Jakarta, ICMES. Wakil Ketua Dewan Politik Hizbullah, Mahmoud Qamati, menyatakan pihaknya telah mencetak kemenangan setelah dua bulan kontinyu berjihad, sementara Israel tidak mencapai satupun tujuannya.
Gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel mulai diterapkan pada dini hari Rabu (27/11) pukul 02.00 waktu Beirut.
Perjanjian yang dimediasi oleh AS dan Prancis ini menyudahi konfrontasi antara Hizbullah dan Israel yang berlangsung sejak 8 Oktober 2023, dan yang dalam dua bulan terakhir berubah menjadi perang terbuka yang sangat menghancurkan.
Akun Pemimpin Besar Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, di plaform X pada hari Rabu (27/11) memosting pernyataan yang menegaskan bahwa “Badai Al-Aqsa tidak dapat diredakan,” dan bahwa entitas pendudukan Israel akan musnah.
Berita selengkapnya:
Hizbullah Sebutkan Kerugian Israel, dan akan Gelar Prosesi Pemakaman Syahid Nasrallah dan Syahid Safiyuddin
Wakil Ketua Dewan Politik Hizbullah, Mahmoud Qamati, menyatakan pihaknya telah mencetak kemenangan setelah dua bulan kontinyu berjihad, sementara Israel tidak mencapai satupun tujuannya.
Dalam konferensi pers dari pinggiran selatan Beirut, Rabu (27/11), Mahmoud Qamati, mengatakan, “Kami meraih kemenangan hari ini setelah dua bulan berjihad, teguh dan bertekad secara terus menerus, dan musuh tidak mencapai tujuan apa pun.”
Dia menambahkan, “Kegigihan kubu perlawanan (Hizbullah) di selatan telah mengandaskan musuh dan juga menggagalkan agresi terhadap Timur Tengah… Apa yang terjadi saat ini adalah kemenangan bagi keamanan pan-Arab.”
Dia menyampaikan ucapan selamat kepada komunitas dan masyarakat lingkungan Hizbullah, yang menurutnya, telah solid, tabah, sabar, setia dan berkorban dalam mendukung perlawanan.
“Kami pun setia kepada lingkungan ini,” sambungnya.
Mahmoud Qamati kemudian menyatakan bahwa pihaknya akan menyelenggarakan prosesi pemakaman Syahid Hassan Nasrallah dan Sayyid Hasyim Syafiyuddin.
“Prosesi ini akan menjadi referendum rakyat dan politik bagi pengadopsian metode perlawanan,” tuturnya.
Qamati juga mengatakan, “Kami akan menindaklanjuti masalah tawanan serta masalah rekonstruksi. … Saya katakan kepada khalayak Lebanon bahwa ketika musuh gagal mencapai tujuannya dan mencapai titik kebuntuan militer maka inilah kemenangan.”
Mengenai Palestina, dia menyatakan, “Hamas dan Jihad Islam berterima kasih kepada perlawanan dan para pemimpinnya, dan kami hari ini mengatakan bahwa kami tidak akan meninggalkan Palestina, yang merupakan urusan mendasar kita semua.”
Mengenai mekanisme kelanjutan dukungan Hizbullah kepada Palestina, Qamati memastikan bahwa hal ini akan diputuskan pada saatnya, sembari menyebutkan bahwa penghargaan atas kemenangan ini pertama-tama diberikan kepada pihak perlawanan, kedua kepada pendirian politik resmi, dan ketiga kepada lingkungan perlawanan.
Dia juga mengatakan, “Penghargaan atas kemenangan ini diberikan kepada negosiasi yang solid dari negosiator politik Lebanon, yang dipimpin oleh Ketua (Parlemen) Nabih Berri.”
Kerugian Tentara Israel
Dalam pernyataan pertamanya setelah dimulainya penerapan gencatan senjata, Hizbullah memastikan pasukannya berkesiapan penuh menghadapi ketamakan dan agresi musuh, dan menyatakan bahwa juga korban tewas di pihak tentara Israel sejak melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan mencapai lebih dari 130 orang, sedangkan korban lukanya lebih dari 1250 orang.
Mengenai kerugian materi pihak militer Israel, Hizbullah menyebutkan para pejuangnya telah menjatuhkan 9 drone serta menghancurkan 59 tank, 11 buldoser, 2 mobil Hummer, 2 kendaraan lapis baja, dan 2 kendaraan pengangkut personil.
Hizbullah menyatakan, “Kerugian Israel ini tidak termasuk kerugian di berbagai pangkalan, situs, barak militer serta permukiman dan kota-kota di wilayah pendudukan (Palestina).” (alalam)
Rincian Pasal Perjanjian Gencatan Senjata Hizbullah-Israel
Gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel mulai diterapkan pada dini hari Rabu (27/11) pukul 02.00 waktu Beirut.
Perjanjian yang dimediasi oleh AS dan Prancis ini menyudahi konfrontasi antara Hizbullah dan Israel yang berlangsung sejak 8 Oktober 2023, dan yang dalam dua bulan terakhir berubah menjadi perang terbuka yang sangat menghancurkan.
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi mengenai rincian pasal-pasal perjanjian gencatan tersebut, meski pun telah beredar di media massa dan media sosial berbagai poin yang disebut-sebut sebagai rinciannnya, termasuk apa yang dilaporkan oleh Anadolu, yang dikutip oleh media online Rai Al-Youm. Dalam laporan ini, disebutkan bahwa perjanjian itu terdiri atas 13 pasal sebagai berikut;
- Pemerintah Lebanon melarang Hizbullah dan berbagai kelompok senjata lain di wilayah Lebanon melakukan serangan terhadap Israel.
- Israel tidak akan melancarkan operasi militer terhadap target di Lebanon, termasuk sipil dan pemerintah di darat, laut dan udara Lebanon.
- Israel dan Lebanon sama-sama mengakui pentingnya resolusi 1701 PBB.
- Semua komitmen ini tidak menganulir hak Israel dan Lebanon untuk membela diri.
- Pasukan keamanan dan tentara Lebanon adalah satu-satunya pihak bersenjata yang diperkenankan membawa senjata atau mengoperasikan pasukan di Lebanon selatan.
- Pemerintah Lebanon mengawasi pembelian, impor dan pembuatan senjata ataupun bahan-bahan yang terkait dengan persenjataan di Lebanon.
- Semua fasilitas tidak sah yang terlibat dalam produksi senjata dan material terkait senjata akan dibongkar.
- Semua infrastruktur dan situs militer yang tidak sah akan dibongkar, dan semua senjata yang tidak memenuhi komitmen ini akan disita.
- Sebuah komite akan dibentuk dengan persetujuan Israel dan Lebanon untuk mengawasi dan membantu memastikan implementasi komitmen-komitmen ini.
- Israel dan Lebanon akan menyampaikan laporan mengenai potensi pelanggaran komitmen ini kepada Komite dan Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL).
- Lebanon akan mengerahkan pasukan keamanan resmi dan pasukan militer di sepanjang perbatasan, titik persimpangan, dan garis batas wilayah selatan.
- Israel akan secara bertahap menarik diri dari selatan “Garis Biru” (yang membagi perbatasan kedua belah pihak) dalam waktu 60 hari.
- Amerika Serikat akan mendorong negosiasi tidak langsung antara Israel dan Lebanon untuk mencapai perbatasan darat yang diakui.
(raialyoum)
Ayatullah Khamenei: Badai Al-Aqsa Tak Dapat Diredakan, Israel akan Musnah
Akun Pemimpin Besar Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, di plaform X pada hari Rabu (27/11) memosting pernyataan yang menegaskan bahwa “Badai Al-Aqsa tidak dapat diredakan,” dan bahwa entitas pendudukan Israel akan musnah.
Di hari yang sama, dalam pertemuan dengan para komandan Angkatan Laut (AL) Iran pada momen peringatan Hari AL Nasional, Ayatullah Khamenei menyerukan lebih banyak upaya peningkatan kemampuan tempur dan daya cegah Angkatan Bersenjata Iran serta memandang AL sebagai elemen penting dan menentukan Angkatan Bersenjata dan memuji kemampuan operasional, pencapaian intelijen, dan kegiatan inovasi AL.
“Sangat penting bagi Angkatan Bersenjata, khususnya Angkatan Laut, untuk fokus pada peningkatan kesiapan dan penguatan kemampuan tempur,” ujarnya.
Dia menambahkan, “Tugas utama Angkatan Bersenjata adalah mencegah serangan. Karena itu, Anda harus bertindak dengan cara yang menunjukkan kekuatan tempur negara kepada musuh, membuat mereka sadar bahwa setiap konfrontasi akan menimbulkan kerugian yang signifikan.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, “masih terpaksa menuntut gencatan senjata setelah menderita kerugian besar di Lebanon selatan,” meskipun Israel mendapat dukungan militer penuh dan perlindungan politik dari Amerika Serikat (AS).
Dalam postingan di X , Araqchi menyebutkan bahwa Hizbullah “sekali lagi menghancurkan mitos Israel tak terkalahkan,” dan menekankan bahwa “sudah tiba saatnya bagi Israel untuk juga menerima kekalahan di Gaza.”
Semua pernyataan tersebut mengemuka setelah perjanjian gencatan senjata di Lebanon mulai berlaku, pada dini hari Rabu, yang dicapai setelah Hizbullah menimbulkan banyak kerugian pada Israel, baik di wilayah pendudukan Palestina maupun dalam pertempuran yang terjadi di perbatasan, dan Israel tak dapat memaksakan persyaratannya pada kelompok pejuang perlawanan Hizbullah.
Di Israel, kritik terus berlanjut mengenai kelanjutan perang di Jalur Gaza, di tengah pengakuan para pejabat dan pengamat atas ketidakmampuan menumpas perlawanan dan gerakan Hamas.
Setelah tercapai gencatan senjata di Lebanon, surat kabar Israel Haaretz menegaskan bahwa perjanjian ini “harus mengekang perang di Gaza,” karena perlawanan terus melanjutkan operasinya melawan pasukan pendudukan di berbagai wilayah di Jalur Gaza, karena kelanjutannya “berarti penelantaran secara nyata para tawanan Israel.” (raialyoum/alalam/presstv)