh para perusuh Maccabi,” kata Veldhuyzen.
Namun demikian, para pejabat Israel dan Barat malah berlomba menstigma reaksi tersebut sebagai “serangan anti-Semit.” Mereka antara lain Perdana Menteri Belanda Dick Schoof, yang berusaha meyakinkan mitranya dari Israel, Benjamin Netanyahu, bahwa “para pelaku akan dilacak dan diadili.”
Politikus Belanda ternama Geert Wilders, yang dikenal karena sikapnya yang sangat anti-Muslim dan pro-Israel, juga berusaha mengesankan reaksi tersebut sebagai “pogrom” dan “perburuan Yahudi”. Dia menyerukan penangkapan dan deportasi terhadap apa yang dia sebut sebagai “sampah multikultural,” padahal mereka hanya mereaksi para perusuh dari Israel.
Belanda menyambut beberapa pesawat Israel yang datang untuk misi penangkapan para penyerang Israel. Beberapa hari menjelang pertandingan Maccabi Tel Aviv dengan Ajax Amsterdam, otoritas Belanda melarang unjuk rasa pro-Palestina do kota yang menjadi tuan rumah tim Israel. Menentang larangan tersebut, para pengunjuk rasa berkumpul di Amsterdam tapi kemudian dibubarkan oleh polisi antihuru-hara Belanda.
Tanggapan Palestina
Berbagai faksi Palestina, termasuk gerakan perlawanan Hamas yang berbasis di Gaza, Gerakan Mujahidin, dan Front Rakyatuntuk Pembebasan Palestina (PFLP), memuji reaksi warga Amsterdam terhadap kekerasan suporter Israel dan juga menyebutnya respon alami oleh orang-orang yang menginginkan diakhirinya genosida di Gaza dan menolak Zionisme.
“Peristiwa Amsterdam menegaskan bahwa kelanjutan holocaust di Jalur Gaza yang telah berlangsung tanpa campur tangan internasional, mengarah pada dampak spontan ini,” kata juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri.
Dia juga menegaskan bahwa “penghentian genosida Zionis di Jalur Gaza merupakan bagian penting dari penghormatan dan perlindungan HAM serta kepastian akan keamanan dan perdamaian regional dan internasional.”
PFLP menyatakan, “Bentrok para pendukung Palestina di Belanda merupakan perlawanan terhadap upaya kaum Zionis membakar bendera Palestina, dan menegaskan bahwa entitas Zionis telah terisolasi dan dicerca secara global.”
“Peristiwa-peristiwa ini menggarisbawahi penolakan rakyat yang semakin meningkat terhadap entitas Zionis, yang telah menjadi hina dina di panggung global,” kata kelompok itu.
Mereka juga mengecam kekerasan Israel sebagai “perpanjangan semata dari sistem genosida kolonial dan rasis yang diwakili oleh entitas Zionis, dan ini mengungkap narasi ‘korban’ palsu yang hendak dipromosikan oleh entitas Zionis dan para pendukungnya ke dunia, karena kejahatan dan kebohongannya semakin terungkap.”
Kelompok HAM yang bermarkas di London, Fair Square, mengecam agresi brutal Israel sebagai “rasisme dan kekerasan yang terdokumentasi dengan baik,” yang “mencerminkan kekerasan pemerintah Israel di Gaza dan Lebanon.”
Dalam pernyataannya di situs berita dan analisis Middle East Eye, pendiri kelompok tersebut, Nicholas McGeehan, juga mengecam pejabat Israel karena “secara terbuka mendekati pendukung sepak bola sayap kanan di Israel, dan menerima dukungan kekerasan sebagai balasannya.”
Dia juga mengkritik pemerintah Belanda karena berusaha menampilkan para perusuh dan penyerang sebagai “korban anti-Semitisme yang tidak bersalah.” (presstv)
PBB: 70% Korban Genosida di Jalur Gaza Perempuan dan Anak Kecil
Kantor HAM PBB (OHCHR) menyatakan bahwa kaum perempuan dan anak-anak menempati hampir 70% korban tewas genosida yang dilancarkan Rezim Zionis Israel di di Jalur Gaza.
OHCHR menyebutkan persentase itu dan berbagai angka lain dalam laporan setebal 32 halaman yang merangkum peristiwa enam bulan dari November 2023 hingga April 2024.
Sekitar 80 persen korban gugur di bangunan tempat tinggal, yang 44 persennya adalah anak-anak dan 26 persen perempuan, ungkap laporan itu.
Sebagian besar kematian yang diverifikasi di Gaza adalah anak-anak berusia antara lima dan sembilan tahun.
Menurut laporan itu, korban termuda yang kematiannya diverifikasi oleh pemantau PBB adalah bayi laki-laki berusia satu hari, dan yang tertua adalah seorang perempuan berusia 97 tahun.
Sebuah pernyataan PBB mengatakan bahwa kelanjutan serangan Israel “menunjukkan ketidakpedulian yang nyata terhadap kematian warga sipil dan dampak dari sarana dan metode peperangan yang dipilih.”
“Mahkamah Internasional (ICJ), dalam serangkaian perintahnya mengenai tindakan sementara, menggarisbawahi kewajiban internasional Israel untuk mencegah, melindungi, dan menghukum tindakan genosida dan tindakan terlarang terkait,” kata laporan tersebut.
Kepala OHCHR Volker Turk menekankan keharusan Israel untuk sepenuhnya dan segera mematuhi kewajiban tersebut.
Dia menyebut genosida itu sebagai “pelanggaran sistematis terhadap prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional”.
“Sangat penting bahwa ada perhitungan yang tepat sehubungan dengan tuduhan pelanggaran serius hukum internasional melalui badan peradilan yang kredibel dan tidak memihak dan, sementara itu, semua informasi dan bukti yang relevan dikumpulkan dan disimpan,” kata Turk.
Pada tanggal 24 Mei, ICJ memerintahkan Israel untuk menghentikan agresinya terhadap Rafah, membangun koridor kemanusiaan, dan mengizinkan badan dunia tersebut untuk menyelidiki genosida. Namun, Israel melanjutkan genosidanya di Gaza dan membantai lebih banyak warga Palestina dengan serangan udara dan artileri yang membabi buta.
Serangan udara terbaru menyasar Kota Gaza dan kamp pengungsi Nuseirat, dan menggugurkan enam orang.
Menurut pejabat Gaza, 20-an orang gugur dalam serangan Israel pada hari Jumat (8/11) saja.
Hal ini menambah jumlah korban tewas Palestina di Gaza menjadi sekitar 43.500 sejak awal Oktober tahun lalu.
PBB telah memperingatkan ihawal memburuknya situasi di Gaza utara. Disebutkan bahwa militer Israel mencegah makanan dan air di Jalur Gaza, di mana ribuan warga Palestina terjebak dan membutuhkan pasokan untuk bertahan hidup. (presstv)