Jakarta, ICMES. Komandan umum pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami menegaskan bahwa ajal Israel akan tiba jika sampai terjadi perang terhadap Iran.
Perdana Menteri Irak Adil Abdul-Mahdi mengumumkan jam malam di Baghdad yang diterapkan sejak Kamis pagi sampai pemberitahuan selanjutnya.
Utusan PBB untuk Yaman Martin Griffiths mengadakan pertemuan dengan delegasi kelompok Ansarullah (Houthi) di Oman, untuk membicarakan perkembangan situasi di Yaman.
Serangan drone dan rudal Yaman yang menerjang dua komplek kilang minyak Aramco milik Arab Saudi membuat Putra Mahkota Saudi Mohamed bin Salman (mbS) kehilangan kepercayaan dari sebagian anggota keluarga kerajaan ini.
Berita selengkapnya:
IRGC: Riwayat Israel akan Tamat Jika Menyerang Iran
Komandan umum pasukan elit Iran Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Mayjen Hossein Salami menegaskan bahwa ajal Israel akan tiba jika sampai terjadi perang terhadap Iran.
“Ia (Israel) berada dalam jangkauan pasukan pencegah IRGC yang kini telah menemukan puncak kekuatannya. Mengingat adanya kemunduran pada ancaman dan kekuatan AS, Rezim Zionis bukan lagi ancaman, dan sedikit saja Rezim Zionis bertindak bodoh terhadap Iran maka eksistensi rezim itu akan musnah,” ancam Salami dalam pernyataannya pada pertemuan para petiggi dan kader IRGC dengan Pemimpin Besar Iran Grand Ayatullah Sayid Ali Khamenei di Teheran, Rabu (02/10/2019).
Menurut Salami, kekuatan pasukan musuh Iran sudah tak dipercaya lagi, sementara kekuatan prefentif dan defensif Republik Islam Iran terus membesar, semakin jelas, dan lebih nyata daripada sebelumnya di level global.
Sebelumnya pada pertemuan yang sama, Ayatullah Khamenei menyatakan bahwa Iran harus menempuh tindakan lebih jauh dalam menghentikan komitmennya kepada perjanjian nuklir tahun 2015.
Dia juga memastikan bahwa “tekanan optimal” AS terhadap Iran telah gagal dan malah lebih merugikan AS sendiri daripada Iran.
Di pihak lain, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam perjalanannya menuju Roma, Rabu, menyatakan bahwa sanksi-sanksi Washington terhadap Iran berjalan efektif. Dia menilai sanksi-sanksi yang diterapkan AS terutama pada sektor perminyakan dan keuangan telah memberikan pukulan telak terhadap ekonomi Iran. (raialyoum)
PM Irak Terapkan Jam Malam Menyusul Aksi Demo Rusuh
Perdana Menteri Irak Adil Abdul-Mahdi pada Rabu malam (02/10/2019) mengumumkan jam malam di Baghdad yang diterapkan sejak Kamis pagi (03/10/2019) sampai pemberitahuan selanjutnya.
Televisi resmi Irak melaporkan bahwa Abdel-Mahi selaku panglima tertinggi angkatan bersenjata Irak menerapkan jam malam untuk semua jenis kendaraan di ibu kota, kecuali mobil ambulan dan mobil lain yang membawa pasien darurat.
Jam malam diterapkan menyusul meluasnya aksi protes anti-pemerintah selama dua hari berturut-turut hingga berubah menjadi kerusuhan, terutama di ibu kota dan provinsi-provinsi selatan, yang menjatuhkan sejumlah korban jiwa dan luka.
Dilaporkan sebelumnya bahwa pasukan anti huru-hara Irak telah menembakkan peluru tajam dan gas air mati untuk mencegah serbuan massa ke bandara internasional di Baghdad.
Pemerintah Irak juga menerapkan jam malam di kota-kota wilayah selatan negara ini menyusul maraknya aksi unjuk rasa.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Baghdad, Rabu, mengumumkan libur untuk hari Kamis akibat kerusuhan yang melanda Baghdad.
Televisi resmi Irak melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Najah al-Shamri mengumumkan status siaga untuk seluruh satuan militer menyusul adanya gelombang protes.
Baghdad dan sejumlah provinsi selatan negara ini selama dua hari berturut-turut dilanda unjuk rasa yang menuntut perbaikan kesejahteraan hidup dan penyediaan lapangan kerja.
Unjuk rasa itu berujung ricuh ketika aparat keamanan berusaha membubarkan massa dengan water canon dan gas air mata, dan bahkan sempat terjadi penembakan dengan peluru tajam hingga satu orang pengunjuk rasa tewas dan beberapa lainnya cidera.
Sementara itu, ulama muda berpengaruh Irak, Sayid Moqtada Sadr, mengecam kekerasan aparat terhadap massa pengunjuk rasa, sembari menjelaskan alasan dirinya tidak menyerukan kepada para pendukungnya untuk berpartisipasi dalam unjuk rasa.
“Kami tidak ingin dan tidak memandang maslahat untuk pengubahan unjuk rasa kerakyatan berubah menjadi unjuk rasa bernuansa golongan. Seandainya tidak demikian niscaya kami telah memerintahkan kebangkitan reformasi dengan demonstrasi bersama mereka, tapi kami ingin menjaga kerakyataan itu sepenuhnya,” ungkap Moqtada Sadr di Twitter.
Dia menambahkan, “Kami menghendaki kedamaian unjuk rasa. Seandainya unjuk rasa itu didukung dengan konsentrasi damai ataupun mogok umum niscaya seluruh rakyat akan berpartisipasi.” (rtarabic)
Utusan PBB untuk Yaman Adakan Pertemuan dengan Ansarullah di Oman
Utusan PBB untuk Yaman Martin Griffiths mengadakan pertemuan dengan delegasi kelompok Ansarullah (Houthi) di Muscat, ibu kota Oman, untuk membicarakan perkembangan situasi kemanusiaan dan upaya mewujudkan perdamaian di Yaman.
Saluran TV al-Masirah milik Ansarullah, Rabu (02/10/2019) menyebutkan bahwa pembicaraan itu meliputi masalah politik, kemanusiaan, ekonomi, dan kesempatan yang tersedia bagi koalisi Arab Saudi-Uni Emirat Arab (UEA) untuk menghentikan agresi dan blokade terhadap Yaman, serta perangkat inisiatif yang telah diumumkan oleh Ketua Dewan Tinggi Politik (Ansarullah) Mahdi al-Mushat.
Delegasi Ansarullah menegaskan keharusan penghentian secara total semua operasi militer, pencabutan blokade, dan penggunaan perangkat yang tepat dan memungkinkan penerapan semua itu.
Ansarullah juga membahas masalah pendatangan bantuan kemanusiaan “tanpa gangguan”, perbaikan kondisi ekonomi secepatnya, penyatuan kehendak, dan pendatangan kapal-kapal dagang yang dicegat di Laut Merah di dekat Pelabuhan Hudaydah sehingga terjadi pelanggaran terhadap Perjanjian Swedia mengenai Hudaydah.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga dibahas upaya pengoperasian kembali bandara internasional Sanaa serta aktivasi evakuasi medis yang telah diteken oleh Kementerian Kesehatan di Sanaa bersama utusan urusan kemanusian di Yaman dan Organisasi Kesehatan Dunia. (almasirah)
Insiden Aramco Hilangkan Kepercayaan Keluarga Dinasti al-Saud kepada Bin Salman
Serangan drone dan rudal Yaman yang menerjang dua komplek kilang minyak Aramco milik Arab Saudi membuat Putra Mahkota Saudi Mohamed bin Salman (mbS) kehilangan kepercayaan dari sebagian anggota keluarga kerajaan ini. Demikian dilaporkan kantor berita Reuters, seperti dikutip Press TV, Rabu (2/10/2019).
Disebutkan bahwa seorang diplomat asing senior dan lima sumber yang dekat dengan keluarga kerajaan Saudi, yang semuanya meminta identitasnya dirahasiakan, menyatakan bahwa serangan rudal dan drone itu telah memicu kemarahan beberapa anggota terkemuka keluarga Al-Saud serta sejumlah elit lain yang selama ini menjadi lingkaran yang membela Bin Salman dalam menjalankan kebijakan luar negeri agresif terhadap Iran.
“Ada banyak kebencian (ihwal kepemimpinan MbS). Bagaimana mereka tidak dapat mendeteksi serangan itu?” kata salah satu sumber.
Sumber itu menambahkan bahwa beberapa orang dalam lingkaran elit itu “tidak percaya ” kepada MbS. Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh sumber-sumber lain.
Serangan itu sendiri terjadi pada 14 September lalu hingga menimbulkan kebakaran hebat pada kilang-kilang minyak Saudi di daerah Abqaiq dan Khuraish serta melumpuhkan lebih dari separuh volume produksi minyak Saudi. (presstv)