Rangkuman Berita Utama Timteng Kamis 23 September 2021

Jakarta, ICMES.  Raja Salman bin Abdul Aziz dari Arab Saudi mengaku berharap perundingan negaranya dengan Iran dapat membuah kondisi saling percaya antara kedua pihak.

Penarikan sistem pertahanan udara Patriot milik AS dari Arab Saudi membuat Riyadh berhadapan dengan pilihan-pilihan serba “sulit dan pahit” sehingga mendorong negara kerajaan itu untuk menyerukan de-eskalasi.

Ketua Parlemen Iran Majelis Syura Islam, Mohammad Bagher Qalibaf, menyatakan bahwa pasukan negara republik Islam ini sudah berada di sekitar perbatasan negara ilegal Zionis Israel.

Mantan Wakil Presiden Afghanistan yang juga ketua kelompok suku Hazara yang bermazhab Syiah, Mohammad Karim Khalili, menyatakan pihaknya akan terpaksa mengangkat senjata melawan Taliban jika kelompok yang berkuasa ini “tak memenuhi janjinya dan tak menghindari kediktatoran”.

Berita Selengkapnya:

Raja Saudi Mengaku Ingin Berdamai dengan Teheran, Ini Tanggapan Media Iran

Raja Salman bin Abdul Aziz dari Arab Saudi mengaku berharap perundingan negaranya dengan Iran dapat membuah kondisi saling percaya antara kedua pihak.

“Kami berharap pembicaraan-pembicaraan awal kami dengan Iran dapat berbuah hasil-hasil signifikan untuk membangun kepercayaan dan persiapan untuk mewujudkan cita-cita bangsa-bangsa kami dalam hubungan kerjasama berdasarkan komitmen pada prinsip dan ketentuan hukum internasional, penghormatan kedaulatan, dan penghentian dukungan kepada kelompok-kelompok teroris dan milisi-milisi sektarian,” ujarnya dalam konferensi video sidang Majelis Umum PBB ke-76 di New York, Rabu (22/9).

Raja Salman mengatakan, “Kerajaan (Saudi) mengkonfirmasi pentingnya mengosongkan kawasan Timur Tengah dari senjata destruksi massal, dan mendukung upaya internasional yang bertujuan mencegah Iran dari pengembangan senjata nuklir.”

Dia mengaku “prihatin atas langkah-langkah Iran yang bertentangan dengan kewajiban-kewajibannya dan dengan apa yang selalu ia nyatakan bahwa program nuklirnya bertujuan damai.”

Dikutip kantor berita Saudi, SPA, Raja Salman menyebutkan bahwa negaranya sangat mementingkan penegakan perdamaian dan stabilitas, mendukung dialog dan solusi damai, dan menyediakan kondisi yang mendukung pertumbuhan dan cita-cita bangsa-bangsa menuju esok yang lebih baik di kawasan Timur Tengah dan dunia secara keseruhan.

Mengenai Palestina, dia mengatakan, “Perdamaian adalah opsi strategis untuk kawasan Timur Tengah melalui penyelesaian yang adil dan permanen untuk urusan Palestina berdasar ketentuan hukum internasional dan inisiatif perdamaian Arab, yang menjamin hak bangsa Palestina dalam pendirian negaranya yang merdeka sesuai perbatasan tahun 1967 dengan ibu kota Quds Timur,” imbuhnya.

Mengenai Yaman, Raja Salman menuduh gerakan Ansarullah (Houthi) memanfaatkan penderitaan rakyat Yaman dan kebutuhan mereka yang mendesak kepada bantuan kemanusiaan sebagai kartu tawar menawar dan pemerasan. Dia juga menuding Ansarullah setiap hari menyerang obyek-obyek sipil di wilayah Saudi serta mengancam pelayaran internasional dan bantuan kemanusiaan. 

Menanggapi pidato Raja Salman tersebut, situs berita Al-Alam milik Iran menyatakan semua orang mengetahui bahwa Iranlah yang selalu menjulurkan tangan perdamaian kepada negara lain semisal Saudi yang selama ini justru selalu menolaknya karena lebih mengandalkan kekuatan asing semisal AS.

“Dunia tidak akan melupakan wawancara masyhur Putra Mahkota Saudi Mohamed bin Salman dengan saluran resmi Saudi Al-Ekhbariya di mana dia bahkan sama sekali menolak prinsip dialog dengan Iran, karena faktor sektarian, dan mengatakan bahwa tak ada titik temu antara Riyadh dan Teheran untuk dialog dan kesefahaman dengan dalih bahwa Iran meyakini akan munculnya Imam Mahdi,” tulis Al-Alam.  

Mengenai tuduhan Raja Salman bahwa Iran mendukung kelompok teroris dan milisi sektarian, Al-Alam menyatakan, “Tuduhan demikian lebih layak ditujukan kepada Saudi sendiri, dan bahkan Raja Salman tak perlu bertanya kepada sekutu Baratnya, terutama AS, untuk memberitahunya jika dia lupa siapa yang menciptakan Al-Qaeda, ISIS dan semisalnya di Afghanistan, Pakistan, Irak, Suriah dan berbagai negara lain.”

 Al-Alam menambahkan, “Adapun pihak-pihak yang disebutnya sebagai teroris dan milisi sektarian yang didukung Iran tak lain adalah ungkapan-ungkapan yang selama ini diandalkan dalam kamus AS dan Israel dalam menstigma para pemuda Palestina, Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman, padahal para pemuda itu bangkit justru demi melawan para teroris sejati AS, Israel dan kaum takfiri, dan berhasil menyelamatkan bangsa dan negara mereka dari kelompok-kelompok takfiri yang dibeking dan dipersenjatai oleh AS, didanai oleh Saudi dan diobati lukanya oleh Israel.”

Al-Alam juga menanggapi klaim-klaim lain Raja Salman terkait program nuklir Iran dan perang Yaman sembari menyebutkan bahwa Iran tetap menjulurkan tangan kepada negara-negara jirannya, termasuk Saudi, dan tak pernah pernah mengubah-ubah kebijakannya yang solid dan prinsipal demi melayani ambisi Gedung Putih.  (raialyoum/alalam)

Media Turki: Patriot Ditarik dari Saudi, Riyadh Perbaiki Hubungan dengan Iran dan Turki

Penarikan sistem pertahanan udara Patriot milik AS dari Arab Saudi membuat Riyadh berhadapan dengan pilihan-pilihan serba “sulit dan pahit” sehingga mendorong negara kerajaan itu untuk menyerukan de-eskalasi. Demikian dikatakan oleh dua orang pakar kepada kantor berita Turki, Anadolu, seperti dikutip Rai Al-Youm, Rabu (22/9).

Tanpa menyebutkan nama, Anadolu melaporkan bahwa menurut dua pakar itu penarikan Patriot dari Saudi membuat Riyadh terpaksa menyerukan upaya penurunan tensi ketegangan dan perbaikan hubungan Saudi dengan Iran dan Turki sekaligus, ataupun dengan satu di antara keduanya, terutama mengingat bahwa keterbukaan pada Rusia tak akan pernah dapat mengatasi dilema Saudi.

Penarikan Patriot milik AS juga mendorong Saudi untuk menyewa sistem pertahanan udara dari Yunani. Belakangan ini dilaporkan bahwa sebuah tim dari militer Yunani bertolak ke Saudi untuk menyerahkan baterai yang dipakai untuk Patriot.

Pada April lalu, Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Dendias menyatakan negaranya telah menandatangani perjanjian pembekalan Saudi dengan sistem pertahanan udara demi melindungi fasilitas-fasilitas vital di Saudi, negara yang terlibat perang dengan gerakan Ansarullah (Houthi) Yaman.

Ansarullah belakangan semakin gencar melesatkan rudal-rudal balistik dan drone militer ke berbagai wilayah Saudi, sementara pihak Saudi juga selalu mengaku berhasil mengatasi serangan Ansarullah dengan sistem pertahanan udara.

Sejak tahun 2015 Arab Saudi memimpin pasukan koalisi yang melancarkan invasi militer ke Yaman dengan dalih membela pemerintahan presiden pelarian Yaman Abd Rabbuh Mansour Hadi dalam perang melawan Ansarullah yang menguasai Sanaa, ibu kota Yaman dan beberapa provinsi di negara ini sejak tahun 2014. (raialyoum)

Ketua Parlemen Iran: Pasukan Kami Sudah Berdiri di Perbatasan Israel

Ketua Parlemen Iran Majelis Syura Islam, Mohammad Bagher Qalibaf, menyatakan bahwa pasukan negara republik Islam ini sudah berada di sekitar perbatasan negara ilegal Zionis Israel.

“Israel semula berpikir untuk mendekati perbatasan kami, tapi sekarang kamilah yang justru berdiri di perbatasannya di Golan,” ungkapnya dalam pidato pada sebuah acara peringatan Pekan Pertahanan Iran, Rabu (22/9).

Dia menjelaskan, “Israel semula berharap dapat mendekati garis depan perbatasan kami di Jalawla, Irak, sejauh beberapa kilometer dari perbatasan kami, tapi sekarang mereka justru ketakutan oleh kehadiran kami di Golan sejarak hanya beberapa kilometer saja dari perbatasannya. Israel semula ingin menduduki Teheran, tapi sekarang justru berada dalam kondisi demikian. Ini membuktikan keagungan revolusi Islam.”

Mantan Komandan Angkatan Udara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) ini juga mengatakan, “Orang-orang yang berpikiran hina ala Barat di dalam negeri (Iran) juga harus mengerti bahwa kekuatan dan kemuliaan di dunia dan akhirat datang tak lain dari kebersandaran pada Islam dan bangsa, pengerahan segenap upaya dan kerja keras, serta keteguhan pada budaya pengorbanan dan kesyahidan.” (raialyoum)

Syiah Hazara Ancam akan Melawan Taliban

Mantan Wakil Presiden Afghanistan yang juga ketua kelompok suku Hazara yang bermazhab Syiah, Mohammad Karim Khalili, menyatakan pihaknya akan terpaksa mengangkat senjata melawan Taliban jika kelompok yang berkuasa ini “tak memenuhi janjinya dan tak menghindari kediktatoran”.

“Kami telah melihat sampai sekarang dewan menteri mereka, yang sama sekali tidak inklusif. Keberlanjutan proses demikian tak dapat diterima oleh berbagai kekuatan dan kelompok suku lain,” ujarnya, seperti dikutip kantor berita TAS milik Rusia, Rabu (11/9).  

Dia menambahkan, “Tak syak lagi bahwa pihak Tajik dan Uzbek juga tidak akan tahan terhadap kondisi ini sehingga akan kembali kembali ke medan laga bersama Hazara.”

Pernyataan itu dilontarkan oleh Khalili meskipun Jubir Taliban Zabihullah Mujahid dua hari sebelumnya menyatakan bahwa pemerintahan Afghanistan sekarang “mencakup beberapa kelompok minoritas” dan mencerminkan iktikad baik Taliban untuk membentuk pemerintahan yang “kuat dan bersatu”, sebagaimana dikutip kantor berita lokal Arya News.

Ditanya wartawai mengenai bagaimana pemerintahan itu memenuhi prinsip inklusivitas, Khalili mengatakan bahwa hal itu akan terkonfirmasi apabila ada “pengangkatan para wakil kelompok-kelompok minoritas, termasuk Hazara, pada jabatan-jabatan resmi”.

Etnis Hazara menempati sekira 10% populasi Afghanistan, terpusat di bagian tengah negara ini, dan berbicara dengan menggunakan dialek Dari.

Seperti diketahui, pada pertengahan Agustus lalu Taliban berhasil menguasai Afghanistan menjelang penarikan total pasukan AS dari negara ini pada akhir bulan yang sama. (alalam/almayadeen)